Part-02

21 2 0
                                    

•Happy Reading!•

Masih pagi, dan ia harus menerima sebuah amunisi yang tidak bagus untuk kesehatan hatinya.

Kedua tangan Nara mengepal kuat di bawah meja. Netranya menyusuri setiap ruang yang sudah berisi lima orang dengannya.

Empat orang dewasa yang usianya jauh lebih tua darinya. Tiga pria dan satu wanita.

"Bikin masalah lagi? Sekarang apa lagi nih?"

"Kita satu divisi loh Nar, lu jangan malu-maluin kita deh divisi Marketing dan Desainer grafis."

"Kalo dari dulu gue punya kuasa. Lo! Gue out Nar."

"Udah! Diam kalian berdua!" lerai salah satu pria yang sedari tadi duduk terdiam. Tatapan pria itu terarah lurus kepadanya.

"Anggap aja kita lagi Briefing tapi sangat serius," lanjutnya dengan intonasi yang kurang bersahabat.

Suasana semakin tegang.

Nara menarik napas kuat untuk mengendalikan diri. Suaranya sedikit pelan dan penuh hati-hati, "maaf kak, saya ada salah apa yah?"

Arsen berjalan tenang dengan penuh wibawa ke arahnya. Ketukan sepatu kerjanya terdengar menggema di kedua gendang telinga Nara. Seperti siap mengantar problematika lagi ke daftar list hidupnya.

"Ini," Menyodorkan map berisi berkas-berkas kehadapannya. Ia mengimbuhkan, "Kamu lalai! Spirit kerja kamu kurang cepat! Kenapa bisa berkas berisi administrasi kita untuk diajukan ke kekuangan sampai telat masuk kaya gini? Kamu tau? Kita semua yang kena seprot abis-abisan karena ada kedatangan juga dari Pusat. Urusan sama ke Keuangan itu sensitif banget Nar. Kalo kita gak mohon-mohon dan minta maaf ini gak akan pernah di Acc."

Nara terkejut. Penatap map dan sesama rekan wanita di depan secara bergantian.

Semuanya begitu janggal dan tiba-tiba. "Kak, kayanya ini ada kesalah pahaman. Saya waktu itu jelas-jelas udah bawa map ini ke meja Ibu Aurel. Kak Fania saksinya kak. Iya kan kak? Waktu itu kak Fania yang--

"Lo kok jadi bawa-bawa Gue sih!? Jelas lo yang bawa kan? Tangan lo sendiri, yah pasti lo yang salah! Kita juga udah cek CCTV kok."

Nara menggeleng keras. Duduknya menjadi gelisah. Menatap harap ke arah Arsen. Berharap pria itu percaya kepadanya.

"Kak, sumpah! Saya yakin udah simpen Map itu ke Keuangan."

"Tapi faktanya gak Nar," Erlan, pria yang bersetelan kemeja putih di samping pojok membalas.

Membenarkan letak kacamatanya. Ia Memijit pangkal hidungnya dengan wajah yang kusut.

"Udah deh Nar! Lo itu emang pembawa masalah terus! Kalo kerja itu yang kompenten! Teliti! Lo terlalu banyak hal halu di otak kosong lo itu. Gak usah banyak ngomong ini itu Tai, bacot tau gak lo!"

"Dewa!" tegur Erlan. Ranah pembicaraan Dewa sudah keterlaluan menurutnya.

Bisakah Nara meminta untuk sekali saja ketika pembelaan itu dibenarkan. Bukan malah selalu dijatuhkan dan disalahkan terus menurus.

Ah, sepertinya hal mustahil selain mengalah di mata atasan.

Salah satu tipu daya dunia perkerjaan : Sistem kerja yang fleksibel dan lingkungan kerja yang harmonis.

Sejak awal dunia pekerjaan akan selalu keras dan menyebalkan.

Kalo tidak lingkungan yang toxic gaji yang seret seperti air yang tersumbat. Gajih yang lancar jaya seperti air yang mengalir dari pipa rucika tapi lingkungan seperti nereka kedua.

Arsen menegakkan tubuhnya. Menggantongi kedua tangannya. Menatap dingin ke arah Nara yang terus menunduk.

"Saya harap kamu merenungi kesalahan kamu Nar. Belajar dari kesalahan!" Tatapannya beralih ke yang lainnya. "Kembali berkerja! Briefing selesai."

Arsen melangkahkan kakinya keluar sebelum kembali bersuara yang membuat punggung Nara menegang.

"Setelah jam istirahat, kamu ke ruangan saya Nara."

•••

Jam istirahat telah tiba. Semua karyawan/i PT. Cahaya Utama bersorak gembira mendengar jam yang ditunggu akhirnya telah tiba.

Mungkin hanya ruangan sebelah atau tetangga Divisi lain yang terdengar gembira dan rincuh dibandingkan Divisinya yang masih hening, diam membisu.

Nara siap menyapa dan selalu membuka obrol yang berakhir sia-sia dan tidak dianggap.

"Kak Erlan mau coba bekel aku gak?" Nara mendorong pelan kotak bekalnya ke arah Erlan.

Meja mereka yang berdampingan cukup membuat Erlan dengan mudah melihat bekal Nara. Sorot matanya sedikit hangat tapi suara lain merubahnya kembali.

"Ayo, Lan istirahat ke kantin!" Dewa mengajaknya.

"Sorry Nar, gue istirahat bareng Dewa."

Nala hanya mengangguk pelan. Tersenyum seperti biasa untuk menutupi kesedihannya.

Deru napasnya memburu menahan semua sesak di dada. Tubuh lesunya ia sandarkan.

"Bego." suara bisikan itu tepat di belakang telinganya. Nara tertegun. Menoleh ke arah belakang yang lansung dihadiahkan senyuman licik dari seorang Fania.

Fania tertawa sinis,"Lo beneran bisa jadi sasaran empuk buat gue Nar."

"Ini semua ulah Kak Fania kan!?"

"Ada bukti?" Fania sedikit menunduk. Mensejajarkan tubuhnya dengan Nara. Tetap dengan senyuman miringnya ia kembali berbisik, "Lo itu sampah buat gue. Dan lo gak ada kuasa! Gak usah belagu."

Nara mencengkeram kuat pegangan kursi kerjanya. "Aku punya salah apasih kak? Apa selama ini Kak Fania iri sama aku? Sampai jahatin aku selama ini tanpa alasan yang jelas!"

"Gue iri sama lo?" Fania menekan kuat bahu Nara. Menatap geram. Membuat Nara meringis kesakitan.

"Kak, lepas sakit."

"Lo itu gak sebanding sama gue! Lu itu tukang ngelawan! Lo itu tukang cari muka! Muka so polos lo itu pengen gue hancurin dari dulu tau gak!"

Nara memegang bahunya yang ditekan begitu kuat oleh Fania. Seperti ingin menusuknya sampai ke dalam tulang.

"Kita kerja bareng-bareng kak! Kita satu team bukan malah jadi ajang competition kaya gini."

"Bacot lo!"

Kursi yang Nara dudukin ditendang keras. Berlalu pergi meninggalkan Nara seorang diri di ruangan dengan masih memegang bahunya.

Masih dengan perasaan yang begitu pilu, Nara membuka kotak bekalnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Beberapa kali ia mengadahkan kepala ke atas untuk menghalu air mata yang siap jatuh. Semuanya berujung sia-sia ketika ia membuka kotak bekal pemberian sang Kakak.

Harumnya masih tercium. Ada telur mata sapi yang tersenyum dan dihias sedemikian mungkin.

Dengan tangan yang sedikit gemetar ia menyuapi makanannya. Enak. Tapi tidak dengan ekspresinya.

Tangisannya semakin pecah namun terus menyuapi makanan ke dalam mulutnya.

Ting

Sebuah notif bernamakan Kak Arsen Yudistira Wullyo muncul di layar utama handphone.

[ Keruangan saya sekarang! ]

[ Istirahat di ruangan saya! ]



Tbc.

PELUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang