Sudut Pandang

16 0 0
                                    

"Gimana? Kamu udah bilang?"

A bertanya dengan tergesa-gesa setelah melihat B masuk ruang osis. B menunduk lesu, "Belum, ternyata pak KepSek juga terlibat, jadi aku disaranin buat diem aja"

"Hah?! Diem gimana? Kasus kaya gini kita harus diem? Sini deh aku yang bilang sama ketua osis"

A sudah akan beranjak namun dicegah oleh B "Sudahlah, mending kita nurut kata ketua osis, daripada kita yang dapat masalah besar nanti"

A terperangah, "Lalu? Kita hanya akan biarin budaya begini dan akan menjadi pihak yang dirugikan sampai entah kapan?"

B hanya menunduk, membenarkan semua perkataan temannya, namun lagi-lagi segala tentang resiko dan akibat yang akan mereka dapatkan masih terlalu kuat untuk menahannya berbuat lebih. Sebisa mungkin ia akan menahan A juga, agar terhindar dari masalah.

"A, mending kita anggap kita ngak pernah melihat apapun itu, anggap kita hanya berhalusinasi atau apapun. Plis, demi kita, masa depan kamu sama aku"

A tak bisa berkata-kata, emosi menguasai dirinya sampai keubun-ubun, tetapi rasionalnya menariknya jika ia berbuat lebih, hal buruk akan terjadi, jadi ia keluar, berteriak marah untuk melampiaskan emosi yang membakar hatinya.

"Aaaaghhh! Sial!"

Kejadian yang tidak sengaja mereka lihat, dengar dengan jelas adalah, saat ternyata hampir seluruh uang hasil sedekah untuk korban banjir, yang dikumpulkan oleh anak-anak osis selama 3 harian, diambil sebagai hak pribadi oleh pembimbing osis. Tak hanya pembimbing osis tetapi juga ketua osis. Menjijikan, saat itu A dan B yang kebetulan melewati gudang penyimpanan alat bersih-bersih mendengar percakapan keduanya langsung saja merasa marah. Beruntung, B yang sigap langsung menarik A untuk kembali ke kelas, yang memang sedang sepi karena mata pelajaran olahraga sedang berlangsung di lapangan.

A berkata akan mengadukan hal ini pada yang lain, namun B melarang dan berkata ia yang akan melapor kejadian ini pada anggota osis, namun bukannya mendapat dukungan, A dan B malah dikecam agar bungkam, anak osis mendapat suap yang meskipun sedikit, mampu membuat mereka bungkam, bahkan terkesan membenarkan kelakuan ketua osis dan pembimbing osis. Sekain itu mereka juga mendapat berita lebih memalukan, karena KepSek juga terlibat, bahkan dialah dalang utamanya.

A terus uring-uringan sejak kejadian hari itu, topik apapun menjadi sangat sensitif baginya, bahkan saat guru sejarah bercerita tentang sejarah penjajahan di Indonesia saja, ia marah.

"Jadi, kerja paksa atau rodi, dijaman belanda dan Jepang itu sama ya, mereka emang kejam loh. Tidak membayar upah pribumi sama sekali, padahal-"

A mengangkat tangan, "Maaf buk, bukannya mereka sudah membayar ya? Tapi dikorupsi oleh pemerintah kita sendiri sampai akhirnya upah yang sudah seharusnya, menjadi sangat kecil saat sampai pada tangan pekerja pribumi"

Sang guru terkejut, tergagap lalu berekspresi marah. Kentara sekali informasi yang dibacanya hanya berasal dari buku, atau bahkan cerita lama yang terus diulang. "Maksud kamu apa? Jangan mengarang cerita ya, yang saya jelaskan itu adalah sejarah asli kita"

A mendengus, mental pengecut sudah menjadi budaya di negeri ini. Guru yang sempat jengkel kembali melanjutkam ceritanya, yang sangat melenceng jauh kini malah bercerita tentang betapa indahnya budaya Jepang.

"Di Jepang itu ya, masyarakatnya sopan-sopan. Fasilitasnya canggih, negaranya bersih. Mana orangnya pinter-pinter, murid disana itu tertib semua. Ngak kaya disini, muridnya nakal, dibilangi ngak ada yang nurut, sok tau, sukanya balapan, tawuran, buang sampah dimana-mana. Di Jepang itu ya, enak banget hidup disana, tentram, nyaman, damai, se-"

"Tapi kasus bunuh dirinya tinggi, salah satu penyumbang besar kaum lgbtq, pendapatan terbesar negara bukan pariwisata tapi film bokep, sekutu amerika, hampir semua warganya, yang jumlahmya cuma setengah dari populasi Indonesia, tidak beragama atau beragama dewa, bahkan yang lain tidak mau tau soal agama. Kemajuan teknologi seiring dengan keterbelakangan pendidikan agama, Tuhan. Biaya hidup yang mahal, dan pajak yang nggak masuk akal. Indonesia, adalah sebaik-baik negara dimana kita bisa hidup dengan damai. Ibu sebagai guru, harusnya membangun karakter bela negara, bukan rasa rendah diri. Para anak muda jadi terganggu perkembangan informasi dan mentalnya karena seorang tenaga pendidik yang salah dalam hal membangun karakter"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Prompt(s) AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang