10.

3.3K 304 3
                                    

Darren berlari dengan nafas yang tersengal-sengal ketika mendapat puluhan panggilan tak terjawab dan rentetan pesan dari temannya, Kai. Darren yang semula tengah rebahan langsung melesat pergi menggunakan motornya menuju Kai berada.

"Kai?" Gumam Darren, ia kemudian langsung menghampiri Kai yang tengah terduduk dan menundukkan kepalanya dengan lesu.

Merasa ada langkah kaki mendekat, Kaileen langsung mendongak dengan mata dan hidung yang sudah memerah seperti orang yang baru saja menangis. Hal itu pun membuat Darren terkejut bukan main, pasalnya ia belum pernah sekalipun melihat Kai menangis seperti ini apalagi di tempat umum dan ramai orang.

"Kenapa lo?" Tangan Darren memegang bahu Kaileen

Kaileen menarik nafas, "anak gue ilang.. Bantuin gue ren, gue gak tau di mana anak gue sekarang, padahal udah gue bilang buat tunggu dulu, eh tapi dia malah ilang dan gak ada.. Tolongin gue!" Kaileen terus menarik kerah baju Darren dengan perasaan gusar dan penuh emosi

"Iya anying iya! Tapi lepasin dulu ini goblok, leher gue kecekik" Kesal Darren, padahal dirinya sudah khawatir tadi tapi sekarang mendadak kesal karena Kai terus menarik-narik kerah bajunya.

Kaileen kemudian langsung melepaskan kerah baju Darren, lalu ia kembali duduk dengan kepala yang terus menunduk. Meski bukan benar-benar anaknya, tapi ia sekarang sangat khawatir. Bagaimana jika Arlen di culik? Di bawa kabur oleh orang lain? Di tambah lagi Arvel belum ia temukan keberadaan nya sama sekali. Sekarang malah arlen yang hilang.

Tenang dulu, rempong banget lo kayak ibu-ibu.

Diem, gue gak mau ngomong sama lo.

Bukannya membantu, dia malah menyuruh dirinya tenang. Bagaimana bisa tenang jika dua anak laki-laki nya menghilang? Padahal Kai adalah ayah kandung mereka berdua, tapi dia sama sekali tidak merasa khawatir tak seperti dirinya yang sudah kelimpungan tak jelas.

"Emang gimana kronologi nya?" Darren mulai bertanya setelah membenarkan kerah baju yang tiba-tiba tak nyaman sehabis di tarik Kai.

"Gue niatnya mau nyari Arvel sekalian cuci mobil, tapi Arlen tiba-tiba ngerengek pengen beli mainan. Ya udah gue ajak aja ke toko mainan, habis itu gue pengen ke toilet dan gue juga udah bilang buat tungguin gue di sana sekalian dia milih-milih mainan yang dia mau dulu." Kaileen menarik napasnya, kemudian menghembuskannya lagi sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tapi, pas gue balik lagi ternyata Arlen udah gak ada di sana ren! Gue udah nanya ke pegawai nya, bahkan sampai satpam pun gue tanyain. tapi bukannya ngasih tau, dia malah bilang anak yang mana dulu nih? Soalnya di sana kebanyakan emang anak-anak seumuran Arlen."

Darren menghela napas, "lo tanya pegawai sama satpam nya kayak gimana?"

"Ya.. anak saya mana?! Gitu." Jawab Kaileen sembari mengusap hidungnya yang tiba-tiba gatal

Mendengar jawaban Kaileen membuat Darren tiba-tiba emosi bukan main, ia kemudian memukul bahu Kaileen karena merasa kesal. Dan ini baru pertama kalinya juga Darren berani memukul Kaileen seperti ini, mumpung Kaileen sedang aneh jadi ini adalah kesempatan yang bagus untuk dirinya.

"Bego! Ya kalo lo nanya kayak gitu ke semua orang juga bakal di jawab gak tau lah! Gimana sih?!"

Kaileen mengusap bahunya sendiri, ia kemudian mendelik kesal. "Namanya juga lagi panik, emang gue bakal sempet sebutin ciri-cirinya? Ck."

Darren mendadak kaku saat melihat Kaileen mulai merasa kesal dengannya, ia kemudian tersenyum penuh kecanggungan. "Gimana kalo lo minta tolong bunda aja?" Usul Darren mengalihkan topik dan kekesalan Kaileen

Belum sempat menjawab, ponsel Kaileen langsung berbunyi dan menampilkan nama si pemanggil.

Bunda..

Keningnya langsung mengkerut, "bunda?" gumam Kaileen

Nyokap gue, angkat.

Tanpa menunggu lama, Kaileen langsung mengangkat panggilan itu. Sementara Darren hanya diam memperhatikannya.

"Halo..?"

Helaan napas di sebrang sana terdengar, "Kai, kamu dimana sekarang?"

"Di–"

"Gak usah di jawab, bunda pikir kamu udah bener-bener berubah dan mau ngurus dua anak kamu. Tapi ternyata bunda salah lagi ya? Kamu bahkan sekarang malah ninggalin Arlen sendirian di mall besar."

Kening Kaileen makin mengkerut dan wajahnya pun sudah memasang raut penuh kebingungan, bagaimana wanita itu tahu bahwa Arlen sedang bersamanya tadi? Lalu apa maksudnya juga sengaja meninggalkan Arlen sendirian? Kaileen lalu menatap Darren dengan bingung.

Seolah mengerti, Darren langsung mengambil ponsel Kaileen dan mulai berbicara pada Laras. "Bunda, Kai sekarang lagi sama Darren cari Arvel dan Arlen. Tadi dia minta bantuan Darren,"

Helaan napas panjang terdengar lagi di sebrang sana, "hah.. Darren, apa bunda bisa percaya sama kamu dan juga Kai sekarang?"

Kaileen hanya bisa diam sembari menatap ke arah lain menunggu Darren selesai berbincang dengan wanita yang sekarang menjadi bunda nya itu. Pikirannya pun sekarang sudah mulai berkelana kemana-mana.

Gak usah di ambil pusing, nyokap gue emang curigaan orangnya.

Gue gak lagi mikirin itu.

Lah? Terus?

Kaileen menghela napas berat, gue cuma tiba-tiba kepikiran lagi.. gimana caranya biar bisa keluar dari dunia imajinasi punya Raizel ini.

Lo.. Emangnya gak mau jadi gue aja?

Entah kenapa nada suara Kai mulai berubah, suaranya menjadi lebih lemah dan seperti sedang sedih.

Bukan gak mau, tapi emang gak mau sih. Gimana ya.. Lagian gue juga punya dunia sendiri.

Keheningan mulai menyelimuti isi pikiran Kaileen untuk beberapa detik, kemudian suara itu pun mulai terdengar lagi dan nadanya kembali normal seperti sebelumnya.

Bilang aja sih seneng jadi gue, soalnya duit gue banyak, punya anak dua, orangnya ganteng lagi. Siapa sih yang gak mau jadi gue? Gengsi jangan ketinggian.

Sekarang Kaileen mendadak kesal mendengar ucapan yang terdengar begitu sombong dan narsis itu, padahal tadinya ia akan mulai kasihan karena nada suara Kai yang melemah dan sedih.

"Kai," Suara Darren mulai membuyarkan pandangan Kaileen, ia langsung menatap nya dengan tatapan bertanya.

"Arvel sama Arlen ada di rumah bunda lo, sana jemput." ucap Darren sembari mengembalikan ponsel Kaileen, ia kemudian menepuk pundak Kaileen pelan.

"Gak usah terlalu dipikirin omongan bunda lo tadi, dia cuma khawatir aja kalo lo bakal ninggalin mereka kayak dulu demi pekerjaan."

Darren menghela napas, "sekarang kan lo udah berhenti kerja, jadi gak ada alasan lain lagi buat lo bisa ninggalin mereka. Sayang sih lo berhenti gitu aja tanpa alasan yang logis, tapi gak apa-apa sekarang gue paham. Lo gak bisa terus kerja kayak dulu lagi, apalagi sekarang udah punya anak dua yang harus lebih lo prioritasin."

Keduanya sama-sama terdiam, sampai akhirnya Darren mulai berbicara kembali.

"Gue juga mau berhenti.. Gue gak mau terus di atur sama si tua bangka itu, doain gue ya supaya bisa cepet nikah terus punya anak biar bebas kayak lo, Kai!" Ucap Darren dengan bersungguh-sungguh, ia juga bahkan tersenyum begitu lebar setelah mengatakan hal itu.

Sedangkan Kaileen hanya bisa mengangguk dengan kekehan canggung saja, memang nya Darren bekerja sebagai chef seperti dirinya ya? Jika begitu, Kaileen juga akan mendoakan hal yang sama untuk Darren meski ia tak sepenuhnya mengerti dengan apa yang Darren maksud.

"Iya bro, jadi chef emang berat. Semangat, semoga cepet nikah terus punya anak." Kaileen mengangkat tangannya memberikan semangat pada Darren.




Tbc.

Kaileen bingung, Darren bingung, Kai bingung, aku pun ikutan bingung (≡^∇^≡)

I Become A Antagonist PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang