Pertemuan pertama

69 1 2
                                    

Dulu ibuku pernah berkata bahwa manusia bisa merubah takdir menjadi lebih baik dengan usaha dan semangat juang yang tinggi.

Aku selalu berusaha menerapkan nasihat ibuku sekali pun tubuhku serasa ingin remuk akibat pukulan pukulan yang dilayangkan oleh ayahku.

Saat itu aku merasa ingin menyerah dan membiarkan ayah memukuli tubuhku akan tetapi mengingat wajah ibu saat meregang nyawa ditangan ayah membuatku merasa kekuatan yang tadinya hilang kembali lagi.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong si pemabuk brengsek itu sampai terjatuh dan mengambil pisau daging , lalu dengan sisa tenagaku menghujamkan benda tajam itu ke seluruh tubuhnya dengan penuh kemarahan. Saat melihat ekspresi wajah yang kesakitan itu membuatku tersenyum puas.

Mengingat bagaimana perlakuanya kepadaku dan ibuku membuatku semakin menggila meski dia sudah tak bernyawa tetapi aku belum puas untuk menyiksanya.

Jleb...
Satu tusukan bersarang di jantungnya , Itu untuk kata kata kasarnya yang sering menyakitiku.

Jleb...
Tusukan lainya bersarang di perutnya , itu untuk tendanganya yang menyakiti perutku.

Srettt....
Dengan pisau dapur aku merobek mulutnya , itu untuk mulut yang sering membentaku sampai menangis.

Hahahahaha... senyum di bibirku semakin melebar ketika melihat hasil karyaku. Kepala yang sudah terpisah dari badanya , tangan yang berada di dalam perut robeknya , dan anggota tubuh lain yang sudah terlepas dari tempat yang seharusnya. Ternyata seperti ini rasanya membunuh , sangat sangat menyenangkan!

BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH!

- I Love You -

"Stella..."

"Stella... bangun!"

"STELLA!"

Aku langsung membuka mataku mendengar terikan tadi , hal yang pertama kali ku lihat adalah wajah emosi bercampur khawatir Calista. Dengan segera aku langsung mengelap keringat diwajahku menggunakan sapu tangan yang Calista berikan dan juga berusaha mengatur detak jantungku yang begitu cepat serta nafasku yang terputus putus.

"Hei ada apa denganmu ? Kau sering sekali menigau bunuh! bunuh! bunuh! Apa kau sering menonton film pembunuhan hingga terbawa mimpi?" Calista bertanya sambil memberikan sebotol air mineral untuku.

Aku hanya menjawab dengan gelengan dan senyum tipis lalu meminum air yang di sodorkan calista. Tetapi diam diam aku mengepalkan tangan lainku yang tidak digunakan memegang botol untuk menahan hasrat ingin membunuh yang semakin hari semakin menjadi.

Semenjak aku membunuh ayahku bayang bayang kejadian tersebut selalu menghantuiku setiap aku memejamkan mata. Bukan rasa penyesalan yang timbul setiap kejadian itu teringat olehku akan tetapi rasa kepuasan dan haus akan darah.

Keesokan harinya aku bersantai di kamarku dan Calista kebetulan cafe dan toko roti tempat aku bekerja diliburkan karena hal yang tidak aku ketahui , ngomong ngomong tentang Calista ia sudah pergi sejak pagi hari saat aku masih tertidur. Biar aku ceritakan sedikit tentang aku dan Calista kami memiliki nasib yang sama , kami berdua sama sama yatim piatu yang menghabiskan masa kecil di panti asuhan. Pada umur 17 tahun kami memilih untuk keluar dari panti asuhan dan berusaha untuk bertahan hidup bersama sama. Kami tinggal di sebuah kamar kost kecil di daerah terpencil. faktor ekonomi yang membuat kami hanya bisa menyewa kamar kost kecil dan itu pun harus ditinggali oleh dua orang. Kalian bisa bayangkan bagaimana sederhananya hidup kami berdua di kota besar ini ?

- I Love You -

Aku melihat jam yang melingkari tanganku

'11.30'

I Love YouWhere stories live. Discover now