Chapter 4: Impressed Him

600 154 29
                                    

Playlist: Diana Krall and Michael Bublé - Alone Again (Naturally)

Playlist: Diana Krall and Michael Bublé - Alone Again (Naturally)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, wait." Pandji memerhatikan tanganku—bekas cakaran—di punggung tangan saat aku mengambil alih Miko dari tangan Raisa.

"Tangan kamu kenapa?" tanya Pandji dengan ekspresi khawatir.

Aku tersenyum simpul, menggoyang badan Miko. "Ulah dia nih."

Pandji mengusap-usap kepala Miko, tapi dengan gerakan sedikit menekan. Anehnya si Miko malah diem aja nggak berontak sama sekali. Coba aku yang begitu, udah pasti ditampol pakai tangan bunteknya.

"Galak banget sama Mami sendiri. Jadi cowok yang gentle tuh harus behave," celetukan Pandji malah membuat Raisa tertawa kecil.

Aku juga sebenernya ingin tertawa, tapi tertawa sinis. Behave katanya? Mana ada behave yang nyoba-nyoba macarin anak orang sesuka hati? Beneran deh, kalau Bunda sampai tahu pacar anaknya kayak gini, Bunda pasti nyuruh aku untuk putus detik ini juga.

Raisa memandang Pandji cukup lama kemudian berkata dengan nada lembut, "Kamu banyak berubah ya, Ji."

Oh, benar dugaanku. Raisa mungkin pernah punya hubungan spesial dengan pria yang sekarang menjadi pacarku.

"Pengalaman membuat seseorang berubah," jelas Pandji tanpa melirik ke arah Raisa sedikitpun melainkan malah mengusap bekas cakaran Miko di tanganku. "Yang penting in a good way without crossing the line."

Apa sih maksudnya without crossing the line? Kalau yang aku dengar dari obrolan Sima dan Pandji di kafe tempo hari, Sima bilang 'setan macam Pandji' which means kemungkinan Pandji kalau pacaran nggak sepolos itu, if you know what I mean. Dari sana aku selalu berpikir tiap kali Pandji berkata-kata manis padaku itu memang benar adanya. Dia sejujur itu atau hanya akal-akalan dia doang. Aku masih belum bisa membedakannya.

"That's good. I'm happy for that," balas Raisa, lalu ia tersenyum padaku. "Pandji bukan pecinta hewan peliharaan dan nggak suka sama kucing, kata dia kucing itu pemalas. Tapi, ngelihat dia sekarang yang mau megang-megang kucing, aku agak amazed, sorry."

Ingin sekali aku menyahut dengan lantang, masaaaaa siiihh??? Kenapa dia nggak suka sama kucing atau hewan peliharaan lain sementara Raisa itu profesinya dokter hewan? Agak nggak sinkron.

Pandji nggak komen apapun pada kata-kata Raisa, dia malah bertanya, "Perih pasti ya? Udah diobatin, kan, di rumah tadi?"

"Miko tiga tahun hidup bareng sama aku, Ji. Jadi untuk dapat cakaran kayak gini doang sih, aku udah antisipasi." Aku membalas santai.

Raisa yang merasa ucapannya dicuekin langsung memasang senyum datar.

*

Aku dan Pandji sedang ada di Shell untuk mengisi bahan bakar. Sekaligus istirahat sebentar karena dia bilang kalau lapar dan nggak sabar ingin makan roti lapis yang kubawa. Sementara Miko sudah kuminta Mbak Siti untuk menjemputnya di Klinik Raisa.

Lie Like ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang