Doyoung menatap kearah jendela kecil di pintu ruangan dimana Jaehyun yang terbaring diatas ranjang pasien. Cukup merasa lega saat mengetahui bahwa Jaehyun hanya kelelahan dan demam tinggi. Hingga pemuda manis itu mengalami mimisan. Ia pun sudah menghubungi Taeyong yang langsung dibalas dengan decakan kesal.
Taeyong berkata bahwa Jaehyun sepulang dari kampus kemarin meminta ice cream dengan porsi besar. Dan, sialnya saat itu yang berada dirumah hanyalah Jaehyun dan Johnny. Johnny memang tidak pernah bisa berkata 'tidak' pada adik manisnya itu. Alhasil, Jaehyun menghabiskan satu mangkuk besar ice cream, dan terserang demam di malam harinya.
Teman satu fakultas yang merangkap menjadi kakak iparnya itu juga mengeluh bahwa Jaehyun sangat keras kepala. Pagi tadi, Jaehyun memaksa diri untuk berangkat dan malah berakhir buruk seperti ini.
Doyoung yang mendengar keluhan Taeyong lewat telepon hanya bisa terkekeh pelan, dan menghibur anak kedua Jung tersebut dengan sebuah foto yang ia ambil diam-diam lewat jendela didepannya. Foto yang menunjukkan ekspresi lucu dari Jaehyun yang mengerucut sebal sembari melihat selang infus yang tertancap di punggung tangannya.
Sebenarnya ia kesal dengan Jaehyun yang keras kepala, tetapi apakah mungkin ia bisa untuk memarahi Jaehyun yang memiliki senjata tatapan imut mautnya.
Ya, sudahlah.
Walaupun sedikit menyebalkan, namun tidak dipungkiri bahwa ia bersyukur akan perkiraannya ternyata meleset. Pemikiran buruknya kini sirna, rasa khawatir berlebihan pun hilang. Meski masih sedikit ada rasa khawatir karena Jaehyun harus terbaring sakit.
Ia jadi berpikir ulang terkait perasaannya. Apa benar ia tidak memiliki rasa cinta yang sama besar dengan Jaehyun? jika ia tidak mencintai pemuda itu, bukankah seharusnya ia tidak bereaksi terlalu kacau, 'kan?
Pemuda Kim itu sangat kalut, jantungnya berdebar tak karuan saat Jaehyun pingsan ketika ia gendong menuju lobby rumah sakit. Bukan rasa takut karena membayangkan ia akan dikuliti Taeyong jika mengetahui Jaehyun pingsan, bukan.
Tetapi, benar-benar rasa takut untuk kehilangan. Selama di perjalanan ia mengendarai dengan satu tangan saja. Tangannya yang lain ia gunakan untuk menggenggam erat kedua tangan Jaehyun yang melingkar diperutnya. Wajahnya memang terlihat sangat tenang, namun tidak dengan hatinya yang porak poranda. Belum lagi ketika dokter sangat lama menangani Jaehyun di dalam ruang periksa.
Doyoung rasa, ia harus memantapkan perasaannya mulai sekarang. Ia merasa berdosa jika menjalani kepura-puraan—padahal dia saja yang tidak sadar akan perasaannya—dan berakhir melukai Jaehyun.
"hah.. gue harus mastiin semuanya"
Pemuda yang usianya hampir menyentuh seperempat abad itu menghela napasnya perlahan, kemudian membuka pintu ruang rawat Jaehyun. Matanya menatap teduh kearah Jaehyun yang menyambutnya dengan kerucutan di bibirnya dan kerutan lucu di dahinya.
"kak doyoung, harusnya jangan bawa jae kesini" rengek Jaehyun sembari menatap ngeri kearah selang infus. Doyoung yang mendengar itu mendengus kesal, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"nggak, kamu kalau udah tau sakit jangan maksa diri. mau disuntik lagi, hm?"
Jaehyun mengerucutkan bibirnya kesal.
"ya nggak mau, tapi kan jae nggak suka disinii! nanti nggak bisa sama kak doy di kampus"
"siapa bilang nggak bisa?"
"ya kan nanti kak doy ke kampus, terus jae disini sendirian" omel Jaehyun sambil membelakangi Doyoung.
Doyoung tertawa gemas. Ia membalikkan tubuh Jaehyun yang terbaring secara perlahan, kemudian melirik kearah pintu rawat inap tersebut. Setelahnya ia mendekatkan wajahnya pada Jaehyun, membuat pemuda di bawahnya membulatkan matanya. Doyoung tersenyum miring, lalu mengurung Jaehyun dengan kedua lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story 'dojae' ✓
Fiksi Penggemar• just a short story • dojae! • doyoung top! jaehyun bott! • fluff! rate-T! • bxb!homo!gay!maho!yaoi! • dldr! published » september, 11th 2023