3. Black Rose

2.1K 225 19
                                    

"Tapi, kenapa aku harus sedih? Sementara aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau karena pekerjaan ini.

Wajahnya yang sendu berubah menjadi angkuh, untuk menutupi rasa sakit hatinya.

"Kau benar, selama kita berada di puncak teratas. Maka kita akan baik-baik saja."

Pansy Parkinson, Make Over dan asisten kepercayaan Harry. Menatap hasil karya dandanan di wajah Harry dengan puas.

"Kau sangat cantik. Tuan Grindewald pasti akan menyukaimu hari ini."

"Terimakasih Pansy." Harry kemudian mendagkan tangan. "Mana Dopping milikku?"

Pansy merogoh tasnya dengan ragu, lalu memberikan sebuah suntikan pada Harry yang sudah berisi cairan obat.

"Kamu yakin ingin menggunakan ini."

"Tentu, kenapa tidak?" Harry menusukkan suntikan itu pada pahanya, tidak sakit sama sekali karena dia sudah terbiasa akan hal itu.

"Kamu sudah terlalu sering menggunakannya. Akan ada efek samping yang berat jika mau terus bergantung pada obat itu Harry."

Sementara Harry menggumam tak peduli. Tanpa obat ini, dirinya bisa merasakan kelelahan. Dia juga butuh tunjangan dari luar untuk membantu stamina badannya.

Harry berdiri, sementara pakaian terbukanya memperlihatkan lekuk tubuh. Berjalan penuh angkuh, keluar dari ruang pribadinya di tempat hiburan malam ini.

Melangkah penuh percaya diri, untuk menemui seorang pelanggan setia yang selalu menyewanya.

Dia telah melewati banyak hal selama 5 tahun ini, berusaha menjadi yang tertinggi diantara pelacur lain. Semua dilakukan hanya untuk bertahan hidup.

Diraba banyak pria, meski Harry sangat jijik dan tak menginginkannya. Menahan segala siksaan yang diberikan oleh pemilik rumah lacuran ini saat dia menolak untuk di sewakan.

Harry sudah banyak belajar selama tinggal di tempat jahanam ini. Menurut, mendapatkan uang, merayu dan membuat para pria itu royal padanya, sehingga Harry mendapat banyak kepercayaan untuk perlindungan.

"Hallo sayangku..." Pria tua hidung belang itu menyambut kedatangan Harry dengan senyuman, sementara Harry membalasnya dengan senyuman nakal.

Kamar VVIP, yang selalu Grindewald sewa saat bermain dengannya. Pria tua yang selalu rela menghabiskan banyak uang agar bisa mencicipi Harry.

"Kemari lah, duduk disini." Grindewald mengarahkan pada pangkuannya dan Harry menuruti keinginan itu.

"Maaf jika menunggu lama..." Harry menatap Grindewald penuh rayuan.

Sementara dia membiarkan pria itu meraba pahanya dengan sensual. Bahkan Harry bisa merasakan kemaluan pria tua itu telah mengeras.

"Stthh..." Harry mendesah lirih ketika Grindewald menciumi lehernya, meninggalkan jejak disana.

"Kamu sangat berbeda dengan kali pertama kita bertemu." Bibir pria tua itu mengecup Harry dengan pelan, namun terlihat ada nafsu besar tertahan disana. "Tidak menangis lagi, huh?"

Harry terkekeh kecil, namun hatinya menangis miris. Dia akan selalu ingat jika Grindewald adalah pria yang pertamakali menyetubuhinya dan membayarnya mahal.

"Kenapa? Kamu mau aku berontak lagi seperti 5 tahun yang lalu?" Harry memutar bola matanya kesal.

"Entah kenapa, aku jadi terpikir sesuatu." Grindewald menatap Harry dengan berhasrat. "Ayo bermain Ayah dan anak untuk hari ini."
.
.
.
.

Tangisannya tak terbendung, ketika Harry memasuki kamar mandi. Dia menumpahkan segala keluh kesahnya disana. Sementara air shower terus mengguyur kepalanya, namun tetap tak mampu menutupi tangisan Harry yang menyedihkan.

Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang