3

11 1 0
                                    


•~•

Bau obat yang menyengat menusuk hidung Yugyeom yang terbaring di ranjang. Pemuda itu merasakan sentakan. Secara perlahan kelopak matanya yang terasa berat mulai terbuka.

Yugyeom mengedipkan mata dan melihat sekeliling. Ruangan ini asing. Ini tidak seperti kamar tidurnya. Hidungnya mulai terasa gatal, seperti ada sesuatu yang mengganjal lubang pernapasannya. Ketika ia menyentuh benda itu Yugyeom baru tahu bahwa ada selang yang menancap di lubang hidung. Membantunya bernapas. Sebuah realisasi menghantam. Pemuda itupun akhirnya sadar. Ia sekarang berada di rumah sakit.

Yugyeom mencoba mengangkat tangannya yang gemetar ke atas. Tidak ada orang di sampingnya. Dimana semua orang? Pemuda itu mulai takut. Perasaan berat di tubuhnya seperti mimpi yang selalu ia alami. Mimpi di mana ia sendiri dan meminta tolong namun tidak ada orang yang mendengarnya. Badannya pun tidak bisa di gerakkan.

Pintu terbuka.

Itu adalah Jinyoung. Ia berjalan menuju tempat tidur Yugyeom dengan menunduk. Saat mengangkat kepalanya pemuda itu terkejut bahwa Yugyeom sudah sadar dengan tangan yang terangkat di udara, seolah meminta tolong. Jinyoung cepat-cepat menghampirinya.

"Hei-hei jangan bergerak dulu! Tunggu sebentar aku akan panggilkan dokter!"

Jinyoung berlari memanggil tenaga medis untuk memeriksa Yugyeom. Setelah pemuda itu di periksa, Jinyoung dan lainnya mendatangi kamar pemuda itu dengan langkah pelan. Mereka berenam melihat Yugyeom yang terbaring memandang langit-langit. Kulit Yugyeom yang sedari awal sudah putih putih tampak benar-benar pucat membuat ia seperti boneka porselen yang tidak bernyawa.

Yugyeom yang mendengar sekumpulan langkah kaki pun menoleh.

Sahabat-sahabatnya datang.

"Hei bocah besar," Jaebum berkata sambil bersidekap. Ia memberikan tatapan seperti biasa ke pada Yugyeom, namun saat ini entah kenapa terasa lebih lembut dengan nada yang sedih.

"Hyung..." bahkan kata yang keluar sangat tipis seperti hembusan angin.

Bambam yang melihatnya merasa prihatin. Badannya masih gemetar mengingat kejadian di restoran sebelumnya. Ia hampir kehilangan akal saat Jinyoung mengatakan nadi Yugyeom mulai melemah. Jika bukan karena ambulance yang datang tepat waktu, Bambam tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi. Ia merasa lega ketika Yugyeom di tangani. Sampai sebuah berita dari dokter yang di sampaikan Youngjae menghempaskan harapannya dan membuat Bambam tidak bisa berkata-kata.

"Kenapa kau harus menyembunyikannya..." Jackson seolah membaca pikiran Bambam dan menyuarakan pertanyaan itu pada Yugyeom.

Yugyeom diam. Tahu jika ia berkilah pasti mereka akan menyudutkannya. Ia memang tidak pandai berbohong.

"Apakah paman dan Bibi Kim sudah tau ini?" Youngjae penasaran, yang lain sudah paham apa maksud pertanyaan Youngjae. Masalah orangtua Yugyeom yang tidak akur dan bercerai sudah mereka ketahui sejak lama. Ketujuh pemuda tersebut sering bertemu dan berbagi cerita. Layaknya saudara, beberapa diantara keluarga mereka saling mengenal dan berkumpul bahkan ada diantara enam pemuda ini yang sudah dianggap seperti anak sendiri.

Yugyeom menjawab pertanyaan Youngjae tadi dengan gelengan. Ia menghela napasnya yang berat diantara bantuan selang.

"Aku baru mengetahui ini dua hari yang lalu. Aku tidak tau harus mengatakannya dari mana Hyung."

Pemuda itu memandang mereka dengan mata yang putus asa.

"Aku tidak pernah berpikir mengalami hal seperti ini. Aku takut sampai aku tidak ingin memikirkannya." Ia berhenti sejenak untuk menelan ludah yang kering. Napasnya mulai terengah-engah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dandelion || Yugyeom 🌼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang