PROLOG

7.8K 226 5
                                    

Malam ini bulan purnama menggantung di langit malam. Bulan purnama selalu indah, selalu sempurna dan megah, dan yang terakhir selalu berhasil membuatku merasa lebih baik.

Entah sudah jam berapa sekarang, entah sudah berapa jam aku duduk termenung di atas ranjang tidurku, tepatnya duduk melamun diantara dengkuran dan hembusan pelan dari anak-anak yang tengah tertidur lelap.

Aku merenggangkan tubuhku berusaha mengenyahkan bayangan yang selalu mengusik tidurku setiap malam. Bayangan seorang wanita yang menangis di sela-sela nafasnya yang terengah, dedaunan dan ranting-ranting pohon yang menghiasi kegelapan malam, melintas dengan cepat diatas kepalanya. Tangannya yang bebas, berusaha melepas sebuah kalung dari lehernya. Kalung berbentuk arloji yang selalu membuatku penasaran. Dengan susah payah, ia memasukkan kalung itu kedalam leherku. Yang terakhir, aku tidak ingat apa-apa selain teriakan keras dan suara deru air terjun. Saat itu tubuhku terasa terhempaskan, terasa melambung dan terjatuh dari ketinggian, membuat tidurku selalu terhenti. Tidak pernah aku terbangun dengan nafas yang tidak menderu.

Bosan menunggu fajar menyingsing, dan bosan mengamati rembulan yang tidak akan berubah, perlahan aku berjalan menghampiri almari tua yang menggantungkan cermin raksasa. Ku tatap bayangan tubuhku yang kurus, sangat kurus, sampai pipiku cekung kedalam. Mataku berkantung dan berlingkaran hitam, akibat tidurku yang tidak pernah nyenyak. Kulitku kusam dan kering. Singkat kata, penampilanku sangat mengerikan, terlalu mengerikan untuk seorang gadis berusia 8 tahun.

Itu sebabnya semua orang menatap fotoku dengan jijik dan ngeri. Mereka langsung melempar data diriku sebelum membacanya dengan seksama. Semua orang membenciku. Sampai aku membenci diriku sendiri, membenci mataku yang berwarna biru tua dan rambutku yang berwarna hitam kemerahan, membenci tubuhku yang terlalu kurus dan mataku yang bengkak karena insomnia ini.

Aku lelah, aku ingin hidupku berubah barang sedetik saja. Aku ingin hidupku di hargai, memiliki teman sesungguhnya, memainkan musik bersama-sama yang lainnya. Bukannya saat aku mendekat mereka langsung pergi dan menghilang, seakan aku pembawa wabah virus berbahaya dan mematikan. Kulirik pantulan rembulan di cermin. Aku dan rembulan, sangat berbeda.

"Wahai rembulan, tidak kah kau berbaik hati untuk membagi sinar terangmu padaku? Sehingga aku tidak menyedihkan dan buruk rupa?" Tanyaku pada bayangan rembulan pada cermin. Masaku sangat sulit, bahkan sampai aku tidak percaya keajaiban. Lihat saja faktanya, apakah aku berubah saat ini? Apa rembulan mengabulkan permohonanku?

Merasa digantungkan pada keputus asaan yang seharusnya belum aku pahami, aku menangis kecil, mengisak di tengah-tengah orang yang masih terbuai mimpi mereka. Membuat penampilan dan wajahku semakin menyedihkan. Coba lihat, mata sembabp, bengkak, berlingkaran hitam, pipi cekung, dan wajah merah. Siapa yang akan berkata jika aku cantik?

Princess StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang