Malam itu ajal seakan berada di ujung tanduk. Tara terbangun dari tidur, merasakan kram parah dan nyeri di perut bagian bawah. Sebuah keadaan yang sering ia alami saat haid menyapa, tapi tak pernah sedahsyat ini. Cairan hangat keluar dari tubuh, mengonfirmasi apa yang terjadi. Haid yang sudah telat tiga minggu dari jadwal akhirnya datang juga.
Sempat khawatir berlebihan, tapi test-pack menunjukkan hasil negatif. Dari apa yang ia baca, efek meminum morning after-pill ada kemungkinan akan seperti itu. Baru kemarin kembali ke asrama setelah menghabiskan liburan semester untuk internship dengan jadwal kerja padat mengingat sedang peak season. Kesibukan menghalanginya membuat janji temu dengan dokter.
Bangkit dengan susah payah, berjalan terhuyung menuju kamar mandi. Cairan keluar semakin banyak, menembus celana. Wajah memucat seketika melihat gumpalan-gumpalan darah yang tidak biasa. Membersihkan diri dengan kekhawatiran yang semakin melemahkan raga.
“Takako, help me! I have to go to the hospital!” Menyandarkan tubuh ke dinding saat tubuh mulai bergetar. Berharap suara cukup keras untuk membangunkan sang teman sekamar. Pergerakan terdengar diikuti suara langkah cepat.
“Tara! What happened?” Panik melihat wajah memucat dan berkeringat dengan tangan memeluk erat perut.
“I’m bleeding." Air mata tak tertahankan, kontraksi semakin kuat. Sebuah perkiraan mempermainkan pikiran.
Takako segera menuntun untuk bangkit. “Are you able to walk? Do you need a wheelchair?”
“It’s okay.”
***
Meskipun sudah punya perkiraan, konfirmasi dari dokter tetap membuat Tara terpaku lama dengan air mata tak terbendung. Keguguran, itu yang terjadi! Usia kandungan diperkirakan sekitar tujuh minggu. Penyesalan begitu besar, seandainya saja menyadari lebih cepat. Tak berhenti mengutuki diri, menganggap sepele hal baru yang seharusnya perlu mencari tahu dengan serius.
Tidak menginginkan pernikahan, bukan berarti bersyukur sang janin pergi tanpa sempat mengetahui keberadaannya. Perlakuan buruk karena ketidaktahuan, itu yang menghadirkan rasa bersalah. Sebuah kehidupan yang mungkin saja akan berkembang dengan baik, andai mendapat perlakuan sebagaimana mestinya.
Kondisi sangat baik selama masa itu, memupus kekhawatiran akan kemungkinan hamil. Bila umumnya wanita mengalami hal-hal tak menyenangkan di awal kehamilan, ia justru berbeda. Energi seakan tak terbendung, kebahagiaan bahkan membuatnya memutuskan untuk melupakan pengalaman buruk bersama Andras. Menganggap itu sebagai sebuah pelajaran berharga, memasuki gerbang dunia orang dewasa.
Andai ia tahu meskipun tidak pasti harus bagaimana, tentu akan memperlakukan dengan saat baik. Tidak akan mengikuti program internship yang mengharuskannya dalam posisi terus berdiri dengan sepatu berhak tinggi. Bahkan saking padatnya pekerjaan, hanya sempat makan dan minum seperlunya.
Air mata yang semula tak diiringi isakan akhirnya pecah juga. Rasa bersalah semakin menjadi-jadi, keteledoran yang telah menghilangkan sebuah nyawa. Meskipun kehadirannya mungkin saja akan menghentikan mimpi, tapi kehilangan tanpa sempat menyambut sebagaimana harusnya, pasti menjadi kenangan buruk.
Tidak menyalahkan Andras! Tanpa pesannya pun, ia tetap akan meminum morning after-pill. Ini murni kesalahannya, telah mengabaikan hal-hal di luar kewajaran.
***
Andras menyulut rokok, beristirahat sejenak setelah banyak rapat yang harus dihadiri. Secangkir kopi terhidang di atas meja, memperlengkap keindahan malam dengan langit bertebar bintang. Sungguh hari yang melelahkan.
Kevin muncul dengan tumpukan dokumen, membuatnya segera menggeleng sebagai isyarat menolak membicarakan pekerjaan. Belum bisa menjadi seperti Dzakki Shariq yang terkenal workaholic.
“Hanya ingin memberitahu transaksi mencurigakan.”
“Sepanjang tidak berhubungan dengan perusahaan, aku tidak perlu tahu.” Menghirup kopi dengan mata terpejam. Hanya dua orang yang ia hadiahi kartu debit tanpa batas.
“Pembayaran perawatan miscarriage ….”
“Abbey?” Tanyanya tak sabar.
“Centre Hospitalier Universitaire …, Lausanne.”
“Apa kamu bilang? Tara?” Bangkit seketika, merebut kertas dalam genggaman Kevin.
Apa yang dibacanya membuat tangan bergetar. Perawatan miscarriage atas nama Tara Diajeng, bertanggal tiga minggu lalu! Terduduk lemas, memikirkan segala kemungkinan. Yakin bahwa tanpa meninggalkan pesan secara khusus, Tara pasti juga akan meminum pil tersebut. Keguguran, bukan aborsi! Itu agak menenangkannya. Hanya ada dua kemungkinan, Tara menyadari kehamilan atau sama sekali tidak tahu.
Bagaimana Tara sanggup menghadapi semua itu tanpa memberitahukannya?
~~~
Upload terakhir di Wattpad ya 🙏
Cerita lengkap tersedia di Playstore:
https://play.google.com/store/books/details/InfiZakaria_SUAMI_SATU_MALAM?id=-9LMEAAAQBAJ
Dan Karyakarsa:
https://karyakarsa.com/InfiZakaria/suami-satu-malam-472537Khusus di Karyakarsa, juga tersedia paket per 3 Bab.
Terima kasih untuk vote dan comment.
Salam ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI SATU MALAM
ChickLitMimpi buruk menyeret Tara ke dalam ikatan suci yang ia tahu dari awal, hanyalah sebuah permainan. Janji yang tak ditepati, menghadirkan kebencian mendalam kepada sang pengucap kabul. Saat kembali untuk menuntut perpisahan, akankah semudah yang ia pi...