Chapter 4

294 37 8
                                    

"Gak boleh!"

"Ck! Kenapa dah."

"Kata gue gak boleh, ya gak boleh."

"Gue cuman kuliah doang, Za."

"Tapi kata Dokter, lo gak boleh kecapean Daf."

"Gue janji gak bakal cape-cape kok Za, gue bakal di kelas doang kok.'

"Ck! Gak pokoknya, seminggu lo ijin aja dulu, gue takut lo sama anak gue kenapa-napa." Ditariknya tubuh mungil itu agar duduk kepangkuannya.

"Tapi gue bisa ketinggalan kelas loh Za, juga gue harus nemuin Dosen hari ini."

"Nemuin Dosen?"

Daffa mengangguk, "masalah biaya kuliah."

"Udah gue bayar, lo tenang aja dah."

Alis Daffa terangkat sebelah, ekspresinya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Lo habis malingin kotak amal ya?" Daffa memalingkan wajahnya kebelakang, menatap Reza.

"Dih, mulutnya." Dipeluknya erat tubuh mungil itu.

"Terus lo dapat darimana? Lo main judi ya? Atau lo jual diri?"

"Gue jual ginjal." Sahut Reza.

"Hah!"

Reza tersenyum dengan mata tertutup, sebab air liur Daffa memenuhi wajahnya.

"Lo jangan main-main!" Kesal Daffa dengan memukul lengan Reza.

"Lah? Kok main-main sih? Kan gue rela bekorban demi lo sayang."

"Gak!" Daffa bangkit dari pangkuan Reza, air mata sudah menganak sungai di pipi putih itu, bibir ranumnya bergetar menahan pecahan tangisnya.

Reza tersenyum, bangkit ia dengan disingkapnya kaos yang dikenakannya, terlihat jahitan bekas operasi di sana, jahitan itu masih terlihat basah.

Setitik air mata berhasil lolos dari mata sayu milik Daffa, bibirnya tak mampu mengatakan sepatah katapun, hatinya terasa sakit melihat bekas operasi itu, ia tak pernah menyangka jika Reza akan bekorban sejauh itu demi dirinya, hanya untuk dirinya seorang.

"Gak usah nangis sayang." Dihapusnya air mata itu, dibawanya wajah itu agar mata mereka saling bertemu.

"Za~"

Cup!

"Inget kan janji aku dulu apa? Kalau aku bakal ngorbanin hidup aku cuman buat kamu." Sebuah kecupan ia berikan pada kening pemuda mungil itu, kecupan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus.

Daffa tak kuasa lagi menahan rasa di dalam dadanya, rasa perih begitu terasa, membayangkan betapa besarnya pengorbanan seorang Reza demi dirinya, hanya untuk dirinya yang belum pernah bekorban apapun demi Reza, demi cinta mereka ia rasa tak sedikitpun ada ia bekorban.

Tubuh mungil Daffa tenggelam di pelukan erat Reza, tumpah tangisnya di dada pria-nya itu, tak ada satupun kata yang mempu mengutarakan isi hatinya saat ini, lewat air lah rasa bahagia, sedih serta harunya menyeruak.

"Daf~"

"Daffa~"

"Daffa, bangun sayang."

Mata bulat itu terbuka pelahan, cahaya putih menyapa kornea matanya, ekspresinya khas orang bangun tidur. Namun, sedetik kemudia tubuh itu melambung ke tubuh pria yang kini nampak bingung, sebab pemuda mungil itu memeluknya dengan erat secara tiba-tiba.

"Loh? Kok nangis? Kenapa sayang?" Diusapnya surai hitam itu lembut, dibirkannya prianya itu menumpahkan tangisnya di dadanya, sebab ia ingat jika seseorang yang tengah mengandung memanglah mempunyai emosi yang kurang stabil.

"Janji"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang