2nd page

240 38 7
                                    

Gaya gravitasi rasanya nggak pernah bekerja sehebat ini sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gaya gravitasi rasanya nggak pernah bekerja sehebat ini sebelumnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang bikin gue enggan beranjak. Selain fakta bahwa dia punya penampilan yang oke abis, karismanya yang dominan juga menarik gue begitu kuat layaknya medan magnet.

Ada hening yang menyeruak beberapa lama ketika tatapan kami bertemu di satu titik.

"Haikal? Lo di dalam?"

Pintu yang perlahan terbuka sontak kembali tertutup karena Kak Haikal menedangnya dengan keras. Suara pintu yang terbanting mengundang perhatian para karyawan, bikin gue makin deg-degan. Kak Haikal kembali menatap gue, tapi kali ini dengan sorot yang jauh lebih tajam daripada sebelumnya.

"Sampai kapan lo mau nindih gue kayak gini?"

"Maaf, Kak."

Gue beringsut bersamaan dengan dia.

Tepat setelah bangkit, Kak Haikal langsung menyembunyikan gue ke belakang pintu, lalu membuka pintu. Tebakan gue terbukti benar. Cowok di luar pantri itu memang Bang Rasya.

"Kenapa?" Kak Haikal menembak Bang Rasya dengan satu pertanyaan singkat.

Gue bisa mengintip Bang Rasya lewat celah dari balik pintu. Cowok itu memandang skeptis ke arah Kak Haikal. "Harusnya gue yang tanya. Ngapain lo pake acara banting pintu segala?"

"Sori, gue nggak tau kalau lo di sini."

"Masa iya suara gue nggak kedengeran dari dalam?" Bang Rasya kelihatan sedikit curiga.

Kak Haikal mendengus pelan. "Gue kepleset."

Emang bener sih Kak Haikal kepleset, tapi bukan itu yang bikin pintu kebanting. Gue tahu dia bohong, tapi untungnya Bang Rasya kelihatan nggak punya pilihan selain percaya sama apa yang Kak Haikal bilang barusan.

"Ada konsep yang perlu gue konfirmasi," kata Bang Rasya. "Mungkin sekitar lima menit."

"Di meja gue aja."

Mereka beranjak dari ruang pantri dan berjalan menuju tempat yang Kak Haikal maksud. Akhirnya, gue punya kesempatan buat bernapas lega. Seenggaknya, gue nggak ketahuan Bang Rasya secepat itu. Kayaknya gue perlu berterima kasih sama Kak Haikal. Kalau bukan karena dia, mungkin gue udah kepergok Bang Rasya.

Atau mungkin kalau bukan karena Kak Haikal, gue nggak bakalan jatuh di ruang pantri dan bikin kemeja putih gue kotor karena tumpahan kopi di lantai? Ah, hari yang cukup sial!

*

Wawancara berlangsung lancar. Yah, walau seenggaknya, itu pendapat pribadi gue aja.

Pertanyaan yang dilontarkan sangat manusiawi. Pendekatannya natural, sampai gue nggak sadar kalau lagi diwawancara. Rasanya lebih kayak ngobrol santai, tapi dengan versi yang jauh lebih sopan. Gue nggak optimis, juga nggak pesimis. Terserah hasilnya mau kayak gimana. Gue bakal terima dengan lapang dada.

Unfinished ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang