Mobil berhenti di depan pagar sebuah rumah besar bak istana. Perpaduan warna putih dan emas, semakin menonjolkan kesan mewah. Enam pilar setinggi rumah yang terdiri dari dua lantai menyambut tamu dengan kemegahan. Arsitektur mengingatkan kepada bangunan-bangunan tua zaman kolonial dengan sentuhan modern.
Memasuki halaman, Tara semakin menciut. Garasi besar, arah ke mana mobil tertuju, dipenuhi banyak mobil, mulai dari yang antik sampai tercanggih. Belum lagi motor gede berjejer garang seolah memamerkan kehebatan. Pernah berkunjung ke rumah beberapa teman papa, belum ada yang bisa membuatnya terkaget-kaget.
Melirik Andras yang masih berbicara di telepon dengan rasa penasaran yang baru muncul. Seberapa kaya dia? Bagaimana gaya hidupnya? Semua yang tampak melekat di tubuhnya, sudah bisa dipastikan adalah barang terbaik. Meskipun begitu, penampilannya sederhana dalam artian tidak berlebihan.
Andras turun duluan, membukakan pintu untuknya. Tara baru sadar apa yang dikenakannya mungkin kurang pantas untuk bertemu beliau. Keraguan membuatnya tidak segera turun.
“Ayo!”
“Pakaianku ….”
“It’s okay. Kamu hanya perlu menjadi diri sendiri, tentunya dengan cerita yang sudah kita sepakati.” Tersenyum dengan mata memancarkan cinta karena yakin pasti sedang diawasi. “Maaf.” Meraih tangan Tara, membantunya turun.
“Kamu bilang tidak akan menyentuh.”
“Kakek seorang romantis. Akan sangat aneh baginya bila melihat sepasang kekasih yang lusa akan menikah, berjalan tanpa berpegangan tangan.”
Hm, semoga benar. Bukan mencuri kesempatan dalam kesempitan seperti yang sudah dilakukan.
“Beliau bisa saja membatalkan pernikahan kalau tidak yakin dengan hubungan kita. Bila itu terjadi, kita sama-sama gagal, tapi keluargamu yang akan menderita lebih banyak.” Sebuah ancaman berselubung kemesraan. Cara Tara menatapnya pasti akan membuat kakek tahu kebohongan mereka hanya dalam pandangan pertama.
“Iya, iya! Sebentar ….” Menutup mata sambil menghela napas panjang. Tak pernah membayangkan harus mempratekkan kepura-puraan dalam kondisi seperti ini. Ia diajarkan untuk menyembunyikan segala rasa saat sedang berhadapan dengan customer.
Raut wajah yang perlahan melembut, lebih meyakinkan Andras memasuki medan peperangan. Apalagi saat senyum tersungging, kakek pasti terpesona. Berjalan dengan tangan saling menggenggam tanpa merasakan getaran. Sukar menjelaskan dengan kata, tapi Andras merasa nyaman dan percaya bahwa Tara tidak akan berubah. Memilih memanfaatkannya, poin penting yang ia khawatirkan bila salah memilih target.
***
Kecemasan Tara teralih dengan keindahan desain interior, minimalis berbalut kemewahan, sebanding dengan hotel-hotel terbaik yang pernah dikunjunginya. Dinding ruang tamu berlapis marmer putih dengan garis-garis cantik. Seperangkat sofa kulit berwarna tortilla dengan karpet bermotif monokrom, menyatu sempurna. Jendela-jendela besar dengan gorden tersibak di ujung kiri-kanan, menghadirkan cahaya matahari penuh sebagai penerang.
Memasuki ruang keluarga dengan interior warna senada, bersambung tanpa sekat ke ruang makan dan dapur super luas. Sebuah sudut yang dihiasi piano dan beberapa alat musik lain, menyiratkan kehangatan sebuah keluarga yang pasti sering berkumpul menikmati kebersamaan. Sejauh ini tak terlihat seorang pun, sepertinya hal biasa, Andras tidak nampak sedang mencari-cari.
Sebuah lift menjadi tujuan mereka, meskipun tangga lebih dekat. Sampai di lantai dua, desain interior yang kontras dengan lantai bawah, menciptakan kesan lebih ceria dan dinamis tanpa memudarkan kemewahan.Wallpaper pink bermotif art deco minimalis berpadu dengan aneka dekorasi beraksen emas. Mulai terdengar sekelompok wanita sedang berbincang akrab, menandakan adanya kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI SATU MALAM
ChickLitMimpi buruk menyeret Tara ke dalam ikatan suci yang ia tahu dari awal, hanyalah sebuah permainan. Janji yang tak ditepati, menghadirkan kebencian mendalam kepada sang pengucap kabul. Saat kembali untuk menuntut perpisahan, akankah semudah yang ia pi...