🐰Eps.42.🐶

644 69 0
                                    

                Yena menghirup aroma bunga berwarna biru yang dipegangnya. Harum sekali.

Sepertinya bunga ini cocok untuk ditaruh di ruang baca, aroma menyegarkan yang membuat rileks. Ah, sepertinya Yena lupa jika dia datang ke toko bunga untuk membeli bunga yang akan di dekorasi di acara pernikahannya nanti.

Jeno : Chagiya

Jeno : Apa kau sudah menemukan bunga yang cocok untuk pesta pernikahan kita?

Jika Jeno tidak mengirim pesan untuk mengingatkannya, mungkin sampai detik ini dia masih mencari bunga yang cocok untuk ditaruh di setiap sudut ruangan.

Tak ingin berlama di sini, sebab nanti malam akan ikut Jeno ke acara ulangtahun Chenle, dan Yena belum bersiap-siap. Jadi Yena memutuskan untuk memanggil karyawan toko untuk diminta pilihan saja bunga yang paling cocok.

"Permisi."

Karyawan yang Yena panggil kebetulan tengah berbincang dengan seorang pelanggan juga. Sehingga pelanggan tersebut ikut menoleh ke Yena.

Mata Yena membola ketika baru pandangan dengan pelanggan tersebut.

Tanpa sadar dia bergumam menyebut nama orang yang sekarang berada dalam pengelihatannya. "Karina?"

Karena berbicang sedikit pada karyawan tersebut, entah apa yang wanita cantik itu bicarakan sehingga karyawan toko bunga itu meninggalkan mereka berdua.

Seakan tau isi kepala Yena, Karina berkata, "aku tau kau akan datang ke sini. Karena toko bunga ini yang paling terkenal di Seoul. Jeno tidak mungkin memberikan yang terbaik untuk pernikahan kalian, bukan?"

Yena tidak menanggapinya. Dari ucapan Karina tersirat maksud bahwa wanita itu mau menemuinya. Yena pun tak punya maksud untuk menolak wanita itu.

Dia pun lebih dulu memulai tanpa basa basi. "Kau ingin berbicara denganku ya?"

Sedikit canggung, Karina mengangguk. "Bisa kita bicara di café depan toko ini?"

"Bisa."

Suasana tak mengenakan menyelimuti mereka ketika duduk berhadapan di tempat yang sama. Sudah 10 tahun berlalu, namun rasa bersalah tetap hinggap di hati Karina, tak beda jauh dengan Yena yang masih meraba-raba apa mungkin Karina yang menyebarkan video tersebut?

Aura dingin yang menyelimuti mereka berbanding terbalik dengan cangkir berisi teh hangat pesanan mereka, yang bahkan uapnya masih mengepul di atas.

Pikiran mereka berdua kalut dengan banyaknya dialog yang bersiliweran muncul untuk memulai percakapan.

Kali ini, Karina yang memulainya lebih dulu. Mengungkapkan kata yang selama 10 tahun ini tertahan. "Maafkan aku, Yena. Aku meminta maaf bukan karena aku yang menyebar video itu. Tapi aku tidak bisa menjaganya dengan baik, aku juga-"

"Sudahlah," potong Yena.

Membahas hal itu hanya membuat kepalanya pening, sebab mengingat kembali kejadian nomor satu yang ingin dia hapus dalam ingatannya jika dirinya bisa.

Dia melihat ke dalam mata Karina. Sama seperti dulu, tak tersiratkan kebohongan dari ucapannya, selama 10 tahun ini sebelum bertemu kembali dengan Yena pasti wanita juga menjalani kehidupan yang sulit karena terbayang oleh perasaan bersalah karena menganggap sudah menghancurkan hidup orang lain.

"Aku juga merasa yakin bukan kau yang menyebar video tersebut. Jadi jangan merasa bersalah. Lagi pula, dengan tersebarnya video tersebut paling tidak selama 10 tahun ini aku bisa hidup dengan tenang sebelum bertemu dengan Jeno kembali."

Karina tertegun mendengarnya, matanya memerah dengan cepat dan dalam seperkian detik, wanita itu terbawa suasana dengan menangis di hadapan Yena.

"Selama ini aku mencari siapa yang menyebarkan video itu, agar aku bisa membuktikan padamu bahwa aku tidak sepenuhnya bersalah Yena. Sungguh maafkan aku."

Yena menggenggam tangan Karina yang terasa dingin. "Aku sudah memaafkanmu. Jangan menangis lagi."

Karina mencoba menghentikan tangisannya. Dia menatap Yena dengan sungguh-sungguh. "Jaemin memberitahu ku tentang rencananya untuk membawa mu kabur. Yena biarkan aku juga menolong mu dari Jeno, aku rasa ini salah satu cara untuk menebus kesalahanku."

Yena diam. Tentang Jaemin yang mengajaknya untuk kabur dari Jeno, padahal pernikahan hanya tinggal menghitung hari saja, Yena sama sekali belum memikirkannya.

"Di hari pernikahan mu nanti naiklah mobil putih yang sudah Jaemin siapkan untukmu. Tidak ada yang curiga karena dibuat mirip dengan mobil pengantin. Kau akan tahu itu mobil Jaemin karena pada pita di mobilnya akan aku pasang inisial nama Jaemin."

***

Jeno menggandeng tangan Yena memasuki ballroom hotel tempat acara uulangtahun Chenle diadakan.

Umur yang beberapa tahun lagi akan memasuki kepala 3. Tapi Chenle tampaknya masih ingin mengadakan pesta untuk acaranya yang sebenarnya lebih nyaman di adakan private saja.

"Jeno. Aku titip salam saja untuk Chenle. Aku ingin berbincang dengan sekretarisnya saja." Yena menunjuk wanita tanpa ekspresi yang berdiri di sisi meja tamu undangan. Yena melanjutkan, "aku juga tidak begitu nyaman berbasa basi dengan teman pria mu."

"Iya, tidak apa-apa. Kita juga tidak akan lama berada di sini."

Mereka mengambil arah yang berlawanan. Pandangan Jeno menelusur mencari pemilik acara hari ini. Jika ada teman SMA nya siapa pun itu yang sedang berbincang dengan Chenle, Jeno bermaksud untuk menyusul Yena saja.

Tapi di dapatinya Chenle tengah sendiri, meminum sesuatu dari gelas yang dipegangnya dan matanya memperhatikan jalannya acara. Jadi, Jeno memutuskan untuk menghampirinya.

"Sepertinya kau terlalu tua untuk mengadakan acara ulangtahun semewah ini."

Chenle menoleh, dia tertawa menanggapi Jeno. "Apa 'kah itu ucapan yang layak untuk orang sudah lama tidak kau temui?"

Jeno mengulum senyum. "Kita kan sering bertukar pesan saat aku masih di luar negeri."

Chenle mengangguk, dia menepuk beberapa kali pundak Jeno. "Tanpa aku tanya kabarmu, sepertinya kau baik-baik saja ya?"

Jeno mengedikan bahu. "Kau yang tidak pernah jatuh cinta. Mana tau perasaan bahagia saat berhasil menikahi wanita yang kau cinta."

Chenle menaikan sebelah alisnya. "Lebih tepatnya berhasil menjebak wanita yang kau cinta agar kau bisa seumur hidup bersamanya."

Jeno tidak tertawa mendengar candaan Chenle. Iris mata pria itu tertuju pada calon istrinya yang berbincang dengan sekretaris Chenle.

"Aku merasa belakangan ini dia mulai menerimaku."

"Mungkin karena tidak ada pilihan lain selain menerimamu? Sebab dia mau kabur sejauh mana pun, kau punya ribuan akal kotor untuk mendapatkannya kembali."

Jeno tidak mengubris ucapan pedas Chenle. "Belakangan ini aku lebih memperhatikan sikapku padanya, agar di matanya aku bisa terlihat cukup baik."

Kali ini Chenle bertanya, "kau ingin menjadi lebih egois? Membuat wanita yang kau rusak hidupnya, masa depannya, dan juga keluarganya itu, akhirnya jatuh cinta padamu?"

Tanpa menimbang memikirkan sederet kalimat tanya dari Chenle. Jeno mengangguk.

"Bagaimana pun, aku akan menjadi suaminya. Dia akan bersamaku seumur hidupnya. Aku ingin membuatnya nyaman dengan berusaha agar dia memberikan hatinya padaku."

"Kau yakin bisa membuatnya jatuh cinta padamu?"

"Aku akan mengusahakan ribuan cara agar dia jatuh cinta padaku."

Devil Beside Me » Jeno X You X Jaemin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang