AMAKURA KIRIKA

9 0 0
                                    

Amakura Kirika (天倉 霧花)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amakura Kirika (天倉 霧花)

13 July 1968 - 31 Agustus 1983

———————————————

"To die, to sleep -

To sleep, perchance to dream - ay, there's the rub,

For in this sleep of death what dreams may come..."

———————————————











Orenya tomodachi koibito inee.

Sore wa ore ga kuroshi takara.


Tidak akan ada lagi senyuman khas ceria di wajah gadis bermarga Amakura seperti mereka pertama kali bertemu, seperti ia menyapa seluruh murid Teiou. Tubuhnya kini sudah dipenuhi oleh darah. Bukan darah mereka melainkan darahnya sendiri. Hujaman benda tajam yang seharusnya mematikan fungsi berjalan sanggup dirinya tahan. Walau harus tertatih sekalipun, walau sampai tidak mampu lagi menggerakkan tubuh, walau harus mengalami mati rasa, segala cara akan ia pergunakan untuk menghabisi mereka. Penghianat dan kekasihnya.

Mereka harus mati. Harus!

Ia tidak peduli bagaimana raut wajah pemuda berwajah cantik itu begitu jijik ketika jemarinya mengusap darahnya sendiri ke wajah, ketika bagaimana Ia menikmati rasa amis bercampur hambarnya besi dan bau mesiu yang menyatu menjadi satu. Kirika hanya tersenyum tipis dengan seringai iblis tepatri. Sorot matanya tidak lagi mencerminkan dirinya, kini ia adalah iblis sang pencabut nyawa. Hidup yang menumpangi sang dara bertubuh kecil, membantunya untuk menghabisi mereka, terlebih lagi perasaan senang itu akan semakin bergejolak ketika arahnya mengenai gadis yang telah merusak semuanya.

Merusak perjanjian yang terucap tanpa tertulis di atas kertas, membuat salah satu utusan Negara menyimpang dari jalurnya. Membuat semuanya berantakkan. Kirika membenci ketika harus ada penghianat diantara mereka. Terlalu sangat membenci, hingga alangkah lebih baik mereka semua mati ditempat ini tanpa ada satu yang tersisa.

Lagi, tubuhnya gontai. Serangannya sama sekali tidak mengenai pemuda cantik itu. Sang adam mampu menghindari serangannya dan dirinya hampir kembali terjatuh. Kapak dalam genggaman tangannya seharusnya mampu ia ayunkan dengan sangat baik, bukan seperti ini, tindakkannya malah membuatnya terlihat sangat bodoh. Amakura Kirika, gadis boncel mencoba membacok mereka yang jauh lebih tinggi, percuma saja. Entah apa, baginya tatapan mereka terkesan mencemoohnya, merendahkan dirinya, terutama kata-kata itu;

"Menyerah saja, Amakura!"

"Tidak mau! Sampai mati pun aku tidak akan memaafkan kalian." Sampai jiwa ini terlepas ia tidak akan pernah memaafkan seorang penghianat Negara. Katakanlah doktrin dari keluarganya begitu kuat. Ketika sedari kecil dirimu diracuni harus tunduk pada Negara, walau kau memang menyukai negara lain selain negaramu. Kirika selalu diingatkan, selalu dan akan selalu: 'Ingat dari mana kau berasal. Kau boleh membuang semua apa yang kau suka, boleh tidak memperdulikan apapun. Tapi ketika Negara membutuhkanmu disitulah kau harus kembali ke asalmu.' Dan ia selalu didoktrin bahwa penghianat Negara tidak boleh dibiarkan hidup.

Tidak boleh.

Menyeret tungkainya, Kirika mengabaikan rasa sakit yang semakin menjalar ditubuhnya. Sama sekali tidak peduli bagaimana ekspresi mereka kini. Obsesi atas nama kebanggan Negara yang masih dapat membuatnya berdiri tegap dan masih tidak mengijinkan jiwanya pergi sebelum titik itu berakhir. Ia pun kembali terkekeh kepalanya sedikit dimiringkan tersenyum dan menempelkan satu telunjuk dibibir. Kapaknya diangkat seraya menyeret kakinya yang sudah hampir tidak mampu berjalan. Tapi sebelum ia mengayunkan.

Yang terdengar hanya rentetan suara senjata. Begitu dekat, terdengar jelas. Satu persatu, timah panas menerjang tubuhnya, satu persatu menembus, bahkan mungkin saja ada yang bersarang di dalamnya. Kapaknya terjatuh seketika, tangannya seakan tidak mampu lagi merasakan genggaman. Rasanya begitu panas, tubuhnya terasa panas "Uggguhk!!" Kirika hanya dapat merasakan bagaimana darahnya terus mengalir merembas. Pelan punggung tangannya mengelap darah yang keluar dari mulutnya. Bahunya naik turun mencoba untuk bernapas dengan susah payah. Ia tahu ini adalah batas akhirnya tapi lagi, obsesi yang masih mampu membuatnya tetap terus memancarkan rasa benci.

"Daikirai!"

Dan ketika satu langkah lunglai, tangan yang terangkat seakan ingin mencekik. Pedang menebas tubuhnya. Memberikan salam penutupan akhir dari Amakura Kirika. Ia hanya terdiam membisu, sekan menyesali apa yang pernah ia perbuat, menyesali kenapa sejak awal ia tidak membunuh mereka. Lalu tidak mati dipermalukan oleh para penghianat.

Nande?

Nande?

Satu tarikan napas berat, menghantarkan pada memori yang tersimpan. Bayangan teman-temannya di Shutoku. Janji yang ia pernah ia buat untuk Uehara Yuuga, kini tidak mampu ditepati. Miris, ketika ia berjanji dengan bangga, kenyataannya tidak mampu ditepati. Sama sekali tidak mampu ditepati. Apa yang akan pemuda itu katakana padanya? Apa? 'Amakura Kirika seorang pembohong?' tidak Kirika bukan seorang pembohong, ia hanya tidak mampu memenuhi janji dan kembali.

Gomenne Yuu-kun. Gomenne!

Satu tarikan napas yang semakin berat pun kembali menghantarkan pada pemuda yang selalu menjadi pusat perhatiannya. Terlihat lemah, namun begitu kuat, terlalu kaku namun bisa begitu menyenangkan ketika sedang membahas sesuatu kesukaannya. Seharusnya pada malam itu, Kirika menyatakan semuanya atau sebelum langkah kakinya pergi ia mengatakan perasaannya. Payah, Kirika benar-benar payah. Bahkan dalam hal ini termasuk dalam hal apapun. Ia tidak mampu mengatakannya terlalu ragu dan sekarang benar-benar menyesalinya. Biarkan aroma pemuda itu menjadi kenangannya tanpa batas akhir dari mimpi.

Gomenne Aki-kun. Gomenne! Karena aku telah menaruh hatiku padamu. Walau pada akhirnya aku tidak pernah mendapatkan apa-apa. Tidak apa-tidak apa. Kirika senang bisa bersamamu walau hanya sesaat. Gomenne, boku wa suki dayo.

Dan satu tarikan napas terberat lepas begitu saja. Jiwanya terlepas begitu saja bahkan kini ia bisa melihat tubuh tanpa jiwa itu tumbang dan tidak akan mampu berdiri lagi untuk selamanya. Miris Kirika bahkan dapat melihat tubuhnya sendiri bermandikan darah, berada dalam dekapan sang penghianat, Hideyoshi Katsuo. Kirika hanya mampu memandang dalam diam, melihat apa yang dilakukan Katsou-nii padanya. Memeriksa bahwa ia tidak lagi bernyawa? Atau jika ia masih ada di dalam tubuh itu akan dihabis lebih parah dari ini?

Tapi yang dilakukan pemuda berparas cantik itu sebaliknya. Menutup matanya yang masih memancarkan perasaan masih ingin bertahan dan sesal. Membersihkan noda darah di wajah miliknya yang kini bukan menjadi miliknya lagi, merapihkan rambutnya yang teracak-acak dan membaringkannya seakan tubuhnya begitu berharga. Kirika hanya mampu menutup mulutnya, menahan isak tangis dan kalau seandainya ia punya napas mungkin dadanya akan terasa sesak. Seorang penghianat melakukan dirinya begitu baik, bukan sebagai musuh dan salam penghormatan terakhir untuknya.

Jika terjadi sebaliknya? Kisah apa yang akan terjadi dan akankah aku tetap mati dalam kondisi seperti itu?

Amakura Kirika kini adalah jiwa tanpa raga, melayang mendekati dan berbisik kecil "Arigatou, senang bisa mengenal dan menguji kemampuanmu. Kirika mengaku menyerah untuk kali ini." Tidak untuk dikehidupan mendatang dan omong-omong ia masih punya hal lain yang masih belum diselesaikan. Tidak masalakan mengunjungi mereka dengan wujud seperti ini. Kepalanya lalu menoleh, membungkukkan badan. Ia tidak peduli hasil akhirnya seperti apa. Awas saja kalau pemuda cantik itu tidak bertahan hidup, akan ada duel di alam selanjutnya.

"Sayonara, Hideyoshi Katsuo!"

Pun pada akhirnya ia tidak mampu membuat Akuzawa Tadashi-san bangga.

Last Time (Game Over)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang