derit kursi pada lantai yang sudah mulai lapuk memecah kesunyian. helaan napas berat mahani mengiringi hembusan kencang angin sore itu. ia menatap jauh keluar jendela, berusaha mencari apa yang tidak bisa ia dapatkan hingga saat ini.
tempat ini sepi, jauh dari kebisingan perkotaan. terlihat tenang dan damai. siapapun akan merasakan ketenangan saat berada disini.
meskipun begitu, kenapa ketenangan itu tidak pernah menghampiri mahani. ia lelah.
ia lelah harus berpura-pura sunyi padahal pikirannya selalu bising.
ia lelah berpura-pura damai padahal hatinya sedang riuh.mahani benci diabaikan. mengapa kian hari, kian asing. dia menerawang sampai bila dan kemana hikayat ini akan mengalir. mengikuti arus tak selalu membawa keberuntungan. mungkin akan menabrak bebatuan, menerjuni jurang, hanyut tanpa arah, atau karam sebelum sampai.
bolehkan aku menyerah, keluhnya. tubuh kecil itu terkulai lemah di meja. tangannya yang terlipat dijadikan bantalan untuk kepala. seolah remuk dari dalam, tubuh itu semakin ringkih saja. tak ada semangat ataupun harapan yang tersisa. hanya jejak air mata yang masih membekas dipipinya.
duhai tuhan, kemana takdir ini membawaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
aku retak
Short Storykenapa harus diam? apakah suaraku terlalu indah untuk didengarkan karena itu kamu abai padaku