14 Februari, 2016
Hari ini tidak seindah yang diekspektasikan. Matahari tertutup kabut, tetesan air dari langit berjatuhan. Suasananya membuat galau bermunculan di hati. Bus kota yang aku tumpangi kini berhenti di stasiun bus. Aku segera menenteng tasnya dan turun dari bus untuk berlindung.
Jujur saja, yang tadinya aku berekspektasi tinggi dengan hari kasih sayang ini, sekarang malah merasa ngenes. Kenapa harus putus hari ini, Vy? Kenapa kamu tiba-tiba mutusin buat ga lanjutin hubungan kita?
Sebenarnya aku memang sudah tidak berharap lebih dengan hubungan ini. Ya tapi setidaknya beri tau dulu apa alasannya? Apa memang alasannya hanya karena "Kamu terlalu baik untukku," hah? Atau, "Aku ketemu yang lebih mapan dari kamu, Jay. Maaf."
Aku melihat kursi panjang di pemberhentian bus, karena itu aku memutuskan untuk duduk sebentar di sana sambil menetralkan pikiran. Ya benar, tadinya aku berpikir hanya untuk menetralkan pikiranku, tapi ....
"Senyum dong, pak!"
Aku mengalihkan pandanganku arah samping. Seorang anak perempuan berseragam merah putih tersenyum sambil mengulurkan sebungkus cokelat. Fokusku beralih ke cokelat, lalu kembali ke sorot mata anak itu. Senyumannya sama sekali tidak terlepas.
"Ambil aja, pak! Aku masih punya banyak di rumah," lanjut anak itu.
Entah mengapa tanganku malah bergerak mengambil cokelat yang anak itu beri. Dia pun menampakkan barisan giginya yang rapi. Menggemaskan sekali jika memilki anak perempuan seperti ini di masa depan. Tapi, tidak akan aku biarkan anakku berbicara sesantai ini dengan orang asing.
"Ga apa-apa kalo saya ambil cokelatnya?" tanyaku sekali lagi.
Anak itu mengangguk senang kemudian mengeluarkan sebungkus cokelat lagi dari tasnya. Dia benar-benar punya cokelat lebih dari satu. Pantas saja ia tak segan-segan memberikannya padaku. Ia lalu membuka bungkusan cokelat itu dan memakannya.
Beberapa menit kemudian, tampak sebuah mobil berhenti di tepi jalan, memperlihatkan seorang wanita yang mengeluarkan payung dan berjalan mendekat ke arah anak perempuan di sampingku ini. Mobil yang dipakai pun terlihat seperti mobil keluaran terbaru dan mahal. Tidak sepertiku, yang motor saja tidak punya. Sesampainya wanita itu di pemberhentian bus, ia berujar kepada anak itu.
"Non, ayo pulang. Hari ini nona ada jadwal ikut pesta ulang tahun temen non. Papa non juga hari ini di rumah saja. Nona bisa main sama dia sepuasnya."
Anak itu menyunggingkan senyuman lagi dan mengangguk kepada wanita itu. "Okey, ayo, bibi!"
Ia memakai tas ranselnya yang berwarna pink itu kembali dan meraih tangan wanita itu dengan erat. Tak sedetikpun ia lepaskan senyuman manis itu. Bahkan ketika hujan semakin deras, senyuman itu malah semakin bermekaran. Aku senang melihat itu.
Sebentar, apa aku bisa dikategorikan sebagai pedofil---berumur 17 tahun? Lagipula memangnya aku pantas dipanggil 'Pak'? Mengapa aku malah senang ketika melihat anak itu tersenyum? Ah, sepertinya biasa saja, senyuman anak-anak terkadang memang menular, kan?
"Pak, aku pulang duluan ya, bye-bye. Jangan sedih lagi, see you!"
Iya, see you.
"Oh, ternyata begini cerita awal papa sama mama ketemu? Interesting."
- D i a r y A y a h -
@persephonevelyhn
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
hehe, back with another book!
how's ur life?
buku ini bisa dibilang dadakan---tapi ga dadakan amat juga sih, karena aku pernah bikin short story seperti ini, hanya saja di buku ini akan lebih komplit! (semoga haha)
so hopefully aku bisa up sampai end!see you and lafyu<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Ayah : Park Jongseong
Romansa"Beda 8 tahun doang ga ngaruh, ayo nikah." ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Di bilik, seorang anak berusia 15 tahun menemukan buku diary milik ayahnya yang sudah bertahun-tahun ditulis. Rasa penasarannya pun muncul. Dibukanya buku tebal bersampul kuli...