Part-03

21 2 0
                                    

                     •Happy Reading•

Nara sedikit merapihkan penampilannya di kaca kecil yang selalu ia bawa, sebelum memasuki ruang seniornya. Memastikan mata sembabnya tidak terlalu kentara setelah dipakaikan ulang Bedak dan Concealer.

Pintu di depannya ia ketuk penuh hati-hati sampai suara interupsi dari dalam menyuruhnya masuk.

"Ada tugas yang harus saya kerjakan lagi Kak?"

"Duduk!" perintahnya. Nara tahu tidak ada sebuah bantahan. "Lanjutkan makan siangnya disini sebelum saya kasih kamu tugas hukuman."

"Maaf kak? Maksudnya makan disini?"

Jari yang sedari tadi sibuk mengetik berhenti. Mendongak, pokusnya kini menatap ke arah Nara. "Mau makan dimana emangnya?"

"Ah, iya siap pak di sini aja."

"Lanjutkan."

"Kak Arsen udah makan siang?"

"Kenapa. Mau suapin saya?"

Uhuk

"Pelan-pelan makannya."

Nara meminta maaf dengan mengangguk malu. Ada sedikit rasa kesal. Kenapa Pria berparas tidak biasa ini selalu memperlakukannya diluar dugaan.

Sudah sering. Bukan baru-baru ini tapi kenapa semuanya tetap membuatnya terkejut bukan main.

"Kayanya bekel kamu enak Nar." Arsen tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Perlahan berjalan ke arah Nara.

Kedua netra Nara membulat tak percaya. "Kakak mau coba bekel sederhana saya?"

"Why not?"

Dengan canggung Nara menggeser duduknya ketika Arsen sudah mendaratkan bokongnya di atas satu sofa yang sama dengannya.

Suasana berubah mencengkeram. Walaupun di depannya ini adalah seorang yang mirip pangeran berkuda putih, namun sorot matanya sedingin lautan es.

Sikapnya yang diluar dugaan dan nalar. Membuatnya semakin tidak mengerti.

Apakah ia akan dibentak? Dicaci maki lagi?

Nara dengan cepat memutuskan tatapan mereka. Menunduk, "Maaf kak, ini boleh ambil semua bekel saya. Gak saya acak kok. Sendoknya saya ambil yang baru ke pantry yah kak? Atau kak Arsen mau pesen makan aja? Ah, iya maka--

Arsen terkekeh. Mengendalikan rasa gemasnya.

"Habis nangis?"

Malah ditanya lagi!

Nara menggelang keras. "Gak kak! Kata siapa aku nangis. Dari tadi makan terus."

Nara tahan.

Arsen menggulung kedua lengan kemeja hitamnya sampai siku. Tanpa aba-aba ia menyodorkan lengan berototnya kehadapan Nara.

"Gak usah lagi cubit tubuh kamu buat nahan nangis Nar. Cubit aja tangan saya."

Nara kembali tertegun. Hendak menggeser menjauh tapi Arsen menahannya.

"Cengeng!"

Tangan Arsen terulur. Mengusap lembut bulir air mata yang terus berjatuhan di kedua pipi Nara.

Mungkin kalo posisi itu adalah wanita lain. Pasti dengan cepat akan menimbulkan rasa. Sadarkah pria ini atas semua perlakuannya selama ini kepada Nara, lebih di sepesialkan? Kalo kalian berpikir Nara yang akan jatuh lebih awal, kalian salah.

Sampai saat ini Nara yang tidak menyadarinya. Lebih sibuk dan tertekan oleh dunianya sendiri yang penuh rintangan.

Dan Arsen tidak sering terang-terangan memperlakukannya seperti ini. Wajah dingin, jutek dan pemarah yang lebih sering Nara terima ketika mereka sedang tidak berdua.

Tangisan Nara semakin pecah. Napasnya tersedat-sedat. Mencengkeram kuat lengan berotot Arsen sebagai pelampiasannya.

"Ka-k Ar-sen?"

"Hm, kenapa?"

"M-aaf kakak. Program kerja kita jadi ber-antakan. Saya bakalan tanggung j-awab. Sa-ya juga siap terima hukumannya."

Walaupun Nara yakin itu bukan 100% kesalahannya. Tapi apa boleh buat semua terjadi dan ia menjadi tersangkanya.

Selalu menjadi gak enakan dan mengalah bukan keinginannya tapi, keharusannya di dalam dunia yang jahat ini.

"Yakin?"

Nara megangguk disela tangisannya. Arsen memberikan kotak bekal ke hadapan Nara.

"Habisin dulu makanannya." Nara menerimanya. Arsen kembali bersuara, "Nanti kita kerjakan semuanya. Ini belum gagal Nar.  Jangan cengeng!"

•••

"Gaesss ... Geassss ada kabar yang mengejutkan lohhh!!!"

Wanita dengan kuncir kuda berlari cepat ke arah meja yang berisikan Erlan, Dewa dan Fania di kantin. "Kalian pasti kaget deh sebagai rekan satu divisinya," wanita itu terkekeh centil.

"Bisa To The Poin, Sell?" Erlan yang kurang suka kepada wanita bernama Selly ini bertanya apatis.

"Apasih Ayang Erlan marah-marah terus. Baru juga ketemu kita loh."

"Muak!"

Fania merelaikan, "Udah napasih! Sekarang yang pengen lo sampein apa Sell? Lo udah tau gosip si Nara bikin masalah tadi pagi sampe bikin kita semua dimarahin Pusat? Lo harus tau muka dia se--

"Fania!" Erlan geram. Kenapa bisa-bisanya wanita ini harus menyebarkan rumor buruk sesama rekan kerjanya. "Ayo, Sell gue pengen denger gosip yang lo maksud?"

Selly tentu dengan senang hati akan menceritakan semuanya setelah sang Pria idamannya mempersilakan.

"Jadi waktu gue otw kantin. Gak senghaja liat Kak Arsen ngejing-jing paper Bag es cream yang terkenal itu loh!"

"Pixsue?" tebak Fania.

"Yups! Betul Fan. Auranya kek bersahabat gituh lari-lari kecil dari lift menuju ruangannya. Anjir selama ini gue perhatiin jarang banget liat moment kak Arsen kaya gituh. Dia kek lagi kasmaran, yah ... Walaupun gak pernah senyum-senyum sih."

Yang lain mendengarkan.

"Nah, karena jiwa penasaran gue semakin menjadi-jadi, gue diem-diem ngikutin dia. Dan ... Tau apa yang gue liat dan denger?"

"Apa?" Dewa terlihat tidak sabaran.

"Di dalem ada suara cewek. Yang bikin gue kagetnya adalah dari bayang-bayang samar kaca hordeng, mereka kaya lagi ciuman."

"Lo serius?" tanya Fania. Dadanya bergemuruh kesal dan panas. "Kak Arsen selama ini yang gue tau gak punya cewek! Kok bisa-bisanya ada cewek."

Dewa berdecih. Menambahkan, "Yah ... Namanya juga cowok. Mungkin dia udah gak tahan dan butuh pelampiasan."

"Jaga yah mulut lo! Kak Arsen gak kaya gituh!" lagi-lagi Fania membela.

"Kalian mungkin gak akan percaya kalo waktu itu gue denger suaranya mirip-mirip Nara."

Fania terperangah. Dewa terdiam dan Erlan yang sedari tadi diam menyimak tak minat, tiba-tiba tersedak minumannya sendiri.

Uhuk

"Pelan-pelan dong baby!"

Erlan menatap sinis ke arah Selly yang bergelandung manja di lengannya. Tangannya mencengkeram kuat ujung sendok.

Gak mungkin! Gak akan gue biarin.

Hatinya panas walaupun sebotol air sudah ia minum tandas.




Tbc.

PELUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang