𝐰𝐨𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐞𝐬, 𝐰𝐡𝐢𝐬𝐩𝐞𝐫 𝐲𝐨𝐮𝐫 𝐩𝐫𝐚𝐲𝐞𝐫𝐬.
[ oh seungmin / kwak jiseok ]
ps. coming of age, catholic boarding school setting, religious guilt, secret relationship, hurt comfort, looooots of kissing and touching and all that stuff.
i do recommend listening to the song i put up there.
it's julien baker's everything to help you sleep ♡enjoy(?) i guess.
sonnenblum © 2023
Kwak Jiseok bukannya tidak sadar akan ironi berlapis-lapis dari menemui Oh Seungmin di dalam lemari gereja. Ia hanya memilih untuk fokus pada bagaimana Seungmin menyentuhnya, membebaskannya dari jas seragam yang menyesakkan, dan merengkuhnya penuh sayang.
Tempat ini sebenarnya lebih seperti sebuah gudang kecil di belakang bangunan gereja yang menyatu dengan gedung asrama sekolah daripada sebuah lemari. Seungmin menyebutnya lemari karena—entahlah, Jiseok tak tahu pasti. Selera humornya memang seperti itu mungkin. Faktanya dua remaja lelaki yang bersekolah di sekolah asrama katolik di kota kecil, pacaran diam-diam di gudang belakang gereja, memang konyol dan menyedihkan di saat yang sama.
Sore itu, seperti beberapa sore sebelumnya, Jiseok dipenuhi bekas luka. Melainkan karena berkelahi atau dirundung, ia memperoleh mereka dari hukuman fisik. Yang pertama, karena ia lupa mengumpulkan tugas mingguan, kedua lengannya kena pukul penggaris hingga membiru. Yang kedua, karena ia mendenguskan tawa saat misa sedang berlangsung, kepalanya kena timpuk hingga darah menetes dari goresan di keningnya.
Diam-diam, Jiseok curiga guru-guru memang membencinya. Bukan karena ia anak bandel atau karena ia bodoh—sebaliknya, ia pikir ia murid yang cukup pintar. Mereka benci dirinya. Mereka tahu, bagian diri Jiseok yang itu tidak bisa mereka kontrol atau ubah. Yang bisa mereka lakukan hanya melampiaskan amarah dan rasa jijik dengan kedok mendisiplinkan. Entah sampai kapan ia harus bertahan, mungkin hingga tulang-tulangnya remuk dan udara tak lagi mengisi paru-paru.
Seungmin tidak harus menghadapi tantangan yang sama, ia lebih memenuhi standar masyarakat dalam hal menjadi "lelaki", setidaknya secara fisik. Menyebalkan bukan, hanya karena ia tinggi dan anggota tim sepak bola, ia otomatis mendapat sertifikat lelaki sejati. Kadang kala Jiseok sedikit mengiri, walau ia tahu predikat itu hanya omong kosong. Siapa yang berhak menentukan lelaki sejati itu seperti apa?
Biarpun dunia tak adil dan tak akan pernah adil, ia tak menyalahkan Seungmin. Bagaimana ia bisa menyalahkan Seungmin? Setiap ia tersenyum dan menatapnya dengan mata berbinar seakan ia seistimewa fenomena komet Halley, Jiseok lupa akan semua rasa sakitnya.
Ia mengecup memar-memar di kulitnya seakan itu akan menyembuhkan mereka. Kiss it better, as they would say. Samar-samar ia bisa mendengar bel di gereja berkumandang dan suara orgel menggema ke dinding-dinding megah, kala Seungmin membelai rambutnya lembut dan meninggalkan kecupan di keningnya.
Jika ini dosa, maka Jiseok tidak menyesal. Ia telah berdosa dengan baik. Dan ia akan membiarkan Seungmin mengajaknya berbuat dosa berkali-kali. Seungmin mencium bibirnya, lalu lehernya, seolah tengah menjalankan ritual suci. Tidak ada luka di sana, tapi Jiseok menginginkan—membutuhkan sentuhannya. Ditariknya Seungmin mendekat, kedua tangannya mencengkram kemeja seragam laki-laki itu seakan hidupnya bergantung padanya.
"Kamu ingat, waktu kita nyuri communion wine, terus kita dipukul pakai penggaris sampai gak bisa jalan?" Seungmin setengah berbisik, napasnya hangat berembus ke leher Jiseok.
Bel gereja kembali berbunyi. Ruangan sempit itu semakin gerah, namun Jiseok enggan berpisah dari sang kekasih. Ia tertawa kecil, mengingat insiden pencurian communion wine dan setoples wafer yang biasa digunakan untuk upacara konsekrasi. Sudah agak gila memang, wafernya bahkan tidak seenak itu, tidak sepadan dengan hukuman yang mereka dapatkan.
"Cuma susah sedikit jalannya bukan gak bisa jalan. Jangan berlebihan."
"Ya pokoknya gitu," kata Seungmin, ia memposisikan Jiseok duduk di pangkuannya, kedua kakinya melingkari pinggang lelaki itu, "I stuck with you through it. And I will always do."
"Hm."
Kalau ada yang menemukan mereka dalam posisi seperti ini, mungkin mereka akan benar-benar dihukum gantung. Jiseok tidak menyatakan ide buruk itu keras-keras, ia mengecup sudut bibir Seungmin dan menerima senyuman sebagai balasan.
"Kalau kamu dihukum lagi aku juga mau berulah biar kita dihukum bareng."
"Apa gunanya begitu? Gak ngurangin sakitnya. Gak bikin mereka berhenti juga."
"Seenggaknya kamu gak sendiri."
"I wish I know how to make it stop. But I can't fix me," bisik Jiseok.
Musik dari orgel berhenti. Sunyi mengikuti. Entah Jiseok harus mengkhawatirkan siapa pun itu yang bermain orgel mungkin mendengar mereka dan hendak mencari sumber suara, atau tatapan Seungmin yang sendu. Seolah kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya menghancurkan hati kecilnya menjadi kepingan.
Seungmin meraih tangannya dan memberi setiap buku jarinya kecupan kecil. "There is nothing to fix."
Menitikkan air mata atau tersipu, bahkan tubuh Jiseok kebingungan reaksi apa yang tepat. Ia memalingkan wajah, bibirnya menarik senyum lebar walau ia berusaha keras menahannya. Ada kalanya Seungmin bisa sangat romantis, dan setiap kalinya ia begitu serius, membuat Jiseok canggung dan salah tingkah setengah mati. Bukannya ia tak suka, ia suka, suka sekali.
"I don't want to meet you in the church closet anymore."
Jiseok memutuskan untuk melemparkan candaan setengah hati itu untuk mengalahkan kecanggungan. Yang ia dapatkan malah ekspresi terkejut yang murni dari si lawan bicara.
"Maksudnya—"
"Maksudnya, secara literal, aku gak mau ketemu di sini lagi. Gak nyaman, panas lagi," keluh Jiseok, mengibaskan kerah seragamnya seakan itu bisa menolong.
"Aku kira maksudnya kamu mau kita gak sembunyi-sembunyi lagi."
"Belum segila itu."
Oh Seungmin menghela napas lega, tawa gugup lolos dari bibirnya. Agaknya Jiseok berhasil membuat jantungnya berhenti sejenak. Ia sangat manis, Jiseok ingin memeluknya detik itu juga. Kalau saja ia tidak sedang kepanasan seperti kalkun dalam panggangan. Karena itu juga ia terpaksa memisahkan diri dari Seungmin, kini mereka duduk bersebelahan, kemeja dan rambut sama-sama berantakan.
"Jiseok," panggil Seungmin, ia menggeser tangannya agar bersentuhan dengan milik Jiseok.
"Ya?"
"Someday, I'll take you somewhere nice. Where we don't have to hide in a closet."
—04/10/23
▪︎▪︎▪︎
wrote this short little piece instead of sleeping idk lol im sorry. love yall see you soon.
—sha♡
KAMU SEDANG MEMBACA
montage from suburbia
Fanfictionmontage from suburbia. xdinary heroes fic collection. written by sonnenblum © 2023