Bayi

311 24 0
                                    

Aryan Septian Hartono Anak kedua dari keluarga Hartono yang terkenal kekayaanya mengalami duka mendalam setelah kepergian anak dan istrinya. Kecelakaan yang menewaskan Istri dan anak yang masih masih berusia 5 tahun dalam sekejap menjadi bercana besar bagi Aryan. Namun keterjutan itu belum juga berakhir malamnya ia menemukan Bayi dalam keadaan mengenaskan di depan rumahnya. Aryan tidak menyangka setelah orang terkasihnya pergi kini dihadirkan bayi yang entah dari mama asalnya.

"Papi.. Bayinya masih hidup kan pi?" Farel Aditama Hartono remaja 16 tahun itu menyambut baik kehadiran Asta.

Setelah melihat Asta yang lemah hanya di balut dengan selimut Farel histeris dan memanggil papinya untuk langsung di bawa ke rumah sakit.

"Masih... Kakak pulang aja ini udah malem." Farel menggeleng justru melangkah ke brangkar pasien. Ia menatap Asta yang masih terbaring lemah dengan keadaan yang terlihat sedikit lebih bersih dari pada sebelumnya.

"Papi adeknya kasian.. Farel jadi inget  Arkan." Mata farel memanas sembari memegang tangan kecil Asta yang mengepal. Ia mengelus lembut agar Asta tidak terganggu. Melihat kuku kotor itu Farel yakin kehidupan Asta sebelumnya tidak baik-baik saja.

"Papi Farel tetep mau jadi kakak.. Jangan buang adeknya ya Pi. Kita rawat aja Farel janji bakal nurut sama papi."

Aryan menghela nafas sebenarnya ia juga tidak tega melihat bayi kecil itu tergelatak di depan rumahnya dalam keadaan yang sangat memperihantinkan. Sekujur tubuhnya penuh luka dan sepertinya baru saja di siksa oleh seseorang. Dokter mengatakan bayi yang ditemukaanya itu telah mengalami kekerasan fisik untungnya Asta segera dilarikan kerumah sakit sehingga nyawanya tertolong.

"Kakak pulang aja dulu.. Papi ngehubungi onty friska buat nemenin kamu dirumah."

Farel menggeleng matanya masih fokus memandang wajah tampan Asta.

"Tidak mau... Kakak mau disini nemenin adek."

Aryan kembali menghela nafas. Ia tau betapa kehilanganya Farel ditinggal ibu dan adiknya. Remaja itu selalu menjadi anak yang baik dan menjaga adiknya ketika Maminya mengejakan pekerjaan lain. Farel menjadi abang yang baik, sifat manjanya hilang semenjak ia memiliki seorang adik. Aryan menjadi bimbang bagaimana respon keluarga besarnya ketika ia mengadopsi anak yang entah dari mana asalnya.

"Engggghh.. Hikhh Kaka.." Asta meringik dengan mata yang masih terpejam. Ia merasakan sakit disekujur tubuhnya.

"Papi adeknya nangis mau bangun.." Farel langsung mengintruksi Aryan.

"Di jaga adeknya. Papi panggil dokter." Farel mengangguk lalu megusap pipi Asta dengsn lembut..

"Ssstt.. "

"Kaka sakit.. Jangan pukul" Ringiknya kembali terdengar..

"Sstt.. Tidak ada yang pukul adek." Mendengar ada suara yang asing ditelinganya mata Asta terbuka secara perlahan. Ia kebingungan melihat ruangan yang serba putih dan bau seperti obat yang pernah di berikan Kakak Tio untuknya ketika sakit..

"Adek udah bangun?" Asta menoleh terkejut melihat orang asing didepanya. Dimana Kakak Tionya? mengapa ia bersama orang lain?

"Hikh.. Kaka.. Kaka dimana?" Air mata Asta mengalir deras memanggil Kakaknya yang sudah membuangnya. Bocah kecil itu mencoba bangun namun rasa sakit ditubungnya membuatnya kesusahan.

"Kakak disini.." Farel mencoba meraih Asta namun bocah itu justru ketakutan karena mengingat malam itu dirinya di siksa oleh Tio.

Farel bingung namun tidak lama Dokter dan Aryan datang. Dengan pelan Dokter menenagkan Asta dan memeriksanya.

"Sepertinya Asta masih trauma karena penyiksaan. Sering-sering diajak ngobrol dan kasih perhatian saja."

Aryan mengangguk dan berucap terimakasih kepada sahabatnya yang sudah rela menunda kepulanganya demi memeriksa dan melihat perkembangan Asta malam ini.

"Kaka Hikh..." Asta kembali menahan tangis melihat 2 orang yang tinggi dan besar di hadapanya. Walaupun wajahnya tidak menyeramkan tetap saja 2 orang itu sangan asing baginya. Ia mau Kakak Tionya? Dimana Kakaknya? Ia ingin Kakak Tionya.

"Kakak.."

Aryan tidak tega melihat bayi itu menangis, Tubuhnya kecil dibandingan dengan Arkan yang masih berusia 1 tahun sangatlah berbeda. Entah kehidupan yang Asta lalui Aryan pastikan Asta hidup sengsara.

Aryan mendekat dan duduk di kasur membuat Asta menghindar dan memiling memojok karena takut di pukul. Tubuhnya masih sakit..

"Jangan takut..." Asta semakin beringsut.. Namun justru membuat selang infus itu sedikit ketarik sehingga mengeluarkan darah. Asta meringis sungguh sakit ia menangis histeris. Dan untuk pertama kalinya ia menangis karena sakit dan meluapkan segala emosinya, rasa takut, rindu, gelisah, bingung menjadi satu.

Aryan meraih Asta dan menggedongnya. Bocah itu menangis keras dengan mata yang masih tertutup tanpa perlawan.

"Sstttt.. Tidak apa-apa." Seolah tau Asta sedang mengalami guncangan Aryan menenangkanya menimang kekanan dan kekiri dengan pelan hingga perlahan tangis Asta memudar dengan pipi yang masih basah kepala hang sebelumnya tersadar di dada Arya kini mendangak. Ia tersadar jika dirinya di gendong.

Begini ya rasanya di gendong. Sangat nyaman Asta ingin di gendong setiap hati. Kakinya sakit jika berjalan setiap hari karena sering tersandung dan terjatuh karena kakinya sendiri. Asta rindu Ibunya. Ingin di gendong ibu juga.

"Hikh... Huaaaa." Tangis Asta kembali keras membuat Aryan dan Farel bingung dibuatnya.

"Kakak minta tolong om Wira buat nyariin susu buat adek.." Farel mengangguk mengerti lalu pergi keluar sesuai perintah.

Aryan kembali menenangkan Asta yang masih menangis keras hingga sesegukan. Nafasnya tersendat-sendat karena tangisnya. Aryan mencoba mengajak bicara kemudian berjalan menuju kejendela. Pemandangan malam yang indah dengan gemerlap lampu. Bulan purnama dan bintang pun menghiasi malam yang indah ini.

Perlahan tangis Asta mereda sorot matanya fokus menatap pemandangan luar. Cahaya lampu menarik perhatinya hingga tubuhnya sedikit terjingkat ketika ada ledakan kembang api.

"Woahh?"

"Suka kembang api?"

Asta menoleh menatap wajah Aryan yang tampan itu. Matanya mengerjap polos ketika Aryan tersenyum menatapnya. Asta merasa asing dengan tatapan dan senyuman ramah itu. Ia tidak pernah diperlakukan sedemikian rupa.

"Kenapa?"

Asta tidak merespon ia memilih menyandarkan kepalanya di dada Aryan. Sekujur tubuhnya terasa sangat sakit.

"Papi ini susunya." Farel datang membawa bobol susu sesuai perintah Aryan. Pria itu membawa mengendong Asta sembari membawa infus ke sofa. Ia duduk dan membaringkan dengn lenganya sebagai bantalan. Bocah itu masih terdiam tanpa perlawanan karena sebenarnya Asta menahan rasa sakit karena lebam di sekujur tubuhnya. Ia juga merasakan pusing di kepalanya.

"Minum susu?" Asta tidak merespon matanya sayup seperti ingin tidur.

"Adeknya mau tidur pi.." Aryan mengangguk tetapi memilih memasukan dot itu kedalam mulut Asta.  Dengan lemah mulut itu menyedot susu yang selalu diidam-idamkan bayi itu. Enak sekali. Asta tidak tau 2 orang didepanya itu jahat atau tidak yang jelas Asta tidak pernah diperlkukan seperti ini oleh Ibu dan Kakanya. Asta ingin seperti ini. Seperti orang-ornag yang berada di taman saat dirinya memulung. Ia ingin diperlakukan seperti anak-anak lainya. Tanpa sadar dengan masih menikmati susunya air matanya menetes.

Aryan melihat itu lalu mengusapnya dengan pelan menatap Asta dengan kelembutan, Mengusap tubuh ringkih Asta dan sedikit di timang agar Asta tertidur. Hingga botol itu kosong Asta sudah berada didalam mimpinya. Aryan menghela nafas lega memindahkan Asta di kasur dengan perlahan.

Farel anaknya ternyata sudah terlelap di sofa. Pria itu melihat jam di tanganya menandakan pukul 12 malam pantas saja anaknya sudah tepar. Aryan memilih merapin barang-barang bawaanya namun tidak sengaja ia melihat kertasyang terselip di selimut milik Asta.

Namanya Astama Ghavindra
17 April 2021
Tolong rawat anak ini dengan baik..

GhavindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang