3rd page

249 30 13
                                    

Ini adalah hari pertama gue masuk kerja dan hal yang gue lakukan sebelum berangkat adalah menyaksikan kepergian Bang Rasya dalam diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini adalah hari pertama gue masuk kerja dan hal yang gue lakukan sebelum berangkat adalah menyaksikan kepergian Bang Rasya dalam diam. Motornya melaju cepat, lalu menghilang di balik tikungan. Gue mendengus keras.

Bang Rasya bukan tipe orang yang bisa dibujuk kalau lagi marah. Dia butuh waktu buat meredakan emosinya. Mendiamkan Bang Rasya adalah cara paling efektif bikin mood-nya balik. Sayangnya, ini udah dua hari dan ketegangan di antara gue dan dia belum kunjung cair.

Padahal, kan, nggak boleh marahan lebih dari tiga hari. Apalagi sama saudara.

Masa iya gue duluan yang minta maaf? Kalau Bang Rasya mau maafin gue pakai syarat, gimana? Dia maafin gue kalau gue nggak ikut masa probation, yang artinya, gue nggak bakal jadi karyawan di kantornya. Nggak gitu juga, kali? Gue berhak menjalani pilihan hidup gue.

Kali ini, gue mau melawan Bang Rasya.

Setelah berdebat dengan pikiran sepanjang jalan, gue tiba di halte terdekat. Nggak butuh waktu lama buat gue mendapati busnya tiba. Naik Transjakarta, berdesak-desakkan dengan penumpang lain di dalam bus, menghadapi macetnya jalan di Jakarta bukan hal yang baru bagi gue. Semuanya udah jadi rutinitas gue selama ini, kecuali... cowok yang berdiri di bagian belakang bus itu.

Itu adalah Kak Haikal dan jelas, ini hal yang sangat baru buat gue.

Matanya sempat menangkap kedatangan gue di dalam bus. Cuma sekilas. Setelah itu, dia kembali sibuk dengan ponselnya.

"Pagi, Kak!" Gue memutuskan buat menyapa lebih dulu ketika berdiri di sebelahnya.

Cowok itu menoleh, mengangkat kedua alis, lalu menunjuk dirinya. "Kamu kenal saya?"

Gue manggut-manggut. "Kita pernah ketemu, Kak," kata gue, "di pantri."

"Pantri?" Kini dahinya mengernyit. "Oh, kamu Cewek Pantri itu?"

"Bukan 'Cewek Pantri' sih, Kak. Lebih tepatnya, cewek yang ketemu Kakak di pantri."

"Sama aja." Dia berujar santai. "Lolos?"

"Alhamdulillah lolos, berkat bantuan Kakak." Gue menatapnya lamat-lamat. "Soal kejadian yang waktu itu... saya minta maaf, Kak."

"Kejadian apa?"

"... di pantri."

"Nggak apa-apa."

"Jujur, saya masih ngerasa nggak enak. Saya harus apa buat menebus kesalahan saya?"

Kak Haikal menggeleng cepat. "Nggak ada."

"Apa pun?"

Laki-laki itu berpikir sejenak. "Oh, ada."

"Apa?"

"Kerja yang bener."

"Kakak nggak mau saya traktir sesuatu?"

Unfinished ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang