Purnomo? Andrea? Gates?

0 0 0
                                    

Anggara menghela napas lelah, dia tidak pulang semalam begitu juga dua malam kemarin dan tidur diruangan yang biasa dia gunakan untuk menerima tamu dari negara asing. Sosok Jalal muncul dari balik pintu ruangannya, "Tuan Anggara pulanglah, anda sudah tiga hari disini. Aku akan mengambil alih perkerjaan disini, anda pasti lelah." Anggara menggelengkan kepala.

"Berikan berkas yang harus aku kerjakan hari ini." Anggara menyodorkan tangan kanannya kedepan seolah meminta sesuatu dari Jalal. "Tuan Anggara." kata Jalal mengingatkan.

"Berikan saja!" bentak Anggara keras karena tidak suka apa yang dia inginkan tidak dituruti.

Jalal menghela napas pasrah dan keluar sebentar untuk mengambil berkas yang akan Anggara kerjakan. Sudah beberapa hari ini Anggara sangat emosian, sering membentak jika terjadi kesalahan meski hanya kecil dan juga marah-marah kalau ada yang berani menghentikan apa yang dia inginkan. Semua karyawan sudah pasrah akan sikap Anggara saat ini dan tidak ingin memperparah keadaan begitu juga dengan Jalal. Ayla menatap gedung tinggi didepannya lalu melangkah masuk dan bertanya kepada reseptionist.

"Apa tuan Anggara ada diruangannya?" tanya Ayla. Wanita didepannya menatapnya aneh.

"Tuan Anggara tidak bisa di ganggu." jawabnya datar.

"Kenapa?" tanya Ayla bingung.

"Dia sibuk." jawabnya sinis melihat Ayla.

"Dilantai mana ruangannya?" tanya Ayla datar melihat wajah reseptionist.

"Untuk apa kau tahu?" reseptionist itu balik nanya.

Ayla menghela napas bosan, "Jawab saja aku pacarnya!" jawab Ayla tegas.

"Pacar?" wanita itu tertawa sinis mendengarnya.

"Apa?" tanya Ayla galak.

"Tuan Anggara sudah bertunangan dengan nyoya Dela."

Ayla terdiam mematung mendengar pernyataan wanita didepannya. Benarkah? matanya meredup sendu.

"Kalau kau tahu filosofinya maka tunggulah aku jika tidak bahagilah bersama orang lain."

Ayla tersenyum sendu, "Baiklah, katakan padanya kalau Ayla Gates berkunjung dan katakan salam dariku atas pertunangannya dengan Dela, selamat." ujar Ayla kemudian pergi meninggalkan gedung perusahaan.

Ayla menghela napas dan berusaha untuk tidak menangis meski hatinya terasa sakit dengan kenyataan yang dia terima.

"Aku ketakutan Ayla! Aku takut kau kenapa-napa! Apa kau pikir rasa cinta ku padamu selama ini hanya main-main?! Bahkan aku menolak banyak lamaran demi menunggu mu! Apa kau tidak memikirkan perasaan ku?!"

"Aku selalu menunggu mu selalu Ay, apakah penantian ku ini akan berakhir?"

"Kita sudah bersama selama dua puluh satu tahun Ay dan kita berpacaran sudah tujuh belas tahun, meski kita sering putus nyambung dan bertengkar tapi ketahuilah aku mencintai mu, aku mengkhawatirkan mu"

Semua kata-kata Anggara pada malam itu masih teringat dikepala Ayla, kata-kata itu berputar seolah sedang mengejeknya. Ayla berhenti melangkah dan mengadahkan tangannya untuk merasakan tetesan air hujan yang mulai turun, Ayla berjalan mendekat sebuah toko yang tutup untuk berteduh dibawahnya. Hujan semakin deras seolah menangis mewakili dirinya yang tidak dapat menangis saat ini. Lama Ayla berteduh tanpa dirasa seorang pria berambut merah ikut berteduh disampingnya.

"Ayla Gates." ujarnya menyebut nama Ayla, Ayla tidak menoleh atas merasa terganggu. Dia tahu siapa pria ini. Pria yang dulu sering datang hanya untuk mengobrol dengannya sewaktu SMA tapi Ayla mengabaikan. Disaat semua orang menatapnya sinis maka tidak dengan pria ini. Ayla bukan orang yang bodoh tapi dia tidak mau terlalu percaya diri dengan menyatakan kalau pria itu menyukainya. Pria nyentri, tanpa alis dan selalu punya kantung mata berwarna hitam dan sifat dinginnya yang membuat Ayla sering mengejeknya 'Panda kutub utara' pria itu juga saat ini berkerja sebagai dokter dirumah sakit Ambrawa, mereka lulus di sekolah kedokteran yang sama.

"Apa mau mu Dil?" tanya Ayla dingin.

"Aku akan ke Palestin." jawabnya.

"Lalu apa hubungannya dengan ku?"

"Cuma mau bilang itu saja, kenapa kau dingin sekali? Apa kau masih membenci Keluarga Andrea?"

"..."

"Aku akan ada disana untuk beberapa bulan, kau tahu rumah sakit tempat aku berkerja milik Anggara, perusahaan Purnomo dan Andrea ingin membangun negara itu menjadi maju. Setelah perang berkepanjangan akhirnya mereka akan akur, aku dikirim sebagai dokter relawan bersama Dela, kau tahu mereka sudah bertunangan." ujarnya menjelaskan tanpa tahu kalau itu cukup melukai hati Ayla lagi.

'Tanpa kau cerita aku sudah tahu panda!' ejek Ayla dalam hati.

"Membangun negara yang baru saja habis perang, pasti masih banyak bom yang berserakan disana." ujarnya.

'Tentu saja dan aku akan meledakkan kalian kalau kalian membuat masalah.' batin Ayla lagi.

"Haaaaaaaish..." Ayla berseru kesal dan menghentakkan kaki kanannya membuat pria disampingnya menatapnya aneh.

"Ada apa Ay?" tanyanya bingung.

"Kenapa harus dokter Ambrawa yang harus ke Palestin?!" tanya Ayla sambil berteriak keras, sambil menatap mata didepannya kesal.

"Salahkan Purnomo dan Andrea." ujarnya.

"Mau ke cafe? Aku yang teraktir."

SUN FLOWER'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang