Untuk Putri yang Sedang Berjuang

3 0 0
                                    

Empat tahun lalu, ketika kita masih berstatus mahasiswa baru, hubungan kita tidak sedekat sekarang. Aku yang punya kepribadian keras, dan kamu yang tegas tapi berhati lembut. Ketika aku sudah buka bicara, tanpa sadar kadang aku menyakiti hatimu walau tidak berniat demikian. Terkadang, kita bertengkar karena hal itu. Satu hal yang bisa buat kita akur adalah bersama-sama memaki perbuatan orang yang kurang benar pada teman-teman kita. Dulu sih, rasanya aku banyak kesalnya. Tapi sekarang, lucu kalau diingat lagi. Sebuah ingatan yang menyenangkan bagiku.

Waktu berlalu dengan ritme yang sesuai. Mau diucap lambat, juga tidak selambat itu. Tapi dikatakan cepat juga sebenarnya tidak secepat yang dibayangkan. Aku dan kamu, kita berdua sama-sama berkembang. Banyak kejadian dari ke dua belah pihak yang membuat kita berdua banyak berubah. Aku yang dulunya bicara tanpa pikir dahulu, kini sudah paham bagaimana caranya bicara dengan kosa kata yang pas tanpa menyakiti hati orang lain. Dan kamu, yang dulunya mudah menangis ... Ya, sekarang masih mudah menangis, sih. Tapi aku bisa melihat kalau kamu sudah jadi jauh lebih kuat sekarang. Entah apa yang terjadi di tahun tahun itu, sepertinya aku harus tanyakan langsung padamu. Jelasnya, aku bangga karena kamu sudah jadi sekeren sekarang.

Dari waktu ke waktu, frekuensi bicara kita jadi lebih banyak. Aku agak sedikit menyesal, kenapa kita baru bisa jadi sedekat itu ketika kita sudah di semester akhir, ya? 'Kan jadinya kita hanya punya sedikit waktu untuk bisa meluangkan waktu bersama-sama secara fisik. Tapi tidak apa-apa. Aku cukup senang dengan berkembangnya pertemanan kita sekarang.

Aku masih ingat sekali, hari di mana kita —atau aku, lebih spesifiknya— berbicara soal kesulitan yang dialami. Setiap aku bicara soal masalah keluarga, masalah pendidikan, masalah percintaan, atau bahkan masalah kesehatan mentalku, kamu selalu menyimak dengan wajah yang terlihat khawatir. Bukannya aku senang karena membuatmu khawatir, tapi aku senang karena ternyata ada orang yang bersimpati dan peduli padaku. Setelah sekian tahun menjadi tertutup dan tidak bicara banyak soal masalahku pada orang lain, sepertinya aku tidak salah pilih orang ketika akhirnya memutuskan untuk bercerita padamu.

Kamu yang rela menuliskan pesan panjang berisikan nasehat dan kalimat penenang untuk aku di setiap saat aku meminta bantuan, versimu yang itu adalah sosokmu yang akan selalu aku ingat sampai aku meregang nyawa. Kamu yang mengirimkan banyak buku kesehatan mental yang dinilai bisa membantuku, versimu yang ini adalah sosok yang akan selalu aku ceritakan dan aku banggakan pada setiap orang yang bertanya tentangmu.

Kamu mungkin tidak tahu, tapi kamu adalah sosok yang sangat penting dan sangat aku apresiasi kehadirannya.

Kalau aku adalah gelas kaca yang sudah hancur karena dijatuhkan berkali-kali, maka kamu adalah orang yang bersedia memungut setiap serpihannya. Bukan untuk dibuang, melainkan untuk kamu susun kembali setiap butirannya dengan hati-hati. Walau tentu, beling yang tajam itu bisa melukai tanganmu, kamu tidak bodoh untuk memegangnya dengan tangan telanjang. Dengan otak cerdikmu, kamu susun satu persatu serpihan itu dengan menggunakan sarung tangan. Impresif, pikirku. Aku ingin jadi orang seperti kamu. Yang tahu caranya menolong orang lain tanpa membuat diri sendiri ikut terluka.

Putri, melihat sosokmu yang keren ini, aku tetap harap aku bisa jadi sosok yang banyak membantu kamu sebagaimana kamu banyak membantu aku. Walau kamu orang yang kuat, aku tahu kalau kamu tidak akan selalu bisa kuat sendirian. Dengan begitu, aku menawarkan pundakku untuk dijadikan tumpuan kepalamu di saat semua hal terasa membebanimu. Terima kasih atas semua yang sudah kamu lakukan. Aku sangat merasa disayangi.

Malang,
2 September 2023.
Ditulis dengan penuh nostalgia,
oleh Yurei.

The Unsent Love Letters from YureiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang