Day 5

190 34 3
                                    

Arlott bekerja di cafe di siang terik ini, tugasnya masih sangat simple yaitu menjadi pembawa buku menu dan mencatat pesanan.

Walau di beri pekerjaan yang ringan, Arlott melakukannya dengan sungguh-sungguh. Ia bahkan membersihkan meja bekas pelanggan sebelumnya bila teman kerja nya tidak bisa melakukannya.

"Arlott tidak perlu--" "Biar saya bantu."

Beberapa karyawan disana terkesan dengan cara kerja pendatang baru itu, begitu pula Gusion yang menatap Arlott sudah beberapa kali keluar masuk area dapur hanya untuk membawa tumpukan piring kotor.

"Dimana karyawan lain? Kenapa hanya kak Arlott yang bekerja??" Tegur Gusion.

Karyawan disekitar sontak langsung kembali bekerja, Arlott mengambil jam istirahat duluan karena tenaganya habis akibat terlalu banyak bekerja.

Ia mengambil kursi di outdoor cafe, menghela nafas lalu menatap kearah langit yang terik dari biasanya.

Cahaya matahari yang menusuk mata perlahan redup berganti dengan sosok hitam yang berdiri di hadapannya, Gusion.

"Ah, Gusion?"

Yang dipanggil hanya menunjukkan senyum sebelum mengambil tempat di samping Arlott. "Tampaknya kak Arlott kelelahan, apakah mereka menyuruh kakak mengerjakan semuanya??" Tanyanya dengan nada halus.

Arlott menengok, sontak Ia menggelengkan kepala. "Tidak, mereka justru kelelahan sehingga saya pikir akan baik jika meringankan beban mereka." Jelasnya dengan bantahan.

Gusion mengangguk paham, Ia menangkup dagu sembari menatap kearah Arlott.

"Ternyata selain cantik, kak Arlott memiliki pemikiran yang baik." Pujinya.

Arlott secara reflek menoleh kearahnya, "Aku? Cantik? Apa matamu tidak salah?" Tanyanya kebingungan. Tetapi Gusion justru hanya menanggapi dengan tertawa pelan.

"Percayalah kak, jika kakak adalah perempuan. Mungkin aku sudah mengenalkan kakak pada keluargaku."

Arlott hanya menatap bingung kearah Gusion, Ia langsung mengalihkan pandangan akibat merasa canggung. Di sisi lain, Gusion masih betah memandangi karyawannya sembari tersenyum.

"Sebaiknya hentikan omong kosong mu." Arlott mempertegas.

Gusion lagi-lagi terkekeh geli, Ia kembali mengoceh tentang pujian kepada Arlott walau selalu di tanggapi dengan pedas.

Tanpa mereka sadari, dari sisi jalan. Fredrinn menyaksikan semuanya, bagaimana keduanya berbicara, bagaimana cara Gusion memandangi Arlott, bagaimana keakraban mereka berdua.

Fredrinn mengernyitkan dahi, Ia tidak menyukai pemandangan ini. Tidak seperti biasanya.

Tangannya mengepal tanpa Ia sadari, ekspresi nya datar tetapi menatap tajam kearah Gusion. Sesuatu seperti membakar dadanya, meninggalkan perasaan tak enak.

Fredrinn tidak sadar, bahwa itu adalah rasa cemburu.

𝐀 𝐌𝐀𝐍 𝐍𝐄𝐗𝐓 𝐃𝐎𝐎𝐑.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang