Pagi hari yang cerah. Dengan awan yang menutupi seluruh langit biru. Entah dimana matahari bersembunyi sekarang, yang pasti hanya ada cahaya tampa wujudnya. Di istana terdengar grasak-grusuk persiapan penobatan raja yang baru. Banyak orang yang terlihat bahagia saat ini.
Namun, beda halnya di kamar pangeran mahkota.
" Budhe, aku gak mau budhe, sampai kapanpun aku gak mau budhe. "
" Le, uwes to, kamu gak kasian sama mbok'e sama mbak'e yang selalu ngalah sama kamu selama ini? "
" Le, kasian mbak'e harus kerja keras selama ini buat kamu, kalau kamu jadi raja kamu bisa bahagiain mbak'e dengan uang, " ujar sang bibi, air mata menetes di pipinya.
" Ndak budhe, aku ra gelem adek'e dhadi raja. Biarpun aku harus nanggung semua biayanya aku bersedia budhe, asalkan adek gak jatuh di tangan yang salah. "
Seorang gadis berambut pirang, dengan gelombang di bawah tiba-tiba masuk ke kamar. Gaunnya sangat mewah, dengan mahkota kecil di kepalanya. Kecantikannya begitu mempesona. Namun, terlihat sekali amarah di wajahnya. Tanda tak setuju atas penobatan sang adik sebagai raja.
" Nduk, wes to opo kon Ndak kasihan karo mbok'e di sana? Dee pasti nangis saiki liat penderitaan kalian, " air mata sang bibi kembali menetes.
Kedua anak dari kakaknya itu langsung memeluknya. Menenangkan sang bibi dengan begitu halusnya. Air mata sang bibi langsung lenyap. Kembali terisi senyuman di bibirnya.
" Nah, gitu dong budhe jangan nangis. "
" Kalian ini, selalu bisa jadi penghibur lara. "
Pada akhirnya Janendra mengiyakan permintaan bibinya. Bibinya meninggalkan ruangan itu, menyisakan kedua kakak beradik di ruangannya.
" Dek, lek keadilan wes ra iso diatasi dari luar, saiki tugasmu ngatasi dari dalam. "
" Kalau kelembutan sudah tak lagi dipakai, maka kekuasaan yang akan bertindak. "
~ Dimana bumi dipijak, di situ langit di junjung. ~
Aku menagih perkataan sang pepatah itu. Jika tak ada yang bisa mewujudkannya maka aku sendiri yang akan mewujudkannya.
Hallo semua, maaf ya all baru post soalnya lagi sibuk banget di rl.
~author
KAMU SEDANG MEMBACA
Setara
Historical Fiction" Ngapurane " " Stt, bukan salahmu. Mereka yang harus di hukum. " ujar gadis itu. Lisa kembali ke ruangannya. Menatap langit malam, hingga pintu kamarnya terbuka. Memampangkan dua lelaki dan satu perempuan. " Keadilan tetap keadilan. " Ujar wanita i...