BAB 10

2.3K 101 0
                                    

'Helena, aku bersyukur telah mengenalmu. Aku sangat menyayangimu dan anakmu.' Dengan susah payah, Jacson mencium perut Helena dan mengelusnya. 'Maafkan aku karena sudah tidak mampu menjaga kalian lagi.' Jacson memunthkan darah dari mulutnya sambil terbatuk. 'Tetapi, aku bersyukur karena aku menyelamatkanmu. Bukannya melihatmu dan anakmu pergi.' Helena menangis semakin kencang dikala genggaman tangan Jacson mulai merenggang. 'Aku tahu kau, kau akan mencoba menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak salah Helena, tanpamu pun, aku akan mati hari ini.' Tandas Jacson bersamaan dengan tangannya yang melemas. Isakan Helena mengeras, membesar, dan tak terkendali. Ia bahkan tidak ingin di pisahkan dari tubuh Jacson, berharap, ada keajaiban yang membantunya, keajaiban yang memberikan secercah cahaya kehidupan bagi Jacson.

^~^~^

Kau rembulan, kau ciptakan banyak tinta perakmu pada langit malam,
Memperindah hidup serigala yang kesepian.
Serigala selalu mengaum dikala rembulan terpuruk, dan tak pernah muncul
Berharap dengan demikian, rembulan akan muncul dan menemani malam sunyinya kembali.
Tetapi tidak sesuai harapan Srigala,
Walau sampai habis, walau sampai lenyap, walau sampai tak terdengar lagi,
Srigala itu tetap akan berusaha melolong kesakitan, dan penuh rindu di malam hari
Walau sampai nyawanya merapuh, walau sampai nyawanya terserap habis karena lolongannya,
Rembulan tidak akan pernah kembali, tidak akan menemani Srigala kembali.
Dan hanya menyisakan pedaran bintang, tempat Rembulan mencipratkan kenangan antara Srigala dan dirinya.

Helena menatap nisan Jacson dengan
getir. Peperangan menang, tetap Jacson tidak akan pernah kembali. Helena meletakkan sebuket bunga, kemudian menyiramkan banyak air suci ke kuburan Jacson. Hai Jacson apa surga itu indah? Semalam, aku bermimpi seorang malaikat menarik tanganku. Padahal mimpi-mimpi sebelumnya selalu berisi kenanganku denganmu sebelum aku mengikuti pesta dansa. Semua isi kenanganmu membuatku ingin terus bermimpi dan tak terbangun lagi. Hei, sebenarnya aku keheranan kenapa kau tahu aku hamil, tetapi aku segera tersadar, kau pandai dalam meraba nadi orang. Salah satu anakku kunamai Jacson. Lucuya? Jacson William, adalah nama mu jika Kau menikahiku Jacson.

Cekrek. Helena sadar bahwa itu suara pistol yang siap untuk ditarik pelatuknya. Matanya melebar, dan jantungnya berdegup kecang. Apakah, apakah orang yang tengah berdiri di belakangnya sama seperti orang yang telah menembak Jacson? Helena langsung memutar tubuhnya, dan menemukan wajah Amalia yang telah menangis keras. Tangannya gemetaran, menodongkan pistol tepat kearah dimana jantung Helena berdetak.

"Amalia?" Tanya Helena tidak percaya, sedangkan matanya mulai berkaca-kaca merasa dikhianati. "Apa kau juga telah membunuh Jacson? Seharusnya aku tidak mengajakmu." Tangis Helena, sementara tangannya mulai terkepal. Sayup-sayup ia mendengar suara Anthony dan dua putranya tertawa di kajuhan, mereka berdua telah menunggu Helena.

"Diam.." Bisik Amalia dengan matanya yang melotot, air mata mengalir dari kedua matanya, seakan hati nuraninya tidak sependapat dengan kerja otaknya."Helena, maafkan aku." Isak Amalia, bersamaan dengan bunyi pelatuk di tarik, dan serbuk mesiu yang berterbangan. Menghentikan dentak jantung Helena, membuat jantungnya berdenyut kesakitan. Helena mengerang pelan, semua bayangan berkelebat dalam otaknya. Dimulai dari ia pertama kali melihat dunia, merasakan kelembutan bibir ibunya yang tengah mengecup puncak kepalanya, kesedihannya di panti asuhan, saat ia melahirkan putranya, dan rasa cintanya pada Jacson yang tidak pernah usai. Jacson, apa kau akan menyambutku?

"MOMMY!!!!!!" Sayup-sayup Helena dapat mendengar suara kedua putranya yang menangis tersedu. Josh dan Jacson. Mereka menggapai tangan Helena yang telah membeku. "Helena, sadar Helena! Dengar suaraku, kau tidak boleh pergi Helena!!" itu suara terakhir yang dapat Helena tangkap, sebelum Tuhan membekukan indara pendengarannya.

^~^~^

Tangan Amalia bergetar hebat, tangisnya tumpah ruah. Ia dapat dengan jelas mengingat ekspresi terkejut Jacson dan  Helena. Ia telah mengkhianati keduanya. Tertatih-tatih, Amalia berjalan kelantai empat, menghampiri raja yang tengah membaca berkasnya. "Seperti biasa Amalia, kau bekerja dengan sangat bagus." Puji Raja sambil menutup bukunya. Amalia menatap Raja dengan matanya yang memerah. Dengan jelas ia ingat bagaimana Raja memaksa Amalia untuk membunuh Jacson.

'Tentu kau akan ingat adikmu Amalia, dia dalam posisi tidak aman jika kau memaksa menolaknya, dan mungkin, akan ku buat kau menyaksikan penderitaan adikmu sedetail-detailnya.' Ancam Raja sambil
menjejalkan pistol pada tangan Amalia.

'Hanya acungkan pistol pada punggung Helena, Jacson pasti akan memutar tubuhnya, dan kau harus menembak tepat di jantungnya. Setelahnya, keluargamu akan selamat'

'Kenapa kau melakukan ini? Kau juga yang telah membunuh Vicar?' Tanya Amalia dengan pilu.

'Karena aku telah bersumpah Helena, untuk kedua anak yang tidak berasal dari benihku. Aku akan membunuh mereka.' Bisik Raja dengan geram. Amalia menatap Raja di hadapannya dengan pilu dan pedih. Selama ini, ia mengira Rajanya adalah orang yang bijaksana, tetapi ternyata Raja adalah orang yang kejam dan pendendam.

'Tetapi kenapa kau harus membunuh Jacson terlebih dahulu?' Tanya Amalia berusaha menemukan celah untuk membebaskan Jacson.

'Tanpa adanya kau, Jacson akan tetap ku bunuh. Karena dia mengingatkan aku dengan orang yang menghamili istriku. Dan Jacson sudah tahu jika aku akan membunuhnya.' Desis Raja sambil meminum anggur dari piala yang telah di sediakan. 'Dan, aku hanya membutuhkan anak-anak Helena, aku membutuhkan mereka untuk memimpin kerajaan kita selanjutnya.' Terang Raja kemudian sambil
menaruh piala dan menatap Amalia lekat-lekat. 'tunggu apa lagi Amalia? Cepat lakukan.'



Meski begitu, perasaan bersalah tidak dapat berhenti menghantui Amalia, perasaan berdosa tidak dapat berhenti menghinggap di tangannya yang memang dilatih untuk menembak. Di tengah malam, karena dihantui rasa bersalahnya, Amalia berlari ketempat penyimpanan Pistol. Ia membuka mulutnya, dan menjejalkan pistol kedalamnya. Tanpa tunggu lama, Amalia menarik pelatuk dari pistol, yang langsung merenggut nyawanya.

Princess StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang