Regita berjalan cepat dari parkiran mobil menuju UGD untuk melihat keadaan seseorang yang membuat degup jantungnya tak beraturan.
Saat membuka pintu UGD, ia mengedarkan pandangannya pada ruangan yang dominan dengan warna putih biru tersebut dan mendapati Antares sedang duduk di sana.
"Kak?" panggilnya mendekati Antares.
"Kak Dirga gimana?" tanya Regita tidak sabar.
"Masih di-rontgen re, duduk aja dulu" Jawab Antares sambil mempersilahkan Regita duduk di sebelahnya.
"Dirga gapapa cuman gue takut soalnya tadi pas ketabrak dia langsung pingsan, gue takut ada luka dalam makanya gue bawa kesini." Terang Antares.
"Ceritanya gimana kak?"
"Tadi gue sama Dirga emang ketemuan terus pas pulang, karena mobil Dirga parkirnya di seberang tempat kita ketemu, pas dia nyebrang ada motor ngebut banget, Dirga kena tabrak dan langsung pingsan. Yang bawa motor juga nabrak pohon besar di depan, dia sampe berdarah-darah dibawa ke rumah sakit lain sementara Dirga gue bawa kesini"
"Gue nggak tau mau hubungin siapa, ayah bundanya Dirga masih di Semarang nganter kakaknya, entah kenapa di otak gue ngehubungin lo. Maaf ya kalo jadinya repot." Tambah Antares.
"Gapapa kak, aku juga kaget pas dapet kabar gitu. Takut juga." balas Regita dengan penuh kejujuran.
Sebuah brankar dengan seorang lelaki terbaring di atasnya keluar dari ruang pengecekan. Regita melihat Dirga sedang menutup matanya dan terlihat pucat.
"Keluarga pasien?" panggil seorang perawat.
"Saya mbak" Antares menyaut.
"Setelah rontgen, hasilnya baik-baik saja tidak ada patah, retak, atau luka dalam. Tapi karena benturan di bagian punggung, badan pasien masih terasa sakit." Antares dan Regita mendengarkan penjelasan perawat dan disusul dengan perasaa lega.
"Untuk obat bisa ditebus di apotek dan ini hasil rontgen-nya bisa disimpan dan dibawa saat kontrol selanjutnya" perawat tersebut menyerahkan sebuah map besar pada Antares.
"Terima kasih" ucap Regita.
"Re, lo di sini aja temenin Dirga ya? Biar gue yang ke apotek, gapapa kan?" Regita mengangguk atas perintah Antares lalu meninggalkannya bersama Dirga yang masih belum membuka matanya.
Regita menatap lamat-lamat tubuh lelaki di depannya. Terakhir mereka bertemu saat Regita terkena musibah di jalan dan Dirga datang menolongnya. Dan sekarang mereka kembali bertemu dengan kondisi yang kurang baik.
Regita merindukannya.
Tak lama, mata Dirga mengerjap dan perlahan terbuka. Tatapannya masih linglung.
"Kak Dirga?" Dirga melirik ke asal suara
"Re?"
"Ada yang sakit?" tanya Regita khawatir
"Punggung" jawab Dirga singkat dan lemah
"Diem dulu ya? Kak Antares masih ngambil obat ke apotek, abis itu udah bisa pulang" ujar Regita dan dibalas anggukan oleh Dirga.
Tiba-tiba tangan Dirga memegang tangan perempuan di sampingnya sambil mengeluh dingin. Regita dengan sigap langsung meraba kedua telapak tangan Dirga yang benar sangat dingin, dia meremas-remas tangan lekaki itu menyalurkan kehangatan.
Dirga seakan tidak percaya apa yang ada di depan matanya saat ini.
Antares datang dengan sebuah paperbag coklat dengan lambang rumah sakit di tangannya.
"Udah sadar lo?" tanyanya tanpa mendapat jawaban.
"Re, lo bisa anter Dirga ke rumahnya? Gue mau ngambil mobil dia dulu di tempat tadi."
"Bisa kak.." jawab Regita dengan agak ragu
"Kak Dirga bisa berdiri?"
"Bisa, pelan pelan" lalu Dirga perlahan membangunkan badannya. Sakit. Benturan itu cukup keras tapi ia masih bisa menahan dan berusaha untuk bangun dan berjalan.
"Sebentar, aku ambil mobil dulu biar nanti Kak Dirga langsung masuk" mereka setuju lalu Regita segera pergi ke parkiran.