Reason To Live

50 8 2
                                    

Will I someday be able to act as someone's reason to live,

Even as they lament this world?

These are the words I have for you

My very first and very last words of love


AUTHOR POV


Hujan deras tengah membasahi kota Seoul pada hari itu. Begitu banyak orang berlalu lalang di jalan. Beberapa dari mereka mempercepat langkah kakinya atau bahkan berlari untuk segera mencari tempat berteduh. Banyak pun dari mereka yang mempercepat laju kendaraannya agar segera mencapai tempat tujuan. Namun tidak demikian dengan gadis berambut hitam pendek dan bertubuh kecil yang justru berjalan dengan tenang di bawah guyuran hujan sambil memegang payungnya dan memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana seolah tak mempedulikan keramaian kota Seoul. Ia hanya berjalan sambil menunduk, namun sesekali ia akan menegakkan kepalanya untuk melihat keadaan sekitar.


“Haahhh...” helaan napas yang berat keluar dari mulut gadis itu. Ia kembali berjalan sambil menunduk, namun kali ini langkah kakinya lebih berat.


WINTER POV


Entah apa yang tersirat dalam pikiranku hingga aku memutuskan untuk pergi keluar rumah di tengah hujan seperti ini. Apa boleh buat, aku sangat bosan sendirian di rumah. Selain itu, suara di kepalaku juga akan semakin terasa berisik jika aku terus mendekam di rumah. Aku berharap bahwa dengan pergi keluar seperti ini, aku mampu untuk mendistraksi pikiranku. Tapi, sepertinya cara ini juga tidak berhasil.


“Apa alasanku untuk hidup ?”


“Aku telah kehilangan itu semua.”


“Sejak orang tuaku meninggal, aku masih belum menemukan alasan kenapa aku harus bertahan.”


“Aku hanya mengikuti naluriku untuk bertahan hidup.”


“Walaupun tanpa tujuan....”


“Apakah mungkin suatu saat nanti aku menemukannya?”


“Alasan dan tujuanku untuk hidup...”


“Tapi, sampai kapan aku harus menunggu?”


“Ahh... Ini mulai terasa melelahkan...”


Aku mempererat cengkramanku pada gagang payung yang kubawa dan berlari tanpa arah, hingga langkah kakiku berhenti di dekat sebuah jembatan yang cukup besar namun sepi. Aku melihat di sana ada seorang wanita yang berdiri dengan tenang seolah hujan deras ini tidak mengusiknya sama sekali. Ia bahkan tidak menggunakan payung dan membiarkan hujan mengguyur tubuhnya. Arah pandangannya pun berubah-ubah, terkadang ia menatap ke atas kemudian memandang ke bawah.


“Sedang apa dia sebenarnya ? Apa dia tidak merasa kedinginan ?” Aku memutuskan untuk berjalan menghampirinya.


Aku telah berdiri di sampingnya, namun dia tidak menyadari kehadiranku. Akhirnya aku berinisiatif untuk berbagi payung dengannya. Karena wanita itu lebih tinggi, aku harus sedikit berjinjit untuk menyejajarkan tinggi badan kita. Wanita itu mendongak dan menyadari bahwa ada payung di atas kepalanya. Ia pun menoleh ke arahku dengan wajah yang datar dan tenang.


DEG! Entah kenapa aku merasakan degupan jantungku yang terpacu lebih cepat namun sesak. Entah perasaan apa ini, aku tidak bisa menafsirkannya. Aku memaksakan diriku untuk tersenyum padanya meskipun hanya senyuman tipis.


“Sangat cantik, tapi sangat dingin...” Begitulah pikirku. Meski tidak menunjukkan expresi apapun, namun sorot matanya menyiratkan rasa sakit yang mendalam.


“Apakah kau juga sama sepertiku ?”


Aku kembali menatap ke arahnya yang kini memandang ke bawah, ke arah sungai dengan arus yang mengalir sangat deras dan beberapa bebatuan yang menghiasinya. Tanpa sadar, aku juga mengikuti arah pandangnya dan akhirnya kita berdua pun saling terdiam untuk beberapa saat.


“Awkward” Itulah yang aku rasakan saat ini. Tapi aku sendiri juga tidak tahu harus membuka topik seperti apa.


“Aisshh apa aku akan terus berdiam seperti ini ?”


“Apakah kau juga menginginkannya ?” Wanita itu tiba-tiba membuka suaranya.


“Huh ?” Aku menoleh ke arahnya yang masih menatap ke bawah. Aku tidak mengerti maksud dari pertanyaannya. Tiba-tiba ia menatapku dengan senyuman nanar.


“Katakan, kau juga ingin terjun ke sana kan ?”


DEG! Perasaan itu datang lagi. Entah kenapa lidahku terasa keluh untuk menjawab pertanyaannya. Aku hanya diam dan kembali memandang ke arah sungai itu. Tiba-tiba pikiranku terasa sedikit kosong begitupun dengan perasaanku yang tenang dan menggebu-gebu disaat yang bersamaan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan diriku ?


“Arus deras itu terlihat sangat indah bukan ?”


“Ayo terjunlah.”


“!”


“Kau sudah tidak punya alasan hidup lagi kan ?”


“Apa yang kau tunggu lagi ?”


“Ayo terjun.”


“Terjunlah dan biarkan arus itu menghanyutkan tubuhmu dan semua rasa sakitmu.”


“....”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Want To Be Your Heart || WinRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang