ㅤㅤ

9 2 0
                                    


Hai, namaku Gildash. Ini ceritaku bagaimana aku kehilangan kehidupan normalku. Kehidupan remaja yang harusnya kujalani sama seperti kalian.

Ketika tiba-tiba aku mengalami hal yang tidak terduga, mendapatkan kekuatan spesial. Membawaku ke sebuah dunia yang selama ini ku anggap tidak ada. Sebuah dunia yang kupikir hanya ada di film-film yang sering kutonton.

Aku tidak sendiri. Ada sahabat-sahabatku yang menemaniku. Mereka juga sama spesialnya denganku.

Aku Gildash. Aku bisa menggerakan sebuah benda dengan pikiranku. Kudengar kemampuan ini disebut, telekinesis.

...

Pohon-pohon di distrik hutan terlihat tumbuh dengan cepat. Dahan-dahannya seketika menjadi sangat besar. Dari bawah tanah muncul akar-akar yang dengan cepat melilit kurungan yang berisi banyak orang.

Elf itu menambah kekuatannya untuk memperkuat kurungan yang menjadi penjara bagi para sanderanya. Tidak! Dia akan memulai ritualnya. Sahabat-sahabatku sudah dikalahkan. Kini tersisa aku dan roh pelindungku. Kemampuan telekinesis-ku tidak bisa kugunakan. Bukan hanya karena tubuhku yang sudah kehabisan tenaga, tapi karena kemampuan telekinesis-ku tidak bisa melawan Kardavi si elf, saat ini.

"Kau bisa menjadi lebih baik, Kardavi! Aku tau kau kehilangan bangsamu, aku tau kau merindukan mereka. Aku juga kehilangan orang yang kusayangi, sama sepertimu. Tolong hentikan semua ini." Aku berbicara dengan suara gemetar. Elf itu tidak memperdulikan perkataanku.

Kulihat orang-orang masih tidak sadarkan diri di dalam kurungan yang diciptakan oleh Kardavi si elf. Aku harus bisa merebut artefak dewa itu. Namun, dengan kekuatannya yang mengendalikan semua tumbuhan disini, aku tidak yakin.

"Kau harus yakin Gil. Artefak itu memang berada di tangannya. Tapi kau di takdirkan menjadi pembawa artefak itu. Kekuatan ini di takdirkan untukmu, bukan dia!"

Ucapan sosok itu membuatku terdiam, sosok yang kuyakini adalah roh pelindungku. Aku mengamati sekitar, distrik hutan dan semua tumbuhan kini sedang di kendalikan oleh Elf itu. "Kau benar. Artefak itu ditakdirkan untukku. Dan kekuatannya akan tetap di bawah kendaliku." Ucapku seraya mecoba berdiri kembali.

Aku mengangkat satu tanganku seperti biasanya ketika aku menggunakan kekuatanku. Mencoba memfokuskan diriku pada hutan di sekitar. Seketika muncul sebuah percikan cahaya kecil berwarna hijau di telapak tanganku. Sepertinya aku bisa kembali menggunakan kekuatan artefak. Aku mengarahkan tanganku kedepan. Tiba-tiba dari bawah tanah muncul akar-akar lalu melingkari kakiku hingga pinggangku. Aku dibawa melesat oleh akar-akar itu, sebagian akar-akar itu berada di dalam tanah. Aku merasa bisa menjangkau apapun dengan akar-akar ini.

Satu tujuanku saat itu, menghajar elf di depanku. Aku langsung menabrak tubuh elf itu, lalu melesat jauh membawanya terseret. Akhirnya, aku dapat kembali mengendalikan kekuatan tumbuhan dari artefak dewa itu.

Kardavi terkejut, dia tidak percaya walau tanpa menggunakan artefak itu, aku masih bisa mengendalikan kekuatannya. Sabit raksasa milik elf itu terlempar jauh. Setelah menyeret tubuh elf itu beberapa kilometer jauhnya, aku membawanya pada ketinggian. Aku sampai di ketinggian beberapa kaki di udara, kemudian menghempaskannya kebawah. Bahkan sebelum tubuhnya menyentuh tanah, aku mengendalikan akar-akar merambat berduri lalu menghantam tubuhnya. Belum sempat dia menggerakan tangannya untuk mengendalikan kekuatan artefak, aku langsung memunculkan akar-akar tajam dari ujung jemariku. Akar-akar itu dengan cepat membesar kemudian menghunus pada kedua lengan dan paha Kardavi si elf, membuatnya tertancap di tanah.

Akar-akar yang membungkus tubuh bagian bawahku, membawaku turun kemudian terlepas dari tubuhku. Aku hendak mendekati elf itu. Sebuah benda dengan cepat mengarah padaku. Namun aku bisa dengan mudah menghindarinya.

"Menyerahlah Kardavi! Kau tidak bisa mengalahkanku. Kita bisa memperbaiki semuanya bersama-sama." Sekali lagi aku menawarkan elf itu untuk berdamai. Namun, Kardavi hanya tersenyum.

"Bagaimana kau begitu yakin Gil?" Ucap elf itu lalu tertawa nyaring. "Kau pikir, kau baru saja menghindari seranganku hm?" Ucapnya lagi. Aku sedikit bingung dengan ucapannya.

Aku merasakan sebuah benda mendekat dari arah belakang. Belum sempat aku berbalik,

Blasss

Aku lengah. Sebuah sabit raksasa berputar lalu menyerang tubuhku, bahkan baju zirahku tidak cukup kuat untuk sabit itu. "Aghh!" Aku jatuh lalu tak sadarkan diri.

...

DISTRIK HUTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang