Luka dan Air Mata

47 2 0
                                    

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram."

Derap langkah terdengar ganjil menyerang lantai yang dipijakinya. Sesosok pria dengan kemeja abu-abu kebanggaan dipadukan celana hitam terlihat tengah menggendong sesosok gadis dengan perut yang buncit serta cairan darah hampir memenuhi sebagian kemeja pria itu.

Beberapa perawat mulai menghampirinya dengan membawa brankar dorong. Sosok pria itu membaringkan istrinya secara perlahan. Tangannya tidak lepas menggenggam tangan istrinya. Pun dengan atensinya, seperti tak ingin teralihkan. Benar, pria itu mengikuti kemanapun suster membawa istrinya pergi. Sampai akhirnya, langkahnya melambat dan membawanya tepat berada di ambang pintu masuk ruangan yang bertuliskan UGD. Perasaannya tak karuan, ia menyugar rambutnya dengan kasar. Di detik yang sama, tangannya yang mengepal mendarat tepat pada dinding putih dengan bau khas obat-obatan. Pria itu berteriak frustasi. Tetesan demi tetes luruh membasahi pipinya.

Menyedihkan. Mungkin itu ungkapan yang cocok untuk menggambarkan penampilannya saat ini. Pria itu membawa wajahnya tenggelam di antara kedua telapak tangannya. Hanya satu pintanya pada Sang Khaliq saat ini, ia ingin gadis yang berada di dalam ruangan itu baik-baik saja, pun dengan malaikat kecilnya.

"Husein.'' Sentuhan telapak tangan yang seperti memberikan aliran listrik membuat Husein tersentak sekaligus terkejut. Pria itu mendongak, sebagian wajahnya telah dibasahi oleh cairan bening. Samar-samar Husein menangkap bayangan wanita paruh baya tengah berdiri tepat di depannya.

Pria itu bangkit seraya mengelas jejak beningnya. Husein menetralkan kembali pandangannya. Benar. Wanita paruh baya itu menyusulnya. Mereka saling membisu dan membatu. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut keduanya. Hanya netra yang saling beradu pandang dan binar mata cukup menjelaskan perasaannya saat ini.

Sekuat apapun Husein, pria itu tak kuasa membendung cairan yang menggenang di pelupuknya. Saat ini ia begitu lemah. Tidak berselang lama, Husein berhambur ke pelukan sang rahim kehidupan. Tangisnya pecah. Terdengar begitu dalam dan sungguh memilukan. Ia tergugu, terisak dan menenggelamkan sebagian wajahnya di bahu uminya.

"Hamasah, Nak. In syaa Allah Zahra akan baik-baik saja. Serahkan semuanya kepada Allah.'' Wanita itu melerai pelukannya. Tangannya terangkat untuk mengelas jejak air mata yang melekat di pipi putra semata wayangnya.

Wanita paruh baya itu membawa Husein kembali duduk di kursi yang telah tersedia. Sebotol air mineral ia sodorkan kepada putranya. Berharap dengan sebotol air mineral, suasana hati Husein akan kembali tenang.

"Husein sangat takut Umi. Ada banyak darah, Zahra kehilangan banyak darah. Bagaimana jika--" Kalimatnya terpotong dengan telapak tangan Umi Ida yang membungkam mulut Husein. Di menit selanjutnya,  wanita paruh baya itu menggeleng pelan. Tidak. Ia tidak ingin hal buruk sampai terucap dari bibir putranya.

''Menantu dan cucu umi akan baik-baik saja. Umi percaya itu.'' Kalimat itu diucapkan dengan penuh penekanan. Jangan lupakan suara serak karena menahan isak pilu. Sakit. Adakah dari kalian yang pernah merasakan hal yang sama? Menahan tangis agar isak pilu tidak sampai terdengar oleh orang lain.

Atensi mereka teralihkan pada sosok wanita berjas putih dengan suster yang berada di belakangnya. Husein segera berjalan mendekat, harap-harap cemas kembali melanda hatinya. Ilahi, semoga kali ini ia mendengar kabar baik dari wanita itu.

''Dengan keluarga pasien yang bernama Zahra?'' Husein mengangguk cepat. Saat ini mulutnya masih terasa kaku. Entah karena cemas melanda sehingga tak mampu membuatnya berkata-kata, atau alasan yang lainnya.

''Iya, Dok. Saya uminya. Bagaimana keadaan menantu saya? Baik-baik saja 'kan?'' tanyanya dengan segudang harap.

Sebelum menjawab, wanita itu terlihat menghela napas berat membuat Husein seperti ditimpa batu-batuan besar. "Saat ini keadaan pasien kritis. Pasien harus segera mendapatkan tanganan medis dengan cara caesar."

Lentera AbidahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang