1. Hampir Dipecat?!

19 5 0
                                    

Senin.

Hari yang katanya paling tidak diinginkan oleh semua orang. Dimana semua orang akan kembali sibuk setelah menikmati waktu bermalas-malasan saat weekend. Diawali dengan pagi yang begitu berisik. Orang berlalu lalang sembari mulutnya sibuk berkeluh kesah diikuti umpatan yang menyambut pagi hari ini. Diduga sebagai luapan emosi mereka yang belum puas akan hari libur.

Para siswa yang harus bangun pagi untuk upacara dan menghadapi mata pelajaran yang tidak disukai. Mahasiswa yang memiliki kelas pagi dan mungkin akan bertemu dosen killer. Tak tertinggal juga orang-orang yang sedang berjuang mencari nafkah untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga. Semuanya terlihat begitu sibuk menjalani wahana dunia yang disebut sebagai kehidupan.

Begitu pula dengan wanita dengan tanda pengenal Siren Maharani yang kini tengah berdiri di depan pintu ruangan atasannya. Menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu itu. Sudah lama ia bekerja di sana sebagai sekretaris, namun rasa gugup selalu mendera ketika akan memasuki ruangan besar itu.

Tok tok tok

"Masuk." nada datar khas dari atasannya menginterupsinya untuk masuk. Kakinya berjalan anggun menuju atasannya yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Di atas meja kerja, terdapat sebuah papan nama hitam mengkilat yang berdiri dengan gagah dan penuh pendirian seperti nama sang atasan yang tertulis di sana.

'Prijati Rajendra'

Gagah kan? Layaknya si pemilik nama. Siren kemudian menyerahkan sebuah catatan jadwal sang atasan untuk hari ini ketika berhasil berdiri tepat di depan meja atasannya. Atasannya yang satu itu lebih suka membacanya sendiri daripada dibacakan.

Lelaki yang menjabat sebagai CEO di kantor itu menerima catatan jadwal dari sang sekretaris. Mata elangnya mulai membaca kata demi kata yang terketik di atas kertas itu. Tangan satunya yang dihiasi jam tangan elit itu terangkat mengelus rahang tegasnya. Alis tebal itu berkerut samar saat sang otak tengah bekerja. Kemudian mengembalikan catatan itu setelah selesai membacanya.

"Jadi hari ini ada waktu luang setelah jam makan siang?"

"Benar, Pak."

"Kalau gitu, nanti siang bisa tolong temani saya pergi mencari hadiah untuk kekasih saya yang sedang berulang tahun?"

"Bisa, Pak."

Pemuda yang biasa dipanggil 'Jati' itu mengangguk singkat, "Silahkan kembali bekerja."

"Bapak mau kopi?" tanya Siren sebelum benar-benar pergi. Karena biasanya atasannya itu selalu memintanya membuatkan kopi di pagi hari. Jadi ia hanya ingin memastikan saja.

"Ah iya. Tolong buatkan, seperti biasa."

Siren mengangguk dan membungkukkan badannya tanda sopan santun sebelum keluar ruangan. Setelahnya ia pergi menuju dapur kantor. Ia turun ke lantai satu menggunakan lift. Menunggu lift itu turun satu persatu dari lantai teratas. Memerhatikan angka yang tertera diatas pintu lift merupakan sebuah kebiasaan kecilnya. Kemudian ketika pintu lift terbuka, segera ia keluar melangkahkan kaki ke tempat tujuan.

Orang-orang berdasi sudah duduk manis di depan komputer pintarnya. Suara ketikan dari keyboard atau bunyi gesekan kertas merupakan hal yang sudah sering didengar di kantor. Dirinya langsung disapa hangat oleh karyawan-karyawan di sana. Ia juga tak kalah untuk menyapa balik dengan hangat. Sesaat saat ia sampai di dapur, ia langsung disibukkan oleh mesin canggih pembuat minuman kopi. Tak butuh waktu lama untuk membuat kopi berkat bantuan mesin canggih itu. Aroma kopi mulai menguar ke seluruh penjuru ruangan saat minuman yang dibuatnya telah jadi. Ia mengambil cangkir yang berisi kopi itu dan meletakkannya di atas piring kecil.

Seseorang lain dengan tanda pengenal Arka Aditama datang setelah hidungnya berhasil dirayu oleh aroma candu dari kopi yang menguar, "Waduh, Dek Siren baik banget udah mau buatin saya kopi pagi-pagi gini."

Hak MilikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang