8.

252 21 1
                                    

Seperti biasa, seusai jam sekolah, Mavendra sudah berdiri tegak di depan pintu kelas Aurora. Matanya mencari-cari cewek itu di antara kerumunan siswa yang keluar dari kelas.

Ketika akhirnya melihat Aurora yang sedang berjalan ke arahnya, senyum lebar langsung menghiasi wajah Mavendra. "Pulang bareng?" tanyanya penuh harap.

Aurora hanya menggelengkan kepala, melanjutkan langkahnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kenapa nggak mau?" Mavendra terus mengejar, berjalan di sampingnya.

"Bisa pulang sendiri," jawab Aurora singkat.

"Dari pada ngeluarin uang buat bayar taksi, mending lo bareng sama gue aja, Ra. Gratis, kok," bujuk Mavendra sambil mencoba merayu.

Namun, Aurora tetap diam.

"Makan dulu, yuk? Tenang aja, nanti gue anterin pulang sampai rumah. Sekalian mau ketemu calon mertua, nih," candanya mencoba mencairkan suasana.

Aurora tetap saja tak merespons.

Mavendra menghela napas frustrasi. "Lama-lama gue gemes juga sama lo, Ra. Boleh gue culik nggak, sih?" ucapnya dengan nada setengah bercanda, tetapi tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang aneh. Ia melihat lebam di pergelangan tangan Aurora.

"Tangan lo kenapa, Ra?" tanya Mavendra sambil meraih tangan Aurora. "Kok, ada lebam?"

"Apaan, sih?!" sahut Aurora dengan nada kesal, langsung menarik tangannya dari genggaman Mavendra.

"Jawab gue, Ra! Kenapa tangan lo bisa kayak gitu? Siapa yang mukul lo? Siapa pelakunya?" Mavendra bertanya bertubi-tubi, rasa khawatirnya memuncak.

Namun, Aurora tetap bungkam, membuat emosi Mavendra semakin tersulut.

"Jawab gue, Ra!" tanpa sadar, suaranya meninggi, hampir membentak.

Aurora tiba-tiba menghentikan langkahnya, menatap Mavendra dengan ekspresi datar. "Mau lo apa, hah? Lo mau apa dari gue? Jawab!"

Mavendra terdiam, tak tahu harus berkata apa.

"Nggak usah ikut campur dalam hidup gue. Gue nggak kenal lo. Gue nggak tahu siapa lo!" Aurora mengarahkan jarinya tepat di depan wajah Mavendra. "Mulai sekarang, jangan pernah muncul di depan gue lagi. Gue risih!"

Setelah mengatakan itu, Aurora berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Mavendra yang hanya bisa terdiam mematung, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

*** 

"Bangsat! Kenapa gue mikirin cewek itu, sih?" Mavendra menggeram sambil mengusap wajahnya dengan kasar. "Inget, Al, ini cuma tantangan! Seharusnya yang baper itu dia, bukan lo!"

Dengan rasa frustrasi yang masih meluap, Mavendra melangkah turun ke lantai satu, di mana ia menemukan Mamahnya, Risa, sedang menonton televisi. Ia berjalan mendekat dan duduk di sofa di sampingnya.

"Loh, tumben nggak keluar main?" Risa menoleh ke arah anaknya, melihat ekspresi Mavendra yang terlihat berbeda.

"Malas, Mah," jawab Mavendra singkat, tanpa semangat.

"Kenapa, sih? Lagi putus cinta, ya? Kok, mukanya yang tadinya jelek, tambah jelek aja," canda Risa, mencoba menggoda.

"Mah!" Mavendra merengek seperti anak kecil, merasa digoda pada saat yang tidak tepat.

Risa menggeleng pelan, menahan tawa. "Serius, ada apa, sih? Kamu ada masalah?"

Tanpa berkata-kata, Mavendra menunduk dan meletakkan kepalanya di atas bahu Mamahnya, sambil memeluk bantal yang ada di dekatnya. Rasa lelah dan bingung membuatnya membutuhkan kenyamanan yang hanya bisa ia dapatkan dari Mamahnya.

MAVENDRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang