Langit telah gelap ketika Yamanbagiri sadarkan diri. Selang infus terpasang di punggung tangannya. Bisa ditebak ia kini berada di klinik Yagen. Saniwa memang membuatkan ruangan khusus bagi Yagen untuk menangani toudan yang sakit atau terluka. Bisa dibilang, Yagen sudah menjadi dokter resmi di Honmaru ini.Pening mendera kepalanya, tetapi tidak separah pagi tadi. Ia tidak ingat apa pun selain jubah putihnya yang dicuci oleh Kasen. Oh! Jubah putih!
Yamanbagiri baru menyadari bahwa di sampingnya ada kain putih berbau lavender. Ia mengambil jubah kesayangannya itu dan mencium baunya yang segar dan menenangkan. Kapan terakhir kali jubahnya sewangi dan selembut ini ya? Ia merasa bersalah telah memarahi Kasen pagi tadi.
Kelambu disibak. Yagen pun muncul dari baliknya dan tampak terkejut melihat Yamanbagiri yang sudah sadar.
"Y-Yagen-san!" Yamanbagiri setengah berteriak. Wajahnya memerah semerah tomat karena ia tertangkap tengah melakukan hal yang aneh.
Yagen memalingkan wajahnya, mencoba sebisa mungkin untuk tidak melontarkan komentar atau tertawa melihat reaksi Yamanbagiri. "Aku akan berpura-pura tidak melihatnya."
Yamanbagiri segera memakai kembali tudungnya.
Merasa sudah aman untuk melihat, Yagen pun mendekati Yamanbagiri. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku merasa lebih baik, tapi masih sedikit pening. Bisakah kau mengatakan apa yang terjadi padaku?" Yamanbagiri berkata terus terang.
"Kau pingsan di halaman belakang. Kasen yang membawamu ke sini."
Yamanbagiri menghela napas. "Aku telah merepotkan banyak orang."
"Jangan khawatirkan itu. Yang penting kesehatanmu dulu."
Yamanbagiri terdiam, memandang Yagen dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.
"Ada apa dengan tatapan itu?" Yagen mulai merasa jijik dengan tatapan Yamanbagiri.
"Aku hanya merasa sifatmu sedikit lebih ramah dari biasanya."
Perempatan merah imajiner muncul di pelipis Yagen. Jika orang di depannya bukan Yamanbagiri, ia pasti menyemprotnya dengan kata-kata kasar? Memangnya selama ini aku tidak baik, hah? Batinnya.
"Yagen," panggil Yamanbagiri.
"Apa?" jawab Yagen ketus.
"Belakangan aku bermimpi tentang Honmaru yang terbakar."
Cerita itu sepertinya menarik atensi Yagen. "Honmaru yang terbakar?"
Yamanbagiri mengangguk, lalu menceritakan apa yang ia alami dalam mimpi pada Yagen.
"Menurutmu apa arti mimpi itu?" tanya Yamanbagiri setelah mengakhiri ceritanya.
Yagen menyentuh dagunya, tampak berpikir. "Entah… ada yang bilang mimpi hanya bunga tidur. Namun, bagi sebagian orang, mimpi bisa jadi peringatan untuk kesehatan orang itu. Misalnya, seperti terlalu stress atau kecapaian. Sepertinya itu adalah hal yang biasa terjadi."
"Saniwa juga bilang begitu."
"Mimpi bisa jadi pertanda kalau kau butuh istirahat. Dalam seminggu ini, kau tidak boleh terlalu kelelahan atau begadang semalaman."
"Begitu, ya? Terima kasih."
"Tenang saja. Aku sudah memberitahu Saniwa tentang keadaanmu."
"Nanti dia kerepotan lagi."
"Kau terlalu banyak khawatir. Sudah kubilang, yang penting kesehatanmu dulu."
"Sudah kuduga sifatmu sangat berbeda dari biasanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything I Wanted
FanfictionYamanbagiri merasa tak ada yang spesial dalam dirinya. Dia hanya berguna bila berada di dekat Saniwa. Suatu hari, Saniwa tak lagi membutuhkan bantuannya. Dapatkah Yamanbagiri bertahan?