"Kakak kenapa lho, pergi jauh banget gini. Ke Bali atau Jogja aja kan bisa, kalau gini tu ibu yang repot pas kangen"
"Disini kakak bisa dapet gaji gedhe lho bu, kan bisa relaksasi juga sekalian kalau pulang kerja"
"Halah! Wong tiap hari bilang pengen ke Bali pengen pulang aja gitu kok. Lagian kakak ini aneh, wong sudah dapat kerja enak di Bali malah milih yang jauh gini. Ibu tu kesepian lho dirumah, adekmu juga di asrama ndak betah. Dirumah ndak ada kakak, kangen kakak terus gitu kalau pulang kerumah"
"Kangen gigitin pundakku, dasar. Nanti deh kalau kakak ada waktu, kakak ambil jatah cuti buat pulang"
"Bener lho, nanti ibu sama adek aja yang ke Bali, biar kakak nggak perlu transit. Kabari aja kapan jadi ibu bisa siap-siap juga"
"Iyaa, nanti kakak kabari lagi"
"Yaudah, ini ibu mau cek toko. Kakak baik-baik ya disana. Makan, sama vitamin jangan telat terus"
"Iyaa, kakak tutup ya telfonnya"
Percakapan template dengan ibu setiap pulang kerja, dengan alasan yang sangat klasik juga. Ibu, maaf kalau kakak selalu bohong. 3 tahun lalu aku pergi dengan alasan cari pengalaman dan wawasan, hal itu yang terus aku katakan pada setiap orang yang bertanya.
Nyatanya, aku pergi untuk menghindari perasaan terlarang. Rasa yang tak seharusnya tumbuh, pemikiran buruk mulai muncul. Jadi aku putuskan untuk pergi menjauh, dari semuanya.
Aku jatuh cinta pada sahabat kecilku, pada seseorang yang lebih dulu mencintaiku. Ibu maaf, aku jatuh cinta pada anak teman ibu, yang ibu sendiri kurang suka. Tetangga dan satu-satunya sahabat lelaki yang selalu aku ingat. Bagaimana ia berpakaian pada pesta ulang tahun saudaraku, jas hitam dengan bow merah yang sangat lucu. Ditanganmu memegang kotak kado, dan senyummu yang merekah saat melihatku keluar dari kamar mengenakan gaun perpaduan merah jambu dan ungu, saling melempar tawa saat membicarakan kado yang kita bawa. Kita baru 5 tahun saat itu, orang bilang kita berdua terlihat sangat lucu dan manis. Bagaimana ia menungguku didepan rumah saat aku masih harus merapihkan kuncir rambutku, mengajakku berbicara saat aku terdiam dalam riuh keramaian.
Maaf, maaf sekali aku harus pergi seperti. Menghindari hal buruk yang terjadi, menghindari masalah yang mungkin akan timbul jika aku terus memaksakan keinginanku. Aku tahu dulu kau suka padaku, tanpa berbicara-pun siapa saja tahu, kalau saat itu jatuh cinta pertamamu itu padaku. Tapi maaf, saat itu aku hanya berpikir jika kita lebih baik dan seharusnya hanya menajdi teman saja.
Kusesali kini, hingga harus pergi sejauh ini. Setahun setelah aku pergi, mencoba mengubur rasa cinta yang selalu menggebu-gebu untukmu, kabar pahit itu datang. Kamu menemukan cintamu pada yang lain, pernikahanmu 3 hari lagi. Aku tentu terperangah, sakit, dan lega. Tapi itu sementara, kini aku hanya bisa berangan dan berandai. Semakin menjauhkan diri dari apapun bentuk cinta. Maaf, sudah sejauh ini tapi rasa cintaku semakin menjadi.
Ibu, aku pergi untuk menghindari cinta yang tak seharusnya ini.
Ibu maaf, dan untukmu, maaf masih menyimpan rasa yang datang terlambat.