Bab 1

33 7 0
                                    

Di bentang suatu malam yang sejuk. Saat dimana semua manusia menikmati bunga tidur yang diberikan oleh Tuhan. Waktu yang terbaik untuk mengistirahatkan pikiran yang suntuk. Dan gadis itu tetap terjaga. Ia masih memandangi langit hitam yang kini ditutupi oleh awan. Nabastala abu-abu, sama dengan keadaan hatinya.

Pandangannya terus menyusuri sisi istana yang mampu diserap kornea mata. Hingga akhirnya sang pupil mata terhenti pada suatu titik benda. Benda yang berhasil membuat jantungnya dipengaruhi oleh saraf simpatetik, sejenak.

"Siapa dia?" batinnya.

Rupanya yang ia lihat adalah sosok pria di seberang kamar gadis itu. Angin sepoi-sepoi sesekali menerjang kemeja merah yang dipakai olehnya. Sehingga dari celah-celah balkon, kain itu menampakkan dada bidang pria tersebut.

"Aneh," gumamnya sembari memutar badannya.

"Hai cantik."

Seandainya ia dalam keadaan sakit, mungkin gadis itu akan memvonis bahwa dirinya sedang menderita penyakit aritmia jantung. Sebab pria yang sebelumnya sedan bertumpu pada balkon, kini berdiri tepat di hadapannya.

Sejenak, iris mata mereka seolah saling bertaut. Malam yang sunyi telah diabaikan oleh mereka. Dan perlahan pria itu semakin mendekatkan wajahnya pada telinga sang gadis. Bersamaan dengan hembusan angin yang lembut.

"Permisi ya, Nona Eirlys," bisiknya yang membuat si pemilik nama mengernyitkan dahi.

Tanpa aba-aba, pria di dekatnya menggigit leher Eirlys. Tiada kata yang terucap dari bibirnya. Hanyalah sumpah serapah di hatinya sebab rasa sakit yang sebelumnya belum pernah dialami oleh Eirlys.

Tangan gadis tersebut tak merespon apapun. Terkecuali dengan memukul dada lelaki asing di depannya. Berharap ia akan berbelas kasih pada Eirlys. Aliran demi aliran darah dalam tubuh Eirlys perlahan diserap oleh lelaki itu. Hingga akhirnya Eirlys tak lagi mampu menopang tubuhnya sendiri.

***

Konon katanya rahayu itu datang bersamaan dengan terbitnya mentari. Memang benar adanya. Bukti jelasnya, hampir seluruh manusia menikmati kedamaian itu dengan melanjutkan tidurnya. Seiring naiknya baskara, cahaya yang tembus melalui tirai dalam kamar istana menyilaukan nayanika milik Eirlys. Gadis itu mulai beranjak dari tempat tidurnya. Lalu Eirlys mendekati cermin.

Tak ada masalah dengan wajah mulusnya. Ia mengerutkan dahi sebab terheran-heran dengan dua bintik yang terdapat pada lehernya.

Tanpa berpikir panjang, ia menebak bahwa tanda itu adalah bekas gigitan pria asing kemarin. Padahal Eirlys telah menganggap jika semua yang ia alami hanyalah mimpi yang terasa nyata.

"Tok...tok.." Ketukan pintu yang membuat lamunannya pecah.

"Sudah saatnya untuk mandi, Tuan Putri," ucap salah satu pelayan yang menunggu di luar kamar.

"Masuk," kata Eirlys mempersilahkan.

Eirlys berjalan menuju kamar mandinya diiringi dengan para pelayan. Seiring dilepasnya gaun yang ia gunakan tadi, Eirlys terus saja memikirkan kejadian semalam. Hingga ia tak menyadari bahwa dirinya telah berada di dalam kolam pemandian dengan 3 pelayan yang senantiasa mengusap tubuh mulus Eirlys dengan bunga-bunga.

"Tuan Putri terluka?" tanya Miya, pelayan yang kini mendapati suatu luka pada leher Eirlys.

"Tidak," jawab Eirlys, singkat.

"Tuan Putri berbohong. Ekspresi Tuan Putri tidak membuktikan jika ini bukan luka," alibi Lea, pelayan dengan pipi chubby yang ikut panik melihat luka itu.

The Escape DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang