Cuaca di sekitar perumahan Laurentz Mild benar-benar buruk. Awan hitam sudah menutupi langit dari semalam. Pagi hari disambut dengan rintik hujan dan beberapa sambaran kilat.
Lag-lagi Rene menghela nafas. Jika dihitung, sudah lebih dari lima belas menit perempuan itu bolak balik di ruang tamu rumahnya.
Pikirannya terbagi menjadi dua. Pergi bekerja dan menghadiri meeting atau cuti dan membawa putra semata wayang nya ke rumah sakit.
Rene tidak bisa tenang sejak semalam. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di ruang tamu dini hari tadi, Rene berniat untuk membasahi tenggorokannya dengan air minum di kitchen bar, tapi rencananya tidak terealisasikan sejak melihat Elva terduduk di atas karpet dengan tangan memegangi kepalanya.
Tubuhnya panas, wajahnya juga pucat. Rene berniat membawa nya ke rumah sakit tapi Elva menolak. Pria kecil itu mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Rene harusnya sudah paham bahwa Elva selalu mengabaikan rasa sakitnya.
Perempuan itu tidak tidur sampai pagi. Tetap menunggui Elva di kamarnya sampai dia teringat dengan pertemuan penting yang dimilikinya hari ini.
Elva meraih tangannya lembut dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja, Rene bisa pergi bekerja dan tidak perlu mengkhawatirkannya. Sekarang perannya sebagai seorang ibu dan wanita karier serta kepala rumah tangga sedang diperdebatkan.
Akhirnya Rene kembali menaiki tangga dan masuk ke kamar Elva. Pria itu ternyata tengah memandangi langit-langit kamarnya dengan satu tangan di atas perut.
"El."
Wajah Elva segera beralih ke arahnya. Mata sendu dan pipi yang pucat terlihat sangat jelas.
Rene tentu saja menyadari perubahan pada putranya akhir-akhir ini. Mulai dari perubahan suasana hati sampai perubahan fisik. Tentu saja awalnya dia juga berpikir itu perubahan biasa, tapi semakin hari berbagai pikiran buruk mulai menghantuinya.
"Mami, kenapa nggak berangkat?"
"Gimana bisa mami berangkat kalau Elva kayak gini. Ke rumah sakit mau ya?"
"Tapi mami harus kerja."
"Mami akan cuti."
Elva menggeleng, dia tahu tanggung jawab ibunya tidak hanya sekedar menghadiri rapat.
"Mami, Elva janji buat pergi ke rumah sakit, tapi mami harus kerja."
Rene tampak berpikir sebelum berucap. "Oke. Mami kerja, tapi Elva ke rumah sakitnya sama Haikal, ya?"
Haikal bisa dipercaya kan?
Gelengan kecil Rene dapatkan. "Boleh sama Nara aja nggak?"
"Nara?" Rene berpikir, lagi. Ia mengangguk, Nara adalah pilihan terbaik saat ini.
"Oke, Nara boleh. Mami yang telepon."
Elva mengangguk. Dengan segera Rene menghubungi nomor teman dekat anaknya itu. Menyampaikan beberapa hal yang tidak bisa Elva dengar.
"Mami akan pergi setelah Nara sampai."
Dan sepuluh menit selanjutnya Nara tiba dengan baju sedikit basah karena menerjang hujan di luar.
"Titip Elva ya Na, tante akan nyusul setelah rapat selesai. "
"Iya tante, tenang aja."
Rene tersenyum penuh arti dan pergi. Di sana tinggal Nara yang kini memandang sendu ke arah Elva.
"El."
"Hm?" Elva tersenyum, senyum yang dipaksakan.
"Mau sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Selenophile [ JH X RJ Lokal ]
ChickLit[M-Preg Story] Jeffry hanyalah mahasiswa strata 2 yang tinggal menunggu wisuda. Setelah berjuang dengan tesis dan jurnal yang membuatnya hampir gila, akhirnya dia bisa menghirup udara segar kembali. Jika sang kakak menepati janjinya, maka wisuda tan...