02- masa lalu

0 1 0
                                    

Senan memasuki kelasnya yang kebetulan guru yang mengajar adalah guru baru. Guru itu masih memperlihatkan sisi kebaikannya.

“Ya Allah kamu terlambat, nak?” guru berperawakan tinggi itu menyambut Senan dengan pertanyaan.

“Iya Bu, maaf ya.” Senan menghampiri guru tersebut dan tak lupa mencium tangannya.

“Yasudah, kamu silahkan duduk. Kerjaan latihan soal ya, nanti tanya temen kamu aja ngerjainnya yang mana,” ujar guru tersebut.

“Baik Bu.”

Senan duduk di kursinya.

Fella yang merupakan teman satu meja Senan memperhatikan Senan dari depan pintu hingga perempuan itu duduk di sebelahnya.

“Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?” tanya Senan pelan.

“Kok kayak ada yang beda dari lo ya, nan?” fella menilik wajah Senan.

Senan langsung menahan wajah fella dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “nih baru nih, kacamata baru.”

“Lah ganti? Yang kemarin mana?”

“Kelindes sepeda.”

Ya, jawaban yang sudah tidak membuat fella kaget. Hal-hal diluar ekspektasi pasti akan terjadi di kehidupan Senan.

——★——

“Tuh kan! Bener kata gue!”

Senan langsung membekap mulut Fella menggunakan tangannya, perempuan itu berhasil membuat seluruh pasang mata menatap mereka.

“Shutt! Pelan-pelan aja kenapa sih.” Gerutu Senan yang sebal sembari melepaskan tangannya dari mulut Fella.

“Jadi, yang lo pake beneran baju Linggar?” tanya May yang sedari tadi hanya diam.

Senan mengangguk sebagai jawabannya.

“Kan Linggar mantan Marsha, ya gak fel?” tanya May kepada fella yang dibalas anggukan oleh perempuan yang sedang menyedot es teh tersebut.

"Marsha?" Beo Senan.

"Iya, yang sering dipanggil Aca."

Senan langsung terdiam. Marsha, anggota cheerleader dimana ia juga merupakan teman baik Fella, tetapi hal yang membuat Senan sedikit khawatir adalah Marsha merupakan anak basis yang setiap ada masalah perempuan itu akan mengadu kepada gengnya dan mendapatkan power lebih untuk membuat mental lawan melemah.

“Eh serius dong lo!” Senan panik, karena dia takut di cap sebagai PHO walaupun status keduanya sudah putus tapi tetap saja. Apalagi Senan takut akan di cap cewek caper karena memakai seragam Linggar.

“Santai aja, mereka dari kelas 10 udah putus.”

What?! Berarti udah pacaran dari SMP dong! Batin Senan berteriak.

Tak disangka saat itu juga Linggar dan teman-temannya melewati meja Senan. Senan langsung mengalihkan pandanganya agar tidak terjadi eye contacts di antara mereka.

Senan hanya ingin cepat-cepat lulus dan tidak mau terlibat dalam drama-drama kehidupan yang menurutnya tidak penting.

Linggar yang sedang lewat pun nampaknya tidak menyadari jika ia dan teman-temannya melewati Senan alias cewek yang ia pinjamkan seragamnya. Cowok itu bisa tidak fokus karena Fajar mengajaknya berbicara terus menerus.

“Gitu gar ceritanya.”

“Terus nenek lo jadi mau nonton Ginting main buku tangkis di stadion?” tanya Linggar yang daritadi nyimak gak nyimak.

“Gak jadi, soalnya kakek gue gak ngebolehin.” Ujar Fajar, beberapa detik kemudian cowok itu kembali berbicara seolah-olah mereka harus terus berbicara dan tidak boleh berhenti.

“Nenek gue kan demen sama Linggar hahaha! Pas gue tunjukin fotonya ‘nek, temen abdi ini’ eh nenek gue bilang ‘kasep pisan’ gitu katanya.”

“Emang dah si Linggar idaman nenek banget. Hahaha!” Tawa Gibran terdengar.

Dan teman-temannya yang lain juga ikut tertawa. Sepanjang perjalanan menuju ke ruang kelas mereka sesekali bercanda. Namun, tiba-tiba tawa mereka terhenti saat melihat dua orang berdiri di depan mereka dengan kata lain sengaja mencegat mereka.

Linggar tidak ambil pusing dan melewati dua orang itu, tetapi salah satunya mencengkram lengan Linggar.

“Apa lagi, ca?”

Deg.

Nada bicara itu tidak pernah berubah sama sekali, masih terdengar lembut walaupun sedikit menggambarkan bahwa dia merasa tidak nyaman.

“Gar, please aku mau kita balikan.”

“Ah ogah,” jawab Linggar sambil menyingkirkan tangan Marsha dari lengannya.

“Gar...”

“Eh ca, mending lo pergi deh. Nanti mata-mata si Jovan tau kita yang kena.” Ujar Gibran, “lo juga ngapain kesini? Ngajak balikan juga?” Gibran melempar pertanyaan kepada Citra mantannya.

Citra diam, dia tidak menjawab karena malu. Sebenernya dia juga sangat malas harus menemani Marsha ke sini dan berakhir menjadi bahan ejekan Gibran.

“Gar, gue cinta banget sama lo..”

Linggar menarik nafas dalam-dalam, “ca, kita udah selesai. Gue gak mau memulai hubungan sama orang yang udah gak bisa gue percaya.”

Linggar menepuk pundak Marsha, “lo nikmati aja hubungan lo yang sekarang dan tingkatin lagi belajarnya. Katanya mau masuk UGM?”

Lagi, Marsha merasakan kehangatan disetiap ucapan Linggar. Linggar bahkan ingat semua impian yang ia pernah ceritakan kepada laki-laki itu. Hal itu tentu akan membuatnya semakin jatuh cinta.

Setelah mengatakan itu Linggar diikuti teman-temannya kemudian pergi meninggalkan Marsha dan Citra.

“Bisa-bisanya mereka gak tau malu!” kesal Fajar.

“Tau ya jar, yang selingkuh dia yang ngemis-ngemis minta balikan juga dia.” Al menimpali.

“Kalo lo mantan dia lo mau balikan sama dia gak Al?” Viko iseng bertanya kepada Al.

“Marsha? Ya jelas lah! Mau hahaha, Marsha cakep begitu, kapan lagi gue dikejar-kejar cewek cakep.”

Yeuhh anying.”

“Untung nenek gue gak selingkuh dari kakek gue.” ujar Fajar.

“Nenek lo idaman berarti, jar.”

——★——

Yuhuu spadaa~~
Balik lagi dengan Hello, L!!

Gimana nih? Ada yang diposisi kayak Linggar gak nih? Apa kalian diposisi Marsha?
Barisan para mantan mana suaranya???!!

Jangan lupa di komen dan vote ya! Masukan dari kalian sangat amat berharga buat aku:>>

Salam manis,

Ponilablue


Hello LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang