Graysa menatap kalut pada cerahnya langit di atas sana dengan senyum kecut. Baru hendak ia mencurahkan isi hatinya, mendung seakan tau bagaimana kacaunya Graysa kali ini. Langit yang tadinya biru mulai dihiasi gumpalan-gumpalan gelap menandakan akan datangnya hujan. Tak butuh waktu lama, rintik demi rintik mulai menyapa tempat Graysa berpijak. Anehnya, bukan segera meneduh, gadis itu malah membiarkan air semakin membasahi sekujur tubuhnya.
Berbagai tatapan penuh arti dari orang-orang lewat ter-arah pada Graysa yang kali ini meringkuk di tengah taman bersama hujan. Niatnya sih mau meratapi nasib di bawah guyuran hujan, tapi tanpa diduga-duga kerah baju bagian belakang Graysa sekonyong konyong ditarik ke belakang, membuat gadis itu mau tak mau bergerak mundur mengikuti arah seseorang membawanya menyebrangi jalan menuju halte bus.
DUARRR
Refelks Graysa meraba dadanya yang jedag jedug kala suara petir menggelegar di telinganya. "Lo ngapain sih kocak? Kesamber gludug mampus lo!"
Pemuda berstelan formal bak CEO habis meeting itu mengacak surainya yang lepek akibat terkena sedikit air hujan kala menarik Graysa tadi. Bisa Graysa lihat, bintul-bintul merah sedikit demi sedikit bermunculan mulai dari wajah si pemuda sampai ke tangan.
"Lo aler—" Baru saja mau khawatir, pemuda di hadapannya berlari menerak hujan, mengabaikan Graysa yang kebingungan di halte bus sembari memandang ke arah hilangnya presensi si pemuda. Tadi Graysa diseret untuk meneduh, lalu kenapa pemuda itu malah hujan-hujanan? Minta disambar petir? "Aler-aler pler."
Graysa berdecak sebal. Percuma pemuda itu menyeretnya ke halte bus padahal motor Graysa terparkir di warung samping taman seberang sana. Kalau begini 'kan sama saja lagi-lagi ia kehujanan? Itulah kenapa lebih baik tidak usah ikut campur urusan orang lain sebelum orang lain itu meminta tolong. Ujungnya jadi tidak berguna begini. Malah merepotkan Graysa.
Namun pada akhirnya Graysa tetap duduk anteng di halte bus, menunggu hujan reda sembari beberapa kali mengusap tubuhnya sendiri, menggigil kedinginan. Jika dipikir-pikir, kenapa pula tadi ia membodoh di taman sana? Tidak tahu malu. Dramatis kebangetan.
Syukurlah hujan tak berselang lama. Walau masih tersisa rintik-rintik, Graysa segera berlarian menuju warung Denup, warung kopi kecintaannya di sore hari. "Den, pinjem baju ge, basah gue." Tanpa tahu diri, Graysa segera masuk ke warung, membangunkan pemuda yang tengah tertidur pulas diatas kursi goyang.
Denup kelihatan terganggu, ia merengut kesal dengan tangan mendorong tubuh Graysa menjauh. "Yaudah sana di kamar ege! Apaan basah-basah sih Ca?!"
Graysa tak menghiraukan, ia dengan cepat mengambil asal baju kaos milik Denup lalu mengganti pakaian basahnya.
Bukannya tidak sopan, Graysa dan Denup memang sering bertukar baju—eee maksudnya bukan ke hal yang berbau bok–ughh. Pandangan gadis itu menerawang masuk ke cermin, melihati tubuhnya yang terpantul dari sana. Rasanya baru empat tahun lalu tubuh Graysa masih sekurus tikus tak makan seratus hari, tau-tau di detik ini, ia melihat dirinya sendiri yang berdiri tegap dengan tubuh berisi, mungkin juga sedikit—ekhm cantik.
Ingatannya mendadak berotasi ke masa SMP, masa dimana ia dan Denup bertemu canggung di area merokok.
Saat itu, entah karena takdir atau kebetulan, mereka bertemu dalam keadaan yang sama-sama kacau. Sama-sama tak punya tempat untuk pulang, dan sama-sama sedang mengadu pada bulan sabit pukul satu dini hari. Tepatnya di kawasan merokok dekat distrik sebelah. Graysa yang masih berusia 13 tahun sebenarnya bukan ingin merokok, ia hanya tidak tahu harus pergi kemana.
Graysa kecil mendudukkan tubuhnya di tumpukan batu sembari sedikit meringis, menutupi bagian lengan kirinya yang tergores pisau cukup dalam. Ada-ada saja benda tajam yang melukai tubuhnya. Padahal Graysa sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak akan diam lagi ketika sang ayah mengamuk setelah ia ikut Karate. Namun sayang, nyali Graysa belum sebesar itu untuk melawan. Kekuatanpun tidak seberapa. Ia pikir dengan push up seratus kali seperti dalam anime 'One Punch Man', kekuatannya akan berkembang pesat. Goblok kok digedein.
KAMU SEDANG MEMBACA
GLAUSA SUKROSA
Fantasy// WRITE BY TRASHENDING ON WATTPAD // Masa paling indah adalah masa-masa di SMA, katanya. Lalu bagaimana ini? Graysa malah masuk SMK, jurusan DKV pula. Sudah keluarga rumit, otak seiprit, teman pelit, kisah cintapun kayak silit. Maaf. Hidup Graysa...