Ubi Bakar?

132 10 0
                                    


"Kakak saya di sini!"

Pagi ini aku mendengarkan suara cempreng anak kemarin yang sudah membuatku penasaran. Namanya Nandana dan aku masih sangat ingat dengan perkenalannya yang begitu menggemaskan.

Nandana duduk di teras kayu rumahku, tangannya membawa sesuatu yang terlihat gosong namun penciumanku merasakan jika itu adalah makanan, apalagi yang ia bawa terlihat mengepul.

"Kakak duduklah saya bawakan ini untuk kakak. Enak dimakan saat hangat begini."

Lagi-lagi aku terhipnotis dengan tingkahnya yang menggemaskan. Aku duduk di sampingnya kali ini aku bisa melihat baju bersihnya kotor, mungkin terkena arang dari makanan yang katanya ia bawa untukku.

 Aku duduk di sampingnya kali ini aku bisa melihat baju bersihnya kotor, mungkin terkena arang dari makanan yang katanya ia bawa untukku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kakak sudah pernah melihat ini tidak? Ini namanya ubi bakar dan saya yang membakarnya sendiri, cobalah ini sangat enak. Ini sebagai tanda perkenalan Nanda pada Kakak."

Tangan kecilnya menyodorkan makanan yang katanya ubi bakar itu, tapi aku malah salah fokus dengan cara bicaranya yang begitu sangat formal. Apakah orang-orang di desa ini memang berbicara sangat formal?

Ah! Tetapi kemarin saat Ayah datang ke desa ini dan menanyakan jalan, mereka berkomunikasi dengan bahasa yang tak aku mengerti, sepertinya bahasa daerah bukan bahasa Indonesia yang sangat formal begini.

"Kakak kenapa terdiam? Apa Kakak tidak suka ubinya? Biar saya bersihkan dulu."

Nanda menggosokkan ubinya pada baju putihnya namun aku langsung mengambil ubi itu agar bajunya tidak semakin kotor.

"Bukannya ini sebagai tanda perkenalan kita, Nanda?"

Dia tersenyum dengan manisnya saat aku menerima ubinya dan memakannya. Wah ini makanan enak! Kenapa aku baru tahu ada makanan seenak ini?

"Nama Kakak siapa? Saya ingin tahu."

Oh ya saking enaknya ubi ini, aku sampai lupa mengenalkan diriku "Namaku Joan Darmawan."

"Nama kakak bagus."

Kami berbincang-bincang setelah itu dan aku langsung bertanya kenapa dia berbicara sangat formal seperti itu dan jawabannya cukup membuat penasaranku seketika hilang. Orang di desa ini katanya memang menggunakan bahasa daerah untuk komunikasi sehari-hari dan dia bicara bahasa Indonesia agar aku bisa mengerti ucapannya dan mau berteman dengannya. Dia bisa bahasa Indonesia dengan sangat baik pun karena ajaran orang tuanya.

Yang membuatku kasihan katanya di sini tak ada yang mau berteman dengannya, padahal anak 7 tahun ini lucu dan sangat menyambung berbicara denganku.

Baiklah sepertinya dia akan menjadi temanku.

Sore hari Nanda sudah pulang, katanya jika malam jalanan akan gelap dan dia akan kesusahan untuk pulang. Aku ingin mengantarkannya, namun katanya dia sudah bisa sendiri justru ia malah takut aku yang akan tersesat nanti.

Dia NandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang