2

10 2 0
                                    


•~•

Hari ini Yugyeom merasa lelah lebih dari sebelumnya. Pemuda itu terbangun dengan keringat dingin yang membasahi sekujur tubuh. Kepalanya pusing. Ia merutuk, apakah itu karena efek mandi dinginnya malam tadi? Biasanya pemuda itu sering memanaskan air sebelum mandi saat malam. Ketika ujung matanya menangkap jam digital menunjukkan angka 8, Yugyeom mulai berdiri. Tusukan di kepalanya semakin bertambah namun ia memutuskan untuk tidak peduli.

Ia masih harus bekerja.

Hana dan Haru sudah pasti berangkat sekolah. Yugyeom kemudian bergegas ke kamar mandi. Tidak sampai 10 menit ia keluar dan mengganti bajunya dengan kemeja kantor lalu mengambil tas dan beberapa berkas penting. Ketika pemuda itu turun, rumah benar-benar kosong. Ayahnya masih belum pulang dan ia mulai menghela napas panjang. Raut muka penuh kekecewaan dan rasa sedih.

Yugyeom bahkan tidak menyadari bibirnya sedikit pucat, napas pemuda itu mulai tersengal.

"Sial..." katanya. Yugyeom keluar dan menutup pintu, berjalan kaki dan menunggu bus. Beruntung, tidak sampai lima menit kendaraan umum itu datang dan Yugyeom segera menaikinya.

Ditengah perjalanan bus berhenti dan seorang wanita hamil masuk. Di dalam semua penumpang sudah penuh dan hanya tersisa orang-orang yang berdiri. Wanita itu dengan susah payah mencari tempat duduk, Yugyeom yang sadar memanggil wanita itu.

"Permisi, nyonya? Kau bisa duduk di tempatku." Pemuda itu langsung berdiri dan wanita itu berjalan kearahnya. Yugyeom menjaga tempat duduknya sampai wanita itu sampai. Ketika wanita itu sudah duduk Yugyeom melepaskan genggamannya pada ujung kursi penumpang.

Wanita itu tersenyum dan membungkukkan kepalanya. "Terimakasih nak."

Yugyeom hanya menganggukkan kepala sekali kemudian mencengkram pegangan tangan di atas. Ia sebenarnya merasa tubuhnya lemas karena tiba-tiba berdiri, namun pemuda itu menguatkan diri. Mungkin ini karena ia belum sarapan, batinnya berdalih.

Seorang pria tua yang di samping Yugyeom menyenggol lengan pemuda itu. "Dasar bodoh. Kau memberikan kursi hanya untuk wanita manja seperti ini."

Pria tua itu tertawa remeh, wanita hamil yang mendengar di bawahnya terlihat marah. Yugyeom juga mendelik ke arah pria tua itu, ia melirik wanita hamil tadi dengan teduh mencoba menenangkannya. Pemuda itu kembali melirik si pria tua yang brengsek.

Yugyeom mendecih, sambil mengeluarkan suara pelan. "Kau dasar pak tua yang tidak tau malu. Tutup saja mulutmu dan jangan banyak bicara."

Pria tua itu membalas dengan decihan yang sama. "Aku bisa mengatakan apapun yang aku inginkan. Tidak usah kau berlagak seperti pahlawan di sini. Aku hanya menasehatimu, kau anak bodoh!"

"Aku tidak butuh nasehat sampahmu."

Pria tua itu hanya terkekeh meremehkan. "Terserah!"

Bersamaan itu bus mulai berhenti dan pria tua itu turun dengan seringai menyebalkan ke arah Yugyeom. Memandangnya seolah ia manusia paling bodoh. Pemuda itu bahkan sampai mengepalkan tangannya, melupakan lemas dan rasa sakit di kepala yang ia alami sedari tadi. Ia mulai mengatur napas.

Kenapa ia harus bertemu dengan manusia sialan seperti itu!

Rutuk Yugyeom dalam hati.

•~•

Ketika Yugyeom masuk ia di sambut oleh Jaebum, teman kantornya yang tengah menyeruput kopi. Pemuda itu melihat bibir temannya yang berkomat-kamit seakan menyumpah serapah. Sepertinya pagi ini temannya juga mengalami hal buruk.

"Aishh... Manager Lee membuatku frustasi. Aku hanya ingin menikmati pagiku yang tenang setelah lembur hampir seminggu. Kenapa ia selalu menyuruhku?" Jaebum kembali menyeruput cairan berkafein itu dengan suara yang lebih keras.

Dandelion || Yugyeom 🌼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang