✈️ 1 ✈️

91 14 0
                                    

"Jika anda membutuhkan sesuatu, bisa menghubungi kami."

"Baik, terima kasih."

Seorang pelayan menghampiri salah satu meja paling strategis di restoran itu. Meja yang langsung disuguhi pemandangan hiruk pikuk jalanan Jakarta dengan dihiasi kelap-kelip lampu gedung pencakar langit. Bintang menghampar menemani bulan yang selalu sendirian.

Laki-laki bermata sipit duduk di salah satu kursi di meja tersebut. Penampilannya begit rapi, lengkap dengan dasi kupu-kupu. Postur tubuhnya tegak, terkesan sedikit gusar. Dalam genggamannya terlihat sebuah kotak berwarna biru bertekstur beludru. Kalaupun ada orang yang melihat, orang akan tahu apa yang laki-laki itu bawa.

Dia akan melamar kekasihnya.

"Off, maaf aku terlambat."

Laki-laki bernama Off itu lantas berdiri. Tangannya sigap memasukkan kotak itu ke dalam saku celana. Dia segera memberikan pelukan hangat dengan kecupan di pipi kekasihnya yang baru saja tiba.

"It's okay. Kita udah bisa mesenkan?"

"Iya, sayang. Boleh."

Off segera memanggil pelayan untuk mulai memesan. Perempuan di hadapannya segera menyebutkan nama makanan yang akan dia pesan, begitu pun dengan Off. Setelah pelayan memastikan setiap menu yang merekabpesan sudah sesuai, dia pun undur diri.

"Sayang, selamat untuk kenaikan pangkatmu. I'm so proud of you."

"Davi, ini juga berkat kamu. Terima kasih untuk waktu yang udah kamu luangkan dan terus bersama di sisiku."

Perempuan bernama Davika itu hanya tersenyum tipis seraya sedikit menggeleng. Dia merasa kontribusinya tak sebesar itu sampai membuat Off naik pangkat menjadi kapten.

"Besok jadi berangkat ke Doha?"

Off mengangguk antusias.

"Jam berapa?"

"Jam tiga sore."

Off bekerja sebagai seorang pilot penerbangan komersil antar negara. Hari ini tepat hari ketujuh setelah dia mendapat pangkatnya sebagai kapten. Off memang sudah merencanakan makan malam ini jauh-jauh hari.

Hari ini bukan perihal merayakan kenaikan pangkatnya, tapi dia ingin melamar Davika. Mengajak Davika untuk menikah dengannya. Hubungan mereka memang sudah berjalan sekitar tiga tahun. Bagi Off ini sudah waktu yang pas untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.

Setelah menghabiskan makanan penutup. Off mulai nengeluarkan kotak beludru berwarna biru dari sakunya. Membuka dan menghadapkannya pada Davika. Davika sempat tertegun sebelum akhirnya mereka saling tatap.

"Will you marry me, honey?"

Suasana sempat hening sesaat. Off tidak bisa membaca ekspresi Davika. Hanya sebuah senyuman tipis tanpa rasa terkejut. Davika pun sempat menahan napas sesaat. Tapi Off tetap tidak memahami kenapa sang kekasih seperti itu. Apakah dia salah membaca momen? Apa ini terlalu cepat?

"Apa aku bisa jawab nanti?"

"Kamu bisa jawab nanti, sayang. Aku cuma mau bilang ke kamu kalo aku siap membawa hubungan kita ke jenjang yang serius. Tapi kalau bisa jawabannya nanti ya setelah aku pulang dari Eropa."

Davika mengangguk. Sekali lagi, Off tidak membaca pertanda antusias dari sang kekasih. Tapi Off tidak ingin berburuk sangka, dia akan tetap bersabar sampai Davika memberinya jawaban.

Kotak beludru berwarna biru itu kembali tertutup.

***

Nada dering itu terus berulang kala Bright tak kunjung mengangkat telepon. Sedikit mendengus tapi urung memaki karena dia membaca nama Davika di layar gawai.

Jakarta Hari IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang