Day 7

132 20 1
                                    

Setelah kejadian kemarin, Arlott memutuskan untuk berdiam diri di apartemennya. Tidak ingin bersosialisasi ataupun berjalan-jalan sejenak untuk mencari udara segar.

Di saat jam-jam kosong, Arlott lebih sering menghabiskan waktu untuk membaca buku novel yang Ia bawa dari kampung halamannya. Membacanya ditemani segelas teh hangat.

Ia melirik kearah balkon kamar, cuaca kali ini kurang bagus. Langit yang biasanya cerah karena cahaya matahari berganti menjadi kegelapan dari awan abu-abu.

'Tampaknya hari ini akan hujan.' Pikir Arlott dan kembali fokus pada novelnya.

Suara rintik hujan perlahan menyapa telinga, air hujan yang awalnya hanya turun sedikit mulai deras. Memunculkan suara bising antar air hujan dan benturan pada tembok bangunan.

Arlott menghentikan aktivitasnya, Ia menutup buku itu lalu beranjak untuk menarik gorden guna menutup kaca balkon.

Saat selesai menutup, Arlott berbalik badan untuk kembali ke sofa. Tapi langkahnya membeku pasal mendengar suara yang menyeramkan sekaligus membuat kaget.

JDERR!!!

Ia menutup telinganya secara reflek, Arlott menunjukkan ekspresi lebih pucat dari sebelumnya. Ia melangkah terburu-buru sembari membawa novel juga teh hangat dalam dekapannya.

Ia berlari kecil kearah kamar untuk mencari tempat Ia berlindung sampai hujan deras berhenti. Tapi, Arlott kembali berhenti saat mendengar suara ketukan dari pintu.

Ia menghela nafas berat, meletakkan teh hangat dan novelnya di nakas meja samping kasur melainkan Ia harus mengurus tamu tak diundang itu.

Cklek.

Arlott terdiam menatap kearah tamu yang berdiri dihadapannya sekarang, suara hujan juga geledek bercampur membuat suasana terasa semakin menyeramkan.

JDERR!!

"Boleh gw numpang di tempat lu bentar? Gw kehilangan kunci kamar."

Arlott masih tertegun melihat keadaan Fredrinn yang basah kuyup, ekspresinya yang muram dan menyedihkan membuatnya semakin seram bila dilihat sekilas.

"Maaf, tapi tidak--" Arlott niat menutup pintunya.

BRAK!

Lagi-lagi hal mengagetkan dirinya, Fredrinn menahan pintunya agar tidak tertutup. Jelas kekuatan antar keduanya berbeda, Arlott yang berusaha menutup akhirannya kalah tenaga.

Fredrinn langsung menerobos masuk tanpa izin, tidak sengaja membuat tubuh keduanya tertabrak untuk kedua kalinya.

Cklek.

Arlott hanya bisa diam pasal tubuhnya di dekap erat oleh Fredrinn, basah dari badan yang lebih tinggi perlahan membuat sensasi dingin di kulit.

"Lepas." Minta Arlott.

Bukannya melepas, Fredrinn justru semakin memeluk erat dirinya. Sebelumnya dengan satu tangan, lalu Ia memeluk tubuh Arlott dengan kedua tangannya.

"Maaf." Bisiknya pelan.

Kedua tangan Arlott terus mendorong agar pelukan itu dilepas tapi Fredrinn justru menarik kedua pergelangan tangan kurusnya, memaksanya untuk berhenti memberontak.

"Dengarkan aku dulu." Mintanya dengan nada memelas. Bahkan Ia mengubah cara bicaranya sekarang.

Ia kedinginan, butuh kehangatan tetapi Arlott jelas menolaknya mentah-mentah. Setelah apa yang Ia dapatkan kemarin, Ia semakin menjaga jarak hubungan antar tetangganya.

"Aku sudah tidak ada hubungan lagi dengannya." Fredrinn sekilas menunjukkan senyuman tipis.

Arlott memandanginya dengan heran, "Lalu? Apa urusannya denganku?" Tanyanya. Ia masih mencoba melepaskan kedua tangannya, tapi genggaman Fredrinn mendadak semakin kencang.

Senyumannya berganti wajah penuh kekecewaan, "Bahkan saat kita bertemu kembali, kau masih saja menolakku." Cicitnya. Ia lagi-lagi menarik tubuh Arlott dan memeluknya.

Kali ini bukan pelukan yang hangat, ini merupakan pelukan kasar dan menekan tubuh keduanya. Arlott bisa merasakan jelas bagaimana kedua tangan besar Fredrinn menekan tubuhnya agar keduanya tetap bersama.

"Lepaskan!" Arlott mengernyitkan dahi, memejamkan mata pasal lidah panas Fredrinn menjilat kupingnya.

Ia mencoba menggerakkan kepalanya tetapi tangan Fredrinn lagi-lagi menahan tengkuknya, kedua tangan kurus itu memukul-mukul lengan berotot pria tersebut.

"Fredrinn! Lepaskan!!" Bentaknya.

Fredrinn menghiraukan ucapan tersebut, masih sama dengan mencoba menggoda Arlott dengan gerakan sensualnya. Yang justru membuat lawannya semakin risih akan perbuatannya tersebut.

"Kau benar-benar tidak mengingatku, Arlo?" Bisiknya tepat disamping telinga yang sudah memerah itu.

Tepat saat pelukan itu melonggar, Arlott secepat mungkin melepaskan diri dan menjaga jarak antar keduanya. Ia mengusap kuping kirinya dengan tatapan heran tertuju kepada Fredrinn.

"Apakah kau sudah gila?" Tanyanya heran.

Fredrinn hanya menanggapi pertanyaan itu dengan kekehan pelan, Ia melangkah maju dan itu membuat langkah mundur untuk Arlott.

"Kau benar-benar tidak mengingatku? Arlo? Sayang?" Tanya Fredrinn kembali berbicara hal-hal yang tidak masuk akal.

Kepala Arlott mendadak sakit, Ia memegang kepalanya sembari menatap bingung kearah Fredrinn. Pria itu justru hanya diam menatapnya, tepat sebelum tiba-tiba pandangannya menjadi buram dan menggelap.

'Kenapa? Tiba-tiba begini?' Pikir Arlott.

Sebelum jatuh, Arlott bisa merasakan tubuhnya ditangkap oleh Fredrinn. Ia memanggil namanya beberapa kali, tetapi matanya begitu berat untuk terbuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐀 𝐌𝐀𝐍 𝐍𝐄𝐗𝐓 𝐃𝐎𝐎𝐑.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang