Bab 2

10 2 0
                                    


Kertas-kertas jahanam itu telah rampung dikerjakan keesokan harinya. Saniwa naik ke meja, lalu berteriak "banzai" sekuat tenaga sampai suaranya terdengar di pekarangan. Yamanbagiri merabahkan tubuhnya di atas tatami, lega karena akhirnya dapat beristirahat setelah tidak tidur semalaman.

"Yamanbagiri … oi … Yamanbagiri!"

Yamanbagiri membuka matanya. Kesadarannya seolah tersedot oleh rasa kantuk dan lelah yang ditahannya selama semalam suntuk. Ia melihat Saniwa berjongkok di dekatnya.

"Kau tidak akan tidur di sini, kan?" Wajah Saniwa terlihat tidak rela.

Dengan didera rasa pening di kepala, Yamanbagiri bangkit dari posisi tidurannya.

"Otsukare…," ucap Saniwa sembari tersenyum singkat. Itu saja sudah cukup membayar rasa lelah Yamanbagiri.

"Otsukaresama…," balas Yamanbagiri.

Ia lalu bangkit, meninggalkan ruangan Saniwa begitu saja. Shoji tertutup rapat begitu ia keluar. Saniwa juga butuh privasi, pikirnya. Ia berjalan dengan gontai menuju ruangannya. Beberapa toudan menyapanya ketika berpapasan dan ia membalas sekenanya.

"Kau sudah kembali rupanya, Kyoudai. Otsukare!" sapa Horikawa Kunihiro saat Yamanbagiri sampai di ruangan mereka.

Para toudan di Honmaru ini memang menempati kamar yang sama dengan toudan lain yang menjadi saudara mereka. Biasanya, toudan tersebut masih satu penempaan atau pernah bersama di masa lalu mereka.

"Otsukare…," balas Yamanbagiri dengan suara lirih yang hampir tak terdengar.

"Kyoudai, kau tampak seperti mayat hidup!" srh Horikawa. Ia tidak berlebihan. Dengan wajah pucat dan mata yang mati itu, Yamanbagiri memang tampak seperti mayat hidup. Horikawa berniat membantu Yamanbagiri, namun bantuannya itu ditolak.

"Aku tidak apa-apa," ucap Yamanbagiri. "Hanya butuh istirahat."

"Oh! Kyoudai! Kau sudah kembali rupanya! Ayo, berlatih denganku! Ka Ka Ka!" ucap Yamabushi penuh semangat. Ia tengah mengepak barang, hendak pergi berlatih dengan toudan lain yang ingin merasakan sensasi berlatih di pegunungan.

"Dia tidak tidur semalaman, lho. Biarkan dia istirahat," protes Horikawa.

"Maaf, Yamabushi. Aku akan ikut lain kali." Yamanbagiri mulai tenggelam dalam futon.

"Sayang sekali. Kalau begitu, aku berangkat dulu!" Setelah mengatakan itu, Yamabushi pun pergi keluar ruangan.

"Hati-hati!" seru Horikawa, yang dibalas lambaian tangan oleh Yamabushi. Ia lalu kembali pada Yamanbagiri. "Kyoudai, bagaimana kalau sarapan dulu?"

Tidak ada jawaban. Hanya terdengar dengkuran halus dari futon Yamanbagiri. Horikawa menghela napas dan tersenyum maklum melihat Yamanbagiri yang kelelahan.

"Mungkin lebih baik aku membuatkannya sarapan untuk menambah energi." Horikawa meninggalkan ruangan mereka.

Shoji digeser. Kegelapan pun menyelimuti ruangan itu. Hanya ada Yamanbagiri sendirian di sana.

***

Bau gosong menguar di seluruh penjuru. Samar-samar, Yamanbagiri juga mencium bau daging terbakar. Butuh beberapa detik baginya untuk bangkit dan mendapat kesadaran sepenuhnya. Matanya menangkap pemandangan yang tak ingin ia lihat. Seluruh Honmaru dilalap api.

Lagi? Batinnya.

Ia sadar betul kalau ini semua hanya mimpi belaka. Mungkin kelanjutan dari mimpi yang sebelumnya. Namun kali ini, semuanya tampak begitu nyata. Baunya, suaranya, bahkan rasa panasnya terasa menyengat tubuh Yamanbagiri.

Everything I WantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang