3. Menginap di Rumah Janda

64 7 0
                                    

Mami masih saja marah-marah karena masalah mobil. Padahal sudah mendapatkan servis dan kondisinya sudah baik, Papi saja tidak memperpanjang masalah. Masalah ini selesai dibantu Alan dengan donasi pembayaran dari Deri. Beruntung aku memiliki kakak yang pengertian sepertinya. Kak Diana dan Bang Dimas juga baik. Ketiga kakakku sangat bisa diandalkan dalam urusan finansial. Memang seharusnya mereka menolongku karena mereka sudah mapan.

Kekesalan kepada Mami membuatku mengajak Vicky ke kelab Sandy. Meski si pemilik tak ada di tempat karena ia sudah jarang nongkrong.

"Lo ngapain sih ke sini? Kalau mau minum di tempat gue aja." Vicky nampak malas. Sebagai pebisnis dia juga mau untung. Temannya itu salah satu pelanggan potensial.

"Ogah. Di sana banyak yang kenal gue gak mau dicap buruk sama karyawan Lo." Aku tidak mau reputasiku semakin buruk. Aku memang brengsek karena dicap sebagai pnjudi bola. Tapi tidak mau disebut pemabuk karena aku juga tak begitu sering minum-minum hanya dalam kondisi dan situasi tertentu saja.

"Ternyata Lo jaim juga ya." Vicky terbahak.

"Masa siang-siang mabuk." Aku terkekeh.

Cafe Vicky hanya kugunakan untuk nongkrong saat nonton Siarang langsung sepakbola. Tentu saja sekaligus ajang taruhan. Iya aku suka judi bola. Aku mengeluarkan banyak uang untuk kgiatan itu. Saat tim kesayanganku menang aku dapat banyak uang namun uang itu langsung habis karena aku hamburkan untuk mentraktir sebagai perayaan. Kegiatan yang unfaedah namun aku menyukainya. Ada kebahagiaan tersendiri saat melakukannya.

Seperti beberapa hari lalu, aku kalah dan dengan mudahnya motor sportku melayang. Aku sama sekali tidak menyesal. Aku masih bisa membelinya lagi. Alasanku ribut dengan Mami juga karena masalah motor itu selain Maslaah mobil Papi. Mami menolak menggantinya dan aku ngotot menuntut ganti rugi pada Mami.

***
Aku terbangun dan mendapati diriku di sebuah kamar asing. Entah dimana.

Syukurlah, pakaianku masih utuh. Semalam aku mabuk berat dan ditinggal Vicky. Entah kemana orang itu. Aku akan membuat perhitungan dengannya. Aku sebetulnya  cemas., gawat darurat kalau aku dibawa oleh cewek kelab. Orang mabuk dengan wanita kelab adalah perpaduan yang sempurna berada di atas ranjang. Apalagi tampangku dengan kegantengan di atas rata-rata. Sudah pasti banyak yang mendekati meski tanpa imbalan apapun. Mereka akan dengan sukarela menanggalkan pakaiannya.

Melihat kondisiku sepertinya aku aman. Pakaianku masih utuh. Artinya keperjakaanku masih terjaga. Untuk memastikannya aku akan mengecek pakaian dalamku.

Aku kembali memejamkan mata betapa pening kepalaku, sebelum akhirnya terdengar suara berisik dan  pintu kamar ada yang membuka dengan sangat keras. Nampak wanita cantik dengan setelan rumahan masuk.

"Aku dimana?!"tanyaku padanya.

"Udah sana mandi dulu. ini sarapan kamu." wanita itu meletakan bakinya di atas nakas dan berbicara ketus padaku bukan menjawab pertanyaanku. Ia seolah mengenalku dengan sangat baik. Mataku terus mengawasinya. Betapa judesnya dia. Aku semakin yakin jika ia bukan wanita kelab. Biasanya wanita-wanita yang mendekatiku Sangat genit dan akan berusaha memasang tampang semanis mungkin bukan seperti dia.

"Aww..." Aku mengaduh sambil memegang kepalaku saat hendak bangkit. Rasa pening masih terasa di kepalaku. Semalam aku minum terlalu banyak.

"Kamu Mbak Heni kan Sekretaris Papi?" Aku baru ingat. Dia teman Kak Diana yang sering menemani Mami dan kerja di kantor Papi. Tidak salah lagi. Wanita itu bernama Heni Aprilia.

"Iya, benar." Wanita itu  menjawab pendek sambil membalikan badannya lalu pergi meninggalkanku seolah enggan berlama-lama di dekatku.

Perutku benar-benar keroncongan. Tanpa pikir panjang lagi aku meraih hidangan yang tersaji dan menghabiskannya. Obat sakit kepala yang rupanya ia sertakan aku telan juga. Perempuan jutek itu perhatian juga padaku. Tentu saja aku kan anak bosnya jadi sudah seharusnya berlaku demikian.

Menikahi Sekretaris Papi Where stories live. Discover now