Part 3: Wardana Bersaudara

101 10 0
                                    

"Woi, Sok, berhenti berhenti!" ujarku panik sambil memukul dasbor mobilnya.

"Hah apaan sih lo kira gue angkot?!"

Setelah berujar seperti itu, Esok segera menghentikan mobilnya. Aku dengan cepat melepas seat belt dan keluar dari mobil tanpa menunggu Esok.

"WOI, BAJINGAN!" aku berteriak pada segerombol siswa biadab itu.

"Et, buset. Santai dulu bang. Lo ada urusan ape dimari?" ujar salah satu diantaranya yang mencegahku untuk mendekat.

Aku tersenyum miring, "Gue ga ada urusan sama lo lo pada asal lo mau lepasin temen gue."

Mereka tertawa mendengar ucapanku.

"Kalau gue ga mau?"

Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menonjok rahangnya dengan keras hingga ia tersungkur.

Melihat kawannya terjatuh, bajingan madesu lainnya ikut maju untuk menyerangku.

"LINTANG!"

Aku menoleh pada Ningratㅡiya, Ningrat adalah korban yang diseret oleh bajingan iniㅡlalu menoleh pada Esok yang di belakangku.

"Sok, bawa Ningrat!" teriakku sambil mengambil ancang-ancang untuk melawan.

Bugh!

Dug!

"Argh!"

"Maju, sat!"

Aku tidak sempat memastikan apakah Ningrat sudah bersama Esok karena kelima bajingan ini terus menyerangku.

Akh!

Sial, salah satu bogeman dari mereka telak mengenai perutku. Aku tersungkur dan terbatuk.

"LINTANG!" itu suara Esok dan Ningrat.

Belum, kawan. Bogeman itu belum membuatku K.O. Mereka harus tau siapa itu Lintang Ramandha.

Aku bangkit dan menarik kepala bajingan di sebelah kiriku dan aku benturkan pada kawan bajingannya yang berdiri dengan tampang tolol di sebelah kananku.

Dug!

Kepala mereka berdua terbentur dengan keras. Kemudian aku menendang mereka bergantian hingga mereka tersungkur.

Bugh!

Aku memberi bogem mentah pada perut beruk di depanku, orang ini yang tadi membuatku tersungkur. Balas dendam.

Saat dia menunduk mengaduh kesakitan memegang perutnya, aku memegang pundaknya lalu menendang dagunya menggunakan lututku.

"Argh!"

Bugh! Bugh!

Salah satu temannya kemudian dengan sigap mengunci lenganku, kemudian memberikan bogeman berkali-kali pada rahangku.

Aku bisa merasakan darah yang mengalir.

Mengabaikan rasa sakit, aku menggunakan siku untuk menyiku perut lawan agar ia melepaskan tanganku.

Saat pegangan terlonggar, aku memanfaatkan itu untuk menendang mereka agar menjauh. Kesempatan itu juga aku gunakan untuk melepas gesper yang aku kenakan.

Dengan emosi yang memuncak aku memecut kepala mereka dan pundak mereka dengan kepala gesper tanpa ampun.

Ctak! Ctak!

Aku tertawa mendengar teriakan mereka.

Ctak! Ctak!

Salah satu dari mereka tersungkur dan aku langsung menginjak kepalanya.

Namaku Lintang | WonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang