Elizabeth, ibu Liz, menatap putrinya tajam. Sedangkan yang ditatap hanya menundukkan kepalanya menatap lantai. Eliz akhirnya tersenyum dan mengusap rambut bergelombang anaknya dengan lembut.
"Ibu sangat menyayangimu, Liz," ucapnya lembut. "Tapi kau tahu sendiri apa yang ibu alami di masa lalu. Ibu hanya takut apa yang ibu rasakan terjadi padamu, Sayang. Ibu sangat takut jika nanti kau jatuh cinta pada seorang pangeran dan berakhir seperti ibu di sini."
Setetes air mata jatuh di pangkuan Liz. "Aku tahu ibu. Aku hanya ingin ke sana. Bukankah tidak sopan jika kita menolak undangan seorang raja dari negeri yang kita tinggali? Dan ini juga merupakan kesempatan langka. Aku janji, peristiwa yang ibu alami tak akan terjadi padaku. Ibu, aku mohon," pinta Liz.
Eliz menghela napas berat. "Tidak, Liz. Cukup. Banyak pemuda di luar sana yang lebih baik dari salah satu pangeran atau raja yang memerintah tanah ini yang bisa mencintaimu dengan tulus. Sekarang, lebih baik kau tidur."
Liz beranjak dari tempat duduknya menuju tangga untuk naik ke kamarnya. Tapi di tengah tangga dia berhenti dan menoleh ke arah ibunya. "Jika ibu tahu ada pemuda yang lebih baik dari seorang pangeran atau raja, kenapa ibu tidak mencarinya? Kenapa ibu malah lari dan membuat raja yang ibu cintai mencari-cari ibu dengan rasa bersalah seumur hidupnya?" Lalu Liz masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan agak keras.
"Maafkan ibu, Liz," ucap Eliz lirih.
♚♚♚
Liz menyandarkan tubuh lelahnya di kursi di balkon pondok. Gadis itu menatap sedih menara istana Alroy yang menjulang tinggi. Rosea sedang menaiki bukit menuju ke pondok sehabis mengantar nenek pasien terakhir turun.
"Kurasa kau harus pergi ke sana sendiri malam ini, Ro," keluh Liz begitu Rosea duduk di sampingnya. Gadis muda itu menatap Liz kaget.
"Kenapa? Jika kau tidak pergi, lebih baik aku juga tidak. Kau satu-satunya orang yang kumiliki Liz. Entah apa jadinya jika aku hanya pegi kesana sendiri."
"Kau bisa berdansa dengan Will sepuasnya. Itu yang kau inginkan, bukan?" Liz mencoba tersenyum membesarkan hati Rosea.
Rosea menggeleng tegas. "Jelaskan padaku apa yang terjadi?"
"Ibu melarangku." Dua kata yang bersifat mutlak dan tanpa kompromi.
"Lho, kenapa? Apa masalahnya? Apa karena masalah ibumu? Lagipula acara ini King Edward sendiri yang mengundang. Kita mendapat kehormatan, Liz."
"Lagipula," potong Liz, tidak menggubris omelan Rosea. "Semua gaun indah hadiah Will kemarin, yang akan kupakai malam ini, disembunyikan ibuku. Entah di bagian mana rumahku."
"Disembunyikan? Aku tidak paham dengan ibumu, Liz. Ibumu baik. Hanya saja terlalu terpuruk pada masa lalu."
Keheningan menguasai mereka berdua. Tiba-tiba Rosea berdiri dengan penuh semangat dan menatap Liz. "Baik, kita akan pergi malam ini. Sebaiknya kita mulai bersiap."
"Kita?" Kedua alis Liz bertaut. Rosea mengangguk. "Dan aku memakai baju seperti ini?" Liz menunjuk pakaian kerjanya: terusan selutut berwarna pink yang sudah lusuh. "Tidak, Ro, aku lebih baik mempermalukan namaku sendiri daripada mempermalukan Will dan King Edward. Apa kata para bangsawan yang hadir?"
"Gaun biru ibumu yang cantik itu!" seru Rosea girang, kedua matanya berbinar. "Kau bisa mengenakannya. Masih berada di tempat semula, bukan?"
Liz mengangguk ragu. Itu gaun ibunya dari masa lalu yang disembunyikan di bawah tangga. Gaun tercantik yang pernah dilihatnya. Rosea kembali melanjutkan, "Datanglah ke sini setelah ibumu tidur, Liz. Kita manfaatkan kebiasaan ibumu agar kau bisa melarikan diri. Ibumu akan tidur jam tujuh malam, bukan?"
Liz mengangguk lebih yakin. Lalu keraguan yang sempat hilang muncul kembali. "Ro, apakah mungkin rencana ini berhasil? Maksudku, aku memang sangat ingin pergi ke sana tapi aku juga tidak ingin ibuku—"
Rosea mengangkat telunjuknya di depan mulut Liz. "Zzzt! Tak ada tapi-tapian Liz. Percayalah." Gadis itu menurunkan jarinya ketika melihat anggukan Liz.
"Nah, tunggu apa lagi? Pulanglah dan temui aku secepatnya di sini."
♚♚♚
Liz menggedor pintu pondoknya, yang juga merupakan tempat tinggal Rosea saat ini. Gaun indah itu terlipat rapi dibalik mantel yang tersampir di tangan.
"Kau datang terlambat!" seru Rosea begitu dia membukakan pintu untuk Liz.
"Maaf, ibuku mengerjakan pekerjaannya lebih lama untuk memastikan aku tidak pergi. Tapi untungnya badan ibuku sedang lelah," terang Liz.
Lalu suaranya berubah panik begitu melihat Rosea sudah berada dalam balutan gaun merah muda peninggalan mendiang ibunya. Juga rambutnya yang hitam panjang digelung agak ke atas lalu diberi beberapa bunga mawar.
Rosea yang melihat ekspresi Liz langsung menggeretnya masuk lalu mendudukan gadis itu di tengah ruangan. Liz bergerak gelisah.
"Diamlah, Liz, dan jangan banyak bergerak. Kau tahu rambutmu susah diatur?" omel Rosea. Lalu Rosea beralih pada wajah cantik Liz.
Liz mencoba diam selama Rosea mendandaninya dengan riasan seadanya. Dirinya segera berlari menuju cermin begitu Rosea menggumamkan kata sempurna.
"Lihatlah dirimu, Liz. Kau cantik, sungguh," puji Rosea.
Liz hanya melongo menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun biru ibunya sangat pas di tubuhnya, wajahnya terlihat segar dan lebih dewasa, juga rambut coklat sepinggangnya digulung ke atas dengan hiasan tiara kecil peninggalan ibu Rosea.
"Permisi!" seru seseorang dari luar. Suara ringkikan kuda juga terdengar.
"Baik, kita tepat waktu. Mari Liz," ajak Rosea. "Mari kita selesaikan malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Princess of Neelendra (COMPLETED)
Ficção Histórica{[Magnifique cover by @cutiechco]} Calissa adalah putri dari Kerajaan Neelendra. Dia cantik, anggun, pintar, berwibawa, berwawasan luas, dan yang pasti dia adalah keturunan bangsawan. Sedangkan siapa diriku? Hanya gadis desa biasa tanpa keluarga ya...