BONUS: Strawberry Shortcake dan Sebuah Pernyataan

3.8K 409 106
                                    

Amilya Kiseki percaya bahwa skill memasaknya tak perlu diragukan lagi, dan memang sudah terbukti pada berbagai kesempatan. Akan tetapi, ada satu rahasia kecil yang ia sembunyikan: gadis mungil itu tak pernah percaya diri kalau sudah bersinggungan dengan dunia baking kue.

Ulang tahun Ansel akan datang dalam hitungan hari. Sepanjang itu pula, kuping Felix pengang dengan pertanyaan-pertanyaan sahabatnya yang membombardir via telepon sepulang kerja.

“Felix, ini aku coba bikin roti, tapi kok kayaknya kurang cakep ya warnanya, ya?”

“Ini lagi, bikin croissant tapi sarang-sarang kuenya nggak bagus!”

Felix berdecak di ujung sambungan. “Amilya Kiseki, memangnya kamu berharap apa dari kenekatan bikin croissant tanpa ruangan dingin khusus?”

Sebagai jawaban, gadis berambut hitam sebahu itu mengeluarkan gerutuan. “Kamu jagonya pastry, kan, Lix? Setidaknya kamu bisa ngasih solusi!”

“Mana ada jago.” Lelaki dengan rambut pirang bergelombang itu mendengkus. “Bikin makanan yang simpel-simpel aja, kali, Am. Aku yakin seratus persen kalau kamu ngasih dadar gosong pun pasti bakal enak-enak aja di lidah Ansel.”

Gantian Am yang mendengkus. Felix Hoseki yang ia tahu amat sangat berpengalaman dengan wanita. Suka membanggakan empati miliknya yang konon tinggi. Sering meledek Am tak punya hati, pula—walau yang ini memang tak bisa dipungkiri. Harusnya, sobat kecilnya yang satu itu mengapresiasi kemajuan Am dalam usaha mengasah perasaannya. “Kenapa, sih, Ansel sukanya yang manis-manis?”

“Tanyalah ke orangnya langsung!” Nada bicara Felix sudah penuh emosi. “Am versi nggak punya hati memang nyebelin, tapi kok rasanya kamu makin bikin kesel ya semenjak bucin akut?”

“Kamu iri?” Am terkekeh. “Ya maaf, dong, Lix. Siapa lagi yang bisa kurecokin masalah kue kalau bukan patissier-nya Kafe Rahasia?”

Benar. Felix sudah tak lagi bekerja di Dapur Ajaib, tapi mari kita simpan cerita ini untuk lain waktu. Lelaki itu hanya melontarkan komentar tanggapan sebelum mematikan telepon. Masak yang mudah saja, sarannya. Tentu saja harga diri Am terluka. Mana mau dia masak yang biasa-biasa saja untuk ulang tahun gebetannya?

Gebetan. Aneh juga menyebut kata itu dan mengaitkannya dengan mantan rivalnya sendiri. Dua bulan lalu, Am dan Ansel masih baru gencatan senjata. Hari ini, Am sudah jatuh cinta. Sampai tenggelam jauh, pula. Hanya Felix yang tahu—itu pun setelah anak kurang ajar satu itu memancing-mancing.

“Deket doang, jadian kagak.” Itu komentar Felix saat Am akhirnya mau curhat dan mengakui perasaannya, sepekan lalu. “Bagus deh, hatimu jadi lunak, tapi mau sampai kapan sok-sokan biasa aja?”

Itu sebabnya Am ingin membuat masakan spesial untuk hari ulang tahun Ansel! Gadis itu yakin sekali perasaannya berbalas, dan, yah, semua orang tahu betapa gigihnya manusia dengan kulit coklat kemerahan itu kalau sudah perihal mengejar apa yang ia inginkan. Saran Felix untuk masak sesuatu yang biasa-biasa saja itu tak masuk akal. Am selalu mau memberikan yang terbaik.

Lagipula, sudah dua bulan. Seharusnya Ansel sudah tidak lagi ada di bawah bayang-bayang mantan, kan?

Teringat insiden Zee, wajah Am kusut seketika. Buru-buru ia mengenyahkan bayangan manusia tidak jelas yang mengamuk beberapa waktu lalu. Setahu Am, Ansel dan Zee sudah putus kontak sama sekali. Sikap Ansel padanya pun baik, dan kebiasaan baru berangkat bersama menjadi bukti kalau mereka sudah cukup dekat. Bolehkah Am menganggap cintanya berbalas?

Am menghempaskan badan ke kasur. Mengerang. Kenapa tak ada yang mengajarinya kalau urusan hati bisa serumit ini?


[END] Dapur Ajaib dan Kisah-kisah di DalamnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang