Keping enam • Tersenyumlah putri

33 5 0
                                    

Putri harap tetap tersenyum,
Dunia semarak dengan itu...

(Catatan hati kesatria)

𓆦Happy reading𓆦

•••••••

"Liaaaaaaaaa Angelistaaaaa!! Lo gila apa hah?!". Seruan merusak gendang telinga terdengar di kelas 10b.

Dengan raut wajah kesal, pipinya yang tembam semakin mengembung. Wajahnya memerah berat. Napasnya kasar, berulang kali menghembuskan napas dengan berat. Dengan amarahnya yang besar, garis berperawakan gemuk itu berlari tersandung, terengah-engah gila. Degup jantungnya sangat cepat.

"Ndut, Lia cuma bercanda tau. Jangan lari terus, capek." Sebuah suara susu mulai mengeluh dengan nada genit.

Gadis gemuk yang dipanggil Ndut itu terengah-engah keras. Mendengar suara Lia, wajahnya memerah lebih dan lebih. Tangannya mengepal dan melepas. Ia mencoba mengatur napas dan amarah yang bergumul di dadanya.

"Li.a.a.nge.lis.ta!! Gua gamau tau ya! Lo harus balikin cokelat guaaa."

"Tapi..kan udah Lia kasih Tono". Suara susu itu mengeluh sedih. Bulu matanya yang panjang bergetar. Kepalanya menunduk sedih. Kakinya selangkah mundur. Tertulis di seluruh tubuhnya ' Saya korban! '

"Persetan!! Jangan akting sedih itu terus dah! Jijik gua, jijik! Gabakal gua kena umpan lo lagi".

"Ndut, Lia kan baik. Kasih cokelat itu karena Tono katanya laper, ngak punya duit juga. Kasian tau Ndut".

"Tapi kan jangan cokelat gua juga kali, lo ga modal banget sih! Kalo ngak punya duit, ngak usah banyak gaya kasih orang lain". Dengan amarah meletup-letup. Ndut berkata dengan emosi.

"Maaf Ndut. Lia ngak bakal lakuin lagi. Janji!". Ia menengadah, matanya terlihat tegas.

Dengan helaan napas panjang untuk kesekian ratus kali, Ndut mencoba menyelaraskan nafasnya.

"Lia, serius dah. Huh.." Dengan enggan Ndut berbalik kembali ke kelas.

Lia nyengir lebar.

' Untung ya Allah, untung ' . Dengan helaan nafas lega, Lia menepuk-nepuk dadanya.

"Hoy! Lo napa dah?", Suara Etra muncul dari belakang.

"Eh? Etra ngapain?", Agak linglung. Lia bertanya dengan suara bodoh.

Demetra tidak menjawab, ia melirik ke seluruh koridor yang sekarang sedang kosong. Dengan mata pencuri, lirik sana lirik sini dengan sembunyi-sembunyi. Demetra melangkah ke depan, mendekati Lia.

Kemudian ia berbisik, "Li, gua punya kabar sesuatu hal yang sangat luar biasa".

"Apaan?". Lia mengerutkan kening.

"Gua punya motor baru". Demetra nyengir lebar.

"Oh..yaudah. Kirain apaan dah". Lia melengos, berbalik dan berjalan kembali ke kelas.

Demetra menggaruk kepalanya, senyumnya yang konyol masih bertahan. Ia dengan suasana hati bahagia berjalan kembali ke kelas.

°°°

Rumah

"Kak Lia, Kak Lia, Kenan punya pelmen. Mau ngak?". Suara susu terdengar dari ambang pintu.

Lia melirik ke arah Kenan. Sinar matahari menyoroti wajah bayinya. Menambah sentuhan kehalusan. Ia tersenyum standar, senyumnya tidak sampai matanya.

Melihat senyum kakaknya Kenzo berlari dengan senyum lebar. Tangannya terentang lebar, mencoba memeluk Lia. Lia yang masih tersenyum, mengambil Kenan ke pangkuannya.

"Kak, ini pelmen nya. Enak! Kenan juga suka". Kenan menyerahkan sebungkus permen berwarna putih di tangan gemuk berdaging nya.

Lia melirik permen yang di serahkan Kenan. Mengambilnya dan mengendusnya lembut.

Bau susu yang kuat menyeruak ke dalam hidungnya. Lia tersenyum, matanya menyipit seperti bulan sabit. Hal yang paling Lia suka adalah hal yang manis, terutama permen. Ia membuka bungkusannya dan memasukkan permen ke dalam mulutnya. Di mulut, permen terasa sangat manis dengan sisa pahit. Tapi Lia suka itu. Matanya menyipit gembira.

Kenan menatap lurus ke arah kakaknya Lia. Melihat senyum lebar kakaknya. Kenan dengan antusias menarik-narik tangan kakaknya. Dengan mata bersinar, ia bertanya dengan semangat.

"Kak enak kan?! Apa Kenan bilang". Membusungkan dada, Kenan menepuk dadanya dengan bangga.

Lia kembali ke kenyataan. Dia menarik senyumnya. Menghadap Kenzo dengan wajah bangganya. Lia hanya menepuk kepalanya ringan. Menurunkan Kenan dari pelukannya, Lia berbalik. Kenan hanya menatap kakaknya dengan linglung. Tapi Kenan tidak memikirkan nya lagi dan berlari ke arah ruang tamu.

Lia berjalan melewati taman. Taman yang sama, waktu yang sama. Ia berjalan agak linglung. Ketika Lia bermain dengan Kenan tadi. Tiba-tiba ia teringat kakaknya. Kakaknya pun pernah melakukan hal yang sama.

Ingatannya terulang kembali saat ia berumur 10 tahun. Ia baru saja berada di kelas 4 sekolah dasar. Sedangkan kakaknya Frans, ia baru selesai kelas. Di ingatannya yang agak kabur, Lia melihat kakaknya Frans yang berperawakan tinggi, kulit sawo matang, dengan fitur wajah biasa. Di hadapan fakta itu, Lia dengan kakaknya Frans sering di anggap saudara palsu. Karena ketidaksamaan warna kulit dan wajah tampan atau cantiknya. Bagi Lia semuanya omong kosong.

Frans kakaknya, sedarah. Kita mirip kok. Kalian saja matanya buta.

Lia sering mengutuk di dalam hatinya. Tapi se-kesal apapun Lia. Ia selalu ingat ajaran ibunya. "Jaga lidahmu nak, jangan nyakitin orang dengan perkataanmu". Lia mengangguk setuju dengan perkataan ibunya. Dari kecil ia selalu sangat patuh pada ibunya. Apapun yang dikatakan ibunya, itulah yang akan dia lakukan.

Di pikir-pikir sekarang lagi. Lia merasa konyol. Tapi ya sudahlah itu masa lalu.

Pada suatu ketika Lia umur 10 tahun baru selesai menulis semua ulangan akhir semesternya. Lia mendapat kabar yang membuatnya tidak mengerti, dan enggan. Ibunya meninggal. Lia kosong, matanya memerah, air mata turun ke pipinya. Dengan jeritan ia menangis keras.

Kakaknya Frans, datang ke pintu kelas. Ia melirik sekilas ke arah kelas. Berbicara dengan guru yang sedang mengajar dan meminta izin membawa adiknya pulang. Lia yang sedang meraung tangis bergegas memeluk kakaknya.

Frans membawa Lia ke luar kelas. Lia terseret di koridor, jantungnya masih berdetak keras. Sangat keras, hingga ia bisa mendengarnya dengan sangat jelas dentuman tiap detiknya. Lia menangis dengan keras. Frans yang kewalahan membawa Lia yang menangis keras hanya bisa menyeretnya dan menutup mulutnya.

Sesampainya di mobil dengan banyak usaha. Frans memeluk adiknya dengan keras. Ia menepuk punggung adiknya dengan lembut. Lia menangis se-segukan. Ia terus bersembunyi di dada sang kakak. Menangis dan menangis. Dia tak mengerti semua ini. Terlalu tiba-tiba bagi anak seperti dia.

Rumah penuh dengan suasana duka. Hilir mudik orang berbaju hitam, pelayat ada di mana-mana. Banyak orang, tapi suasana di rumah sangat sepi. Ketika Lia dam Frans tiba dan muncul di depan pintu. Mereka melihat peti mati ibunya di tengah ruangan. Di kelilingi beberapa kerabat dekat yang sedang mendoakan.

Melihat itu, Lia kecil berlari ke arah jenazah ibunya. Ia mengguncang jenazah ibunya dengan agak kasar.

"Mah, bangun! Lia ngak mau sendirian". Lia memeluk erat tubuh ibunya. Meskipun Lia masih anak-anak. Ia tahu, ibunya pergi selamanya. Tidak pernah kembali lagi. Mengingat itu dia menangis lebih parah. Air mata dan ingus menyatu.

Frans yang sedang menonton di belakang Lia hanya menitikkan air mata diam-diam.

Frans maju dan mengambil adiknya. Membawanya dengan paksa ke taman belakang rumah. Membujuknya dengan hal manis-manis. Memberinya permen dan perkataan yang sangat manis bahwa ibunya bahagia di surga dan tersenyum menunggunya. Lia tersenyum kembali dan melupakan semuanya sementara. Karena kata ibunya bahagia.

°°°

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang