"Paa, au inumm." (pa, mau minum), ucap anak perempuan yang lima bulan lagi berusia tiga tahun itu tiba-tiba.
Siang hari di bulan ini terasa lebih terik dari tahun lalu yang menyebabkan siapapun akan merasa lebih cepat haus dan gerah, mungkin karena masih memasuki fase musim kemarau. Tapi, mungkin juga karena pengaruh global warming? Entahlah.
"Emang botol minum Adek dimana?"
"Tak au, dek auss, Paa. Au inumm!!" (tidak tau, adek haus pa, mau minum!!) balasnya dengan bibir yang maju dua senti, lucu.
"Hadeh kamu ini, kan udah papa isi botolnya. Yaudah ayo."
Memang, meminum air putih menjadi hal wajib untuk ke empat orang di rumah itu- selain susu yang tentunya juga menjadi konsumsi wajib untuk tumbuh kembang kedua anak dibawah umur lima tahun- sehingga Jeonghan akan selalu memastikan bahwa botol minum kedua anaknya selalu terisi air putih.
Meja makan dengan tinggi sebatas pusar orang dewasa menjadi faktor utama mengapa gadis kecil yang tingginya hanya selutut ayahnya itu tidak bisa mengambil apa yang ia inginkan. Begitu juga dengan kulkas tiga pintu yang terletak tak jauh dari meja makan. Tenaga kecil anak dibawah umur tiga tahun itu pastinya tidak akan kuat untuk membuka kulkas yang memiliki magnet otomatis tersebut.
Biasanya si gadis kecil akan meminta bantuan pada si sulung untuk membuka pintu kulkas atau mengambilkan air minum di atas meja. Bukan karena malas, Jeonghan memang sering meminta bantuan anak pertamanya untuk membantu adiknya- alih-alih melakukannya sendiri- dengan tujuan agar bonding antara kakak beradik tersebut semakin kuat.
Sepintas, ia bertanya-tanya di mana jagoan kecilnya itu berada. Karena hal kecil seperti membantu mengambil air di meja atau di kulkas ini biasanya menjadi tugas si abang. Tapi mengingat bahwa ini adalah hari libur, Jeonghan jadi berfikir, mungkin saja anak pertamanya sedang bermain bersama sang ayah, atau hanya sekedar menonton sang ayah memperbaiki barang yang kebetulan rusak sambil menanyakan segala hal yang menurutnya menarik.
"Aacii paa~" (makasi paa), ucap anak tersebut sambil tersenyum lucu setelah mendapatkan apa yang ia mau.
"Sama-sama Adekkk. Papa mau ke depan tv ya, nanti botolnya dibawa aja ke kamar Adek."
Seperti kebanyakan orang, hari libur merupakan hari untuk bersantai. Apalagi dengan cuaca yang sangat terik seperti ini, pastinya membuat siapapun akan lebih betah untuk tidur-tiduran di dalam ruangan yang sejuk ketimbang harus berada di luar.
Sebenarnya, ia sendiri juga bingung harus melakukan apa selain menjelajahi media sosial. Jika memilih untuk tidur pun, ia tidak bisa karena pagi tadi ia bangun lebih lambat dari hari biasa. Kedua anaknya tentunya sudah bisa bermain sendiri dengan mainan mereka yang ada di hampir setiap sudut ruang bermain, walaupun tak jarang juga Jeonghan akan ikut menemani anak-anaknya untuk bermain bersama.
"Yang pinjem Hp kamu dong, aku mau cek grafik." ucap lelaki yang tiba-tiba datang dan langsung merebahkan diri di sampingnya.
"Loh kok cepet banget?"
"Gabisa dibenerin kan?"
"Udah aku bilang juga dari kemarin-kemarin mending beli yang baru.
Kamu sih ngeyel.
Padahal udah aku masukin keranjang juga, tinggal di CheckOut.""Oh, atau kita ke offline store-nya aja ya yang nanti sore sekalian jalan-jalan?"
Cup
"Nyenyenye, bawel, udah bener tuhh. Laki siapa dulu." potong Seungcheol sebelum Jeonghan sempat menyelesaikan cerocosannya yang tak berkesudahan sambil menaik-turunkan alisnya, yang menurut Jeonghan ekspresi Seungcheol jadi terlihat sangat menjengkelkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Family! || Jeongcheol
FanfictionBerisi kisah keseharian dari empat orang (atau lebih?) yang disebut keluarga. [on going] Kalo kepo, cuss baca aja Warn! • Bxb! • mpreg! • Content fluffy (Slight mature) • Jeongcheol (maybe slight kapal svt lainnya) Disclaimer: Fiksii, pict from pi...