"Apakah itu Hana?" Ucap Motaz dalam hati ketika ada seorang perempuan masuk ke dalam rumah tersebut.
Entah mengapa Jantung Motaz berdekup kencang tak beraturan, padahal ia hanya melihat wanita tersebut dari belakang. Ada rasa rindu, penasaran bahkan takut tidak diterima oleh Hana. Rasa ingin berlari karena takut dan gelisah Motaz rasakan, tetapi hati Motaz tidak mau semuanya berujung sia-sia. Ia tetap bertahan duduk menunggu, walaupun pemilik warung mulai terlihat kesal.Ketika wanita itu keluar kembali, Motaz meneliti dengan jeli wanita tersebut, ternyata tak ada sedikit pun mirip dengan Hana nya dulu, jantung Motaz mulai bergerak dengan normal, karena ia yakin wanita tersebut bukanlah Hana.
"Pak, wanita itu pemilik rumah hijau itu, ya?"tanya Motaz kepada pemilik warkop, memberanikan diri.
Pemilik workop pun melihat ke arah rumah Hana dan melihat wanita tersebut, "Bukan, Dek. Itu saudara sepupunya" jawab pemilik warkop.
"Memang kenapa, Dek?" Tanya pemilik warkop penasaran.
Motaz mencoba tenang, dan mencoba mencari jawaban yang pas.
"Saya sedang mencari rumah, dan sepertinya rumah itu cocok," jawab Motaz mencari alasan dari pertanyaannya.
Pemilik warkop mengira Montaz mau membeli rumah tersebut mengatakan, " sepertinya rumah itu tidak akan dijual, Dek. Walaupun ayahnya sudah meninggal, tetapi anak perempuannya sangat sayang dengan rumah tersebut," jelasnya.
"Oh, begitu ya, Pak" ucap Motaz datar, tetapi hatinya bertanya.
"Sudah berapa lama, Pak?" Tanya Motaz, penasaran.
,"sudah lama, sekarang anak perempuannya yang membiayai adiknya kuliah, setahu dan sepenglihatan saya, dia gak pernah libur kerja, kasihan sih" ucap pemilik warkop tsb
"Sudah menikah, Pak?" Lagi-lagi Motaz tidak dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya
"Belum, saya belum pernah melihat dia bawa laki-laki ke rumahnya" jawab pemilik warkop.
Ada sakit yang menyelinap di dada Motaz, mendengar jawaban dari pemilik warung tersebut."Ya, Allah, pertemukan lah kami dalam keridhoanmu. Jangan biarkan hatinya kecewa ketika bertemu denganku!" Doa Motaz di dalam hati.
Motaz semakin lama semakin gelisah, dilihat jam di handphonenya, sudah menjelang magrib, tapi belum ada tanda-tanda hadir."Nah itu dia pemiliknya, coba tanya langsung aja!" Perintah pemilik warung
Tersebut kepada Motaz.Motaz mencoba menoleh untuk mengetahui wajah Hana yang sekarang, tetapi ketika ia melihat wajah Hana, seketika tangannya bergetar, jantungnya seakan-akan berhenti berdetak, ia merasa tidak percaya dengan apa dilihatnya, "Hana!" Ucap Motaz.
"Mas kenal?" Tanya pemilik warkop
Kepada Motaz.
"Teman kerja, Pak!" Jawab Motaz
Bapak pemilik warkop menganggukan kepala tanda mengerti.
Ketika melihat Hana dari kejauhan Motaz hanya terdiam, sekujur tubuhnya terasa dingin, ia merasa tidak percaya bahwa Hana yang ia cari ternyata sudah ia temukan ketika awal bekerja.
Masih jelas bagaimana wajah ramah Hana yang dulu, berubah dengan wajah yang galak dan judes saat ini.
Ada rasa kecewa dalam diri Motaz. Namun dengan perlahan Motaz mencoba meredam rasa kecewa dengan meminum kopi, ia mencoba merangkai alasan dalam benaknya, kenapa Hana bisa berubah drastis.
Motaz mencoba menarik kesimpulan dari cerita yang ia dengar tadi, akhirnya ia mulai dapat meredam rasa kecewanya dan memaklumi hilangnya Hana yang ia kenal dulu, yang kini berubah dengan Hana yang jutek."Maafkan, aku Hana, aku belum siap jujur kepadamu" bisik Motaz sambil menghabiskan kopinya dan berlalu pergi.
****
"Tak bisa lagi aku mengenalmu seperti dulu" ucap Hana sembari melihat album foto masa kecilnya.
"Kita sudah sama-sama dewasa, dan engkau lebih kuat dari ku, engkau sudah bisa menjaga dirimu, tidak seperti dulu" ucap Hana, seakan-akan berbicara langsung di depan Motaz.
"Bertahun-tahun kita tidak berjumpa, aku yang sekarang sudah tidak bisa tersenyum lepas, walau harus berpura-pura" ucap Hana"Rasa sakit yang aku dapatkan dalam hidup ini, sudah merubah aku yang sebelumnya, maafkan aku Motaz, aku akan pura-pura tetap tidak mengenalmu, sebagai sahabatku"
Hana menyimpan foto lama tersebut di dalam sebuah buku yang sudah usang.
"Maaf ...," ucap Hana sembari menyimpan buku ke dalam rak yang tersusun rapi.Hana berbaring di atas kasurnya, tetapi pikirannya berkeliling ke masa yang sudah terlewati, terlintas dipikirannya bagaimana warna warni masa merah putih yang ia lewati bersama Motaz. Ada getaran dan kehangatan merasuki dada Hana, dan terasa menenangkan.
"Apakah bisa, aku bersikap biasa-biasa saja, jika bertemu Motaz?" Pikir Hana.
"Maafkan sikap kasarku, Motaz"
"Sudahlah, lebih baik aku sekarang fokus cari biaya Rafa kuliah!" Tegas Hana kepada dirinya.
Hana pun berusaha memejamkan mata, walaupun ia belum dapat tertidur.
*******"Kak! Kak! Bangun Kak!" Panggil Rafa sambil mengguncang guncang tubuh Hana, panik.
Hana membuka mata dengan perlahan, ketika akan bangun, entah kenapa tubuhnya terasa berat.
"Kamu sakit, Nak!" Ucap ibu Hana sembari memegang kening Hana, Hana menggelengkan kepalanya, tanda tidak setuju.
"Biar adekmu antar ke klinik depan, ya!" Kata Ibu.
Hana berusaha duduk dan berkata, " Gak usah, Bu. Ini demam biasa, karena kemarin kehujanan, in sya Allah setelah minun obat sembuh kembali" ucap Hana.
"Kok Ibu dan Ade bisa di kamarku?" Tanya Hana keheranan.
"Tadi Kakak teriak-teriak. Jadi kita panik, langsung masuk ke kamar kakak." Jawab Rafa.
"Kakak rindu ayah, ya?" Tanya Rafa.
Hana menghela nafas dan berkata "iya, Dek"jawab Hana.
"Kakak harus kerja" Hana berusaha bangun.
Rafa mencegah Hana dan berkata "maaf, Kak. Tadi Rafa sudah hubungi kantor bahwa kakak tidak masuk karena sakit, maaf ya, Kak" ucap Rafa penuh rasa bersalah.
" Oh gitu, tidak apa-apa, Dek" ucap Hana. Ia pun berbaring kembali.
"Semoga saja hanya nama ayah yang aku panggil, jangan sampai nama yang lain" Pikir Hana.Ibu dan Rafa keluar kamar, agar Hana dapat beristirahat. Tetapi tak lama kemudian Rafa kembali lagi, sembari membawa dua kantong plastik.
"Dari siapa, Dek?" Tanya Hana.
Rafa menggelengkan kepala, sambil menjawab "Gak tahu dari siapa, tapi katanya dari temen kerja" jawab Rafa.Dalam hati, Hana bertanya-tanya, "siapa yang mengirim roti dan buah ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana
General FictionMenjadi tulang punggung keluarga, membentuknya menjadi gadis yang keras. Hana harus memilih mengubur mimpi dan menjadi gibahan semua orang hanya untuk kebahagiaan keluarganya. Ketika ia membuka hati, ternyata cinta yang salah yang ia dapati. Aka...